Mohon tunggu...
SRI MARYATI
SRI MARYATI Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content writer

Penikmat sastra, demi memuaskan hasrat aksara yg mengembara. Bagi yg suka baca cerita fiksi seperti cerpen, cerbung, dan series bisa mampir ke akun karyakarsa ku ya, link di bawah⬇️ https://karyakarsa.com/Xuri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Korea Selatan di Balik Layar

18 November 2024   13:10 Diperbarui: 18 November 2024   13:29 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Tirto.id

Mari kita membahas negara maju lainnya yg berasal dari Asia, tepatnya asia timur yakni Korsel (Korea Selatan). Tak ada habisnya pembahasan dari negeri yg diberi julukan negeri ginseng ini. Faktanya mereka termasuk negara maju yg sangat mendunia dikarenakan Kpop dan Kdrama mereka. Tentunya tak hanya itu Korea Selatan juga termasuk negara maju akan teknologinya, perusahaan terbesar adalah Samsung Electronic.

Tapi di artikel kali ini, saya tidak membahas tentang kemajuan teknologinya. Namun lebih membahas negara Korea Selatan dibalik layar, maksudnya dari cemerlangnya kehidupan negara korea selatan, banyak sisi kelam dari negara ginseng tersebut. Dan itulah yg ingin saya bahas di artikel kali ini. Gunanya untuk kita pelajari adalah agar kita lebih aware tentang isu sensitif, dan bisa menjadi pembelajaran juga bagi kita semua. 

Kita tidak asing lagi dengan ungkapan ini bukan "Hidup tak seindah seperti Drama Korea." tak ayal terkadang ungkapan ini sering saya gunakan ketika bersenda gurau dengan keluarga, teman atau kolega. Tapi memang itulah fakta dan kenyataannya. Kehidupan di Korea selatan juga tak seindah seperti yg ditampilkan di drama-drama romantis tersebut. Banyak yg mengatakan mereka sangat pandai dalam memoles citra yg baik. Dilansir dari cnbc Indonesia, ada beberapa sisi kelam dalam kehidupan Korea Selatan:

1. Budaya Kompetitif dan Tekanan Sosial yang Tinggi.

Di Korea Selatan, ada 'budaya' merasa bersalah jika beristirahat. Hal ini diungkapkan YouTuber Priscilla Lee, putri dari pasangan berdarah Korea yang kini tinggal di Indonesia, sebagai akibat dari budaya kompetitif dan tekanan sosial yang tinggi. Bahkan budaya ini berlanjut hingga ke Universitas dan dunia professional.

"Saking kompetitifnya, istirahat pun kamu merasa bersalah. Aku selalu merasa begitu pas tinggal di Korea. Misal aku mau rebahan saja nggak enak sama diri sendiri, terbebani," ujarnya, lewat video yang diunggah di kanal YouTube Priscilla Lee.

"Kesannya nggak normal kalau kamu nggak capek," tambahnya. Istilahnya mereka sangat produktif dan pekerja keras.

2. Obsesi terhadap universitas bergengsi.

Selain merasa terbebani dengan tekanan kompetitif yang tinggi, masyarakat Korea Selatan juga sangat terobsesi pada sekolah yang bagus dan bergengsi. Bahkan obsesi ini sudah dikenalkan kepada anak-anak mereka sejak sekolah dasar (SD).

Hal yang lumrah jika ditemui anak-anak SD di sana mengikuti kursus tambahan setelah pulang sekolah hingga larut malam, bahkan sampai pukul 10 malam.

Saking terobsesinya, kritikus mengatakan bahwa beberapa dari mereka melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti memalsukan karya ilmiah karena universitas ternama menuntut mereka memiliki prestasi akademik dan keterampilan yang sempurna.

Fenomena ini dapat ditemui di serial Sky Castle yang tayang pada 2019 lalu. Sky Castle mengungkap bagaimana sisi gelap obsesi terhadap sekolah-sekolah elit yang menampilkan para wanita dari kalangan super kaya: istri politisi dan istri dokter.

Tekanan sosial yang dibebankan pada siswa memaksa seorang anak perempuan berbohong bahwa dia berkuliah di Universitas Harvard selama satu tahun. Tapi ini harus diakui sih, salah satu faktor majunya negara mereka karena sangat concern dengan pendidikan. *berharap juga pemerintah kita bisa lebih memperhatikan lagi terkait pendidikan di Indonesia, agar bisa membangun negeri.

3. Angka bunuh diri yang tinggi.

Bagian yg ketiga ini sih, membuat saya sedikit nyesek ketika menulisnya. Kita pasti sering mendengar atau membaca berita terkait fenomena bunuh diri yg tinggi di Korea Selatan. Perlu diketahui ini berlaku tidak hanya di industri hiburan mereka saja,seperti para idol dan aktris-aktor. Masyarakat umum juga mengalami hal yg sama.

Budaya kompetitif yang ada di Korea Selatan menyebabkan mereka hidup dalam tekanan sosial yang tinggi. Orang yang tidak tahan dengan kehidupan seperti ini tentu saja akan depresi.

Di Korea, Anda akan sering mendengar berita siswa yang bunuh diri karena tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi. Korea Selatan memiliki tingkat bunuh diri tertinggi di antara negara-negara yang menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Dalam laporan yang disampaikan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan, angka kematian bunuh diri Korea, atau jumlah bunuh diri per 100.000 orang, adalah 24,7 pada 2018. Angka tersebut dua kali lipat lebih tinggi dibanding rata-rata tingkat bunuh diri negara OECD, yakni di level 11. Para ahli mengatakan penyebab bunuh diri sangat kompleks, tidak hanya karena masalah kesehatan pribadi dan mental tetapi juga terkait dengan faktor ekonomi dan tekanan sosial. Fakta ini salah satunya terlihat dari laporan tentang sejumlah artis dan selebriti Korea Selatan yang bunuh diri.

4. Banyak orang nggak menikah dan punya anak.

Korea Selatan mengalami krisis populasi akibat kebanyakan dari masyarakat memilih untuk tinggal sendiri dibandingkan berkeluarga. Hal ini terpaksa dipilih mereka akibat kesulitan ekonomi dan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak.

Karena banyak yang memilih tidak mempunyai anak, angka kelahiran bayi terus anjlok dari tahun ke tahun. Pada Februari 2022, jumlah rata-rata anak yang dikandung seorang wanita Korea Selatan dalam hidupnya mencapai titik terendah sepanjang masa, yakni hanya sebesar 0,81 tahun lalu, turun dari 0,84 tahun lalu.

Ini menandai tahun keempat berturut-turut di mana tingkat kesuburan berada di bawah 1 persen.

5. Kasus bullying hingga pelecehan seksual.

Sudah jadi rahasia umum kalau di Korea selatan banyak kasus bullying dan pelecehan seksual. Bahkan film dan drama yg sering kita tonton mengangkat tema pembulian di sekolah itu berdasarkan kisah nyata yg benar terjadi.

Sebenarnya ada beberapa drama Korea Selatan yang menunjukkan sisi kelam kehidupan masyarakat di sana yang suka merendahkan dan melecehkan orang lain.

Bullying dan pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Mirisnya, tindakan serupa juga terjadi di balik gemerlap industri hiburan Korea Selatan. Seperti yang kerap diberitakan media, beberapa selebriti pun terjerat dalam kontroversi bullying. Bahkan, aksi bullying juga menimpa sejumlah staff yang bekerja di balik layar.

6. Jam kerja yang berlebihan

Hal ini sering kali terjadi pada industri hiburan Korea Selatan. Dilaporkan, baik para artis maupun orang di balik layar produksi drama di Korea seringkali lembur untuk mengejar target penyelesaian produksi drama.

Hal ini dikarenakan pihak produksi drama ingin menyelesaikan proses syuting secepat mungkin, terlebih karena tingginya biaya produksi. Bahkan, 4 episode awal sebuah drama biasanya melangsungkan proses syuting lebih dulu dalam satu waktu. Tidak sedikit pula aktor dan aktris yang hanya bisa tidur 1 jam selama syuting berlangsung.

Melansir informasi dari Min News, seorang asisten sutradara sebuah drama pada tahun 2016 melakukan bunuh diri. Adik dari asisten sutradara tersebut mengungkap jika sang kakak mengalami tekanan yang tinggi saat bekerja, hingga jam kerja yang berlebihan.

Tidak hanya di industri hiburan, pekerja kantoran mereka juga memiliki jam kerja yg terlalu over. Akibatnya banyak yg mengalami depresi, dan juga dampaknya banyak pasangan jarang ada waktu bersama atau yg lajang tidak punya waktu untuk berkencan *istilah yg sering mereka pakai. Dan itu juga pemicu dari turunnya angka kelahiran di korea selatan.

Dan sebenarnya masih banyak lagi upah aktor/aktris yg tidak adil. Ini saya pernah lihat beritanya ada upah yg telat atau terkadang tidak dibayar padahal drama sudah lama rilis dan tamat, proses trainee idol yg sulit, penggemar yg terlalu fanatik(sasaeng), dan cancel culture yg sangat kuat. Jika seorang idol citranya sudah tercoreng maka karirnya akan tamat. Ada satu tambahan lagi mereka ada budaya yg disebut (palli-palli) maksudnya adalah segala sesuatunya entah itu pekerjaan atau kegiatan yg dilakukan cepat seperti terburu-buru, karena mereka menganggap waktu itu adalah uang dan mereka tidak mau menyia-nyiakan waktu dengan hal yg tidak penting/berguna. Contoh dalam hal sederhana saja seperti makan, mereka juga terbiasa melakukannya dengan cepat. 

Baiklah segini dulu artikel yg membahas tentang Korea Selatan dibalik layar.

Masih banyak yg belum saya bahas di artikel ini karena memang banyak sisi kelam yg tidak kita ketahui tentang gemerlap dan indahnya korea selatan. Memang ada harga yg harus mereka bayar dibalik kemajuan negara tersebut dan dikenal dunia disisi lain tak mudah untuk mencapainya dan harus ada pengorbanan. Semoga bisa jadi pembelajaran untuk kita semua. Ambil sisi positifnya, dan tinggalkan yg buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun