Mohon tunggu...
Sri Lestari
Sri Lestari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Reader & Blogger

Never give up and always learrn to be better

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Widipa yang Lenyap Ditelan Malam

9 Maret 2022   14:52 Diperbarui: 16 April 2022   11:29 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kau tak peduli jikalau capung yang teramat renta itu mengalami cedera pada kedua sayapnya.

Kau mendarat tepat di tepi laut yang amat dekat dengan fajar. Nampak semburat kekuningan menghiasi langit di hadapanmu. Kau pun berjalan lebih dekat untuk menyapa dan menyentuh hangatnya fajar. Kau nyaris tak percaya menyaksikan bagaimana matahari terus beranjak naik yang membuat pemandangan di sekeliling tampak semakin mempesona. Sangking terbuainya kau bahkan hampir lupa pada tujuan awalmu berdiri di sini.

Kau menoleh sejenak dan mendapati capung renta itu tergolek lemah. Sebelum terlambat, kau mengeluarkan kantong hitam dari saku dan mulai memasukkan fajar di hadapanmu. Langit kembali redup seiring banyaknya fajar yang kau masukkan ke dalam kantong, dan benar-benar redup ketika seluruh fajar telah berpindah seutuhnya.

Kau hanya menyisakan sebongkah fajar di tanganmu. Kemudian kau berjalan mendekati capung yang masih terlelap karena kelelahan. Tanpa pikir panjang kau segera mencabut sepasang sayap milik capung tua itu.

Kau pun segera terbang mengarungi lautan sambil membawa sekantong penuh fajar menuju lubang bentala di mana tempatmu berasal.

Di lain tempat, bersamaan ditemukannya seekor capung tanpa sayap dan kau yang menghilang, di saat itulah para kurcaci akhirnya sadar bahwa mereka telah dimanipulasi oleh sesosok iblis pencuri fajar.

"Tunggu kami melapor pada semesta dan kau akan menerima akibatnya."

***

Kau segera menguruk lubang bentala itu dengan semak belukar dan tanah. Kau juga menambahkan bebatuan di atasnya agar tak seorang pun mampu menembus dunia ini. Dengan semangat kau berjalan menuju gubuk kecilmu sambil memikul fajar yang kau curi dari bawah tanah. Kau memetik dedaunan untuk membungkus fajar itu dan menggantungnya di beberapa tiang gubuk yang kau tempati.

Kini kau tak akan kesal saat matahari hanya memberimu bias-bias cahaya melalui celah pepohonan. Kini kau tak akan kesal pada bulan yang tak mampu menerangi malammu di belantara. Kini kau tak akan kesal pada bintang yang mengejekkmu kala sendirian.

Namun, kau lupa takut pada semesta yang bisa dengan mudah mengirimkan malam untuk menelanmu dalam gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun