S menolak, nuraninya tidak setuju dengan bisnis berbau kolusi dan nepotisme. Saat itu masih di era orde baru, KKN adalah hal yang biasa dan jalan menjadi kaya raya.Â
Hanya 4 tahun S bekerja di event organizer, krismon tahun 1997 membuat dunia tersebut sepi. Karena tak ada event yang dikerjakan, tahun 1998 S memutuskan kembali ke Salatiga, bekerja apa saja.Â
Pada tahun 1999, seorang teman menawari S Â membantu masyarakat miskin dengan bekerja di sebuah Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). Lokasinya di luar Jawa, tepatnya di Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah. Tanpa pikir panjang, S menerima tawaran tersebut walaupun gajinya kecil.Â
Membantu masyarakat miskin juga merupakan salah satu keinginan S. Saat kuliah, dia menjadi simpatisan sebuah LSM pro demokrasi. Mereka mengadvokasi masyarakat tertindas untuk memperjuangkan hak haknya. Diantara masyarakat tersebut adalah warga yang terkena proyek Waduk Kedung Ombo.Â
Lembaga Sosial Masyarakat itulah yang membentuk S menjadi pribadi yang mementingkan kejujuran dan integritas diri.Â
Luwuk Banggai, sebuah wilayah yang S tidak tahu tempatnya ada dimana dan seperti apa. Dia juga tidak tahu bagaimana caranya akan bisa sampai kesana.Â
Setelah bertanya sana sini, naik kapal semalam dan naik bus selama 2 malam, S tiba di Luwuk. Kota tersebut terletak di pinggir pantai yang indah dengan air laut jernih dan bersih.Â
S kemudian ditempatkan di sebuah desa terpencil tanpa listrik tanpa teman. Tugas utamanya melakukan pendampingan masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusianya.Â
Sungguh kontras kehidupan yang harus dihadapi S. Ketika kerja di Bali S menghadapi orang orang yang menghaburkan uang untuk rekreasi. Pindah ke Jakarta, yang S hadapi adalah pribadi pribadi dengan segala ambisi untuk menjadi kaya dan terkenal. Lalu ketika bekerja di Luwuk Banggai, S menemui kemiskinan dan ketertinggalan orang orang disana.Â
Luwuk, wilayah tersebut kaya akan hasil hutan dan pertanian, tetapi karena sumber daya manusia lemah, masyarakat disana termasuk miskin. Kekayaan alam tak dimanfaatkan dengan baik karena pendidikan rendah. Mereka kerja hari itu untuk makan hari itu juga, tak ada keinginan untuk menabung.Â
Desa yang S tempati dikelilingi daerah transmigrasi dari Jawa, Madura, Lombok hingga Makasar. Ada sembilan suku di daerah tersebut dengan karakter dan adat budaya masing masing. Wilayah pendampingan S rawan konflik antar suku juga penduduk asli dan pendatang.Â