Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mewujudkan Karyawan Flourish Atasi Fake Productivity

8 Mei 2024   15:42 Diperbarui: 17 Mei 2024   07:45 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karyawan bertipe flourish ( sumber gambar : Freepik ) 

Setiap korporasi sudah barang tentu berusaha mendapatkan karyawan atau pekerja yang memiliki produktivitas yang tinggi. Pengelola perusahaan berusaha mencegah karyawan yang berperilaku negatif yakni fake productivity atau produktivitas semu atau palsu. Biasa pula disebut sebagai toxic productivity.

Fake productivity secara sederhana bisa diartikan sebagai perilaku seolah-olah sibuk atau banyak kesibukan pekerjaan yang dilakukan tetapi tidak menyelesaikan pekerjaan yang sebenarnya.

Untuk mengatasi fake productivity biasanya sejak fase rekrutmen perusahaan melakukan assessment test atau profile assessment yakni psikotes yang ketat terhadap calon karyawan. Tes psikologi itu meliputi aspek kepribadian dan aspek sikap.

Produktivitas adalah kata kunci bagi perusahaan untuk survive dan meraih keuntungan. Selain itu produktivitas juga merupakan aset terbesar dari perusahaan. Produktivitas dapat terhambat apabila adanya dimensi kerja seperti dimensi psikologi yang tidak berjalan dengan baik dan lancar pada karyawan.

Dimensi psikologi inilah yang dapat menyebabkan turunnya produktivitas. Pengaruh psikologi bukan hanya mempengaruhi kehidupan pribadi akan tetapi juga berdampak bagi organisasi, perusahaan dan para pekerja lainya. Tekanan psikologi yang tidak wajar menunjukkan sebuah peringatan resiko yang akan memperburuk penurunan produktivitas.

Aspek Flourishing sangat penting dalam dimensi psikologis karyawan perusahaan. Seorang karyawan bisa dikatakan flourish jika secara emosi merasa senang menekuni jenis pekerjaannya dan dalam tugas yang dijalankan dapat berfungsi secara optimal. Selain itu memiliki gairah yang besar untuk senantiasa belajar, bekerja, dan berkembang.

Flourishing dapat menjadi faktor protektif seseorang terhadap berbagai macam persoalan psikologis dan bisa meningkatkan produktivitas. Berbagai faktor eksternal yang tidak menguntungkan seperti salah satu contohnya stres kerja tidak akan terlalu memberikan efek negatif bagi seseorang yang memiliki tingkat flourishing tinggi.

Job flourishing sangat dipengaruhi oleh sumber daya pada konteks personal dan konteks kerja. Konteks personal yang dimaksud dapat berupa tipe kepribadian, karakteristik psikologis, kompetensi kerja, dan kondisi lingkungan di sekitar individu. Kepribadian cenderung menetap, namun aspek konteks personal lainnya bisa dilatih dan ditingkatkan.

Sementara konteks kerja meliputi sistem sosial yang mendukung, pemimpin yang memberdayakan dan menstimulasi, iklim positif, dan lingkungan kerja yang bernutrisi. Dua konteks ini saling berkolaborasi membentuk motivasi, lalu dari motivasi inilah yang nantinya menentukan tingkat flourishing karyawan.

Semakin banyak perusahaan yang melibatkan psikolog dalam proses rekrutmen karyawan baru maupun untuk level manajemen. Pencari kerja yang baru lulus maupun para pelamar yang memperebutkan posisi karir dan jabatan banyak yang mengeluh saat menghadapi tes psikologi terapan. Peserta yang baru lulus maupun yang memperebutkan jabatan sebenarnya mendapat uji yang sama, hanya saja spektrum tanggung jawab jabatan yang berbeda, sehingga dua tes di atas tingkat kesulitan soal tes tidak sama.

Untuk para pelamar kerja atau calon pemegang jabatan, dua tahap tes yakni psikotes dan profile assessment (PA) merupakan tes yang menakutkan. Wajar jika pada tahap ini banyak peserta yang jatuh alias berguguran.

Dua tahap tes di atas biasanya dilakukan oleh konsultan psikologi independen. Metode PA yang dilakukan berupa harrison assessment profiling, multidimensional aptitude battery test, focus group discussion, dan interview.

Rangkaian tes yang harus dijalani peserta mencakup consistency test, suitability test, multi aptitude test, group test, serta individual interview. Rangkaian tes ini dilakukan untuk memenuhi kriteria profil calon tidak hanya memotret dari sisi kompetensi, tetapi juga karakter pribadi mereka yang meliputi integritas pribadi, dan maturity.

Seleksi sesion pertama yang harus dijalani para calon adalah consistency test dan suitability test dengan menggunakan harrison assessment. Tes ini bertujuan mengukur konsistensi dan membandingkan kesesuaian para kandidat berdasarkan sifat-sifat (traits) yang dimiliki untuk menempati posisi sebagai pimpinan.

Seleksi berikutnya adalah multidimensional aptitude battery test yang mengukur daya tangkap, analytical thinking, kemampuan kepemimpinan, kepercayaan diri, penyesuaian diri, stabilitas emosi, tanggung jawab, daya tahan, ketekunan, achievement, dan social relationship.

Ada benang merah antara PA dengan psikotes sebelumnya. Kedua tahap tes ini sangat menguras emosi. Psikotes biasanya banyak jebakan, terutama pada bagian tes Edwards Personal Preference Schedule (EPPS).

Jangan khawatir, mereka yang berkali-kali gagal dan kemudian berhasil lolos, karena mau mempelajari dan berlatih mengerjakan soal-soal psikotes maupun PA sebelum waktu tes tiba.

Target psikotes atau tes psikologi ada tiga aspek yang diukur, yaitu: kecerdasan, kepribadian dan juga sikap atau cara kerja. Aspek kecerdasan digunakan untuk mengetahui kecerdasan secara umum atau kecerdasan secara spesifik seperti kemampuan analisa atau kemampuan berhitung.

Aspek kepribadian digunakan untuk mengetahui tingkat kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, lingkungan baru maupun tugas-tugas baru dan lain sebagainya.

Sedangkan aspek sikap atau cara kerja digunakan untuk mengetahui semangat kerja, motivasi berprestasi, kerja sama dalam tim, kepemimpinan, inisiatif dan lain sebagainya. [SRIM]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun