Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Butuh Pawang Hujat

23 Maret 2022   11:00 Diperbarui: 23 Maret 2022   12:01 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Saling Menghujat / Dreamstime - Pinterest. 

Gelaran Moto GP 2022 di Sirkuit Mandalika sudah berakhir, tetapi masih ada banyak cerita yang tersisa. 

Satu cerita yang masih hangat dibicarakan se-Indonedia bahkan se-dunia adalah Mbak Rara si pawang hujan. Aksinya yang unik dalam usaha menghentikan hujan membuat para pembalap dan penonton, terutama warga asing, melongo, geli, takjub dan tak percaya. Baru kali ini di balapan Moto GP ada sisi supranatural yang diperlihatkan secara terang terangan dan bahkan disiarkan ke seluruh dunia. 

"Apaan sih itu? "

Mungkin begitu pikiran para turis yang baru kali ini melihat pawang hujan sedang beraksi. 

Di Indonesia sendiri, khususnya di media sosial, Mbak Rara menjadi pembicaraan yang panjang. Pujian dan hujatan terhadap wanita kelahiran Papua itu mewarnai jagad raya dunia maya. 

Bagi yang memuji, aksi Mbak Rara dinilai sukses membuat gelaran Moto GP di Mandalika berjalan lancar dan lebih berwarna. Mengusir atau memindahkan hujan adalah bagian dari budaya Indonesia yang sudah ada sejak jaman dulu kala. Pawang hujan menjadi bagian dari atraksi unik memperkenalkan salah satu kemampuan masyarakat Indonesia menaklukkan alam. 

Sementara bagi masyarakat yang menghujat, kemampuan Mbak Rara dianggap klenik, musrik atau syirik. Ritualnya dipandang tidak sesuai dengan kaidah agama terbesar di Indonesia. 

Dan..riuhlah dunia maya Indonesia dengan berbagai macam penghakiman atau pembelaan terhadap pawang hujan. Apalagi kemudian banyak figure yang turut berkomentar. Mulai dari politikus, pemuka agama hingga para public figure . Saling menghujat menjadi santapan sehari hari dan berhari hari. 

Saling menghujat itu semakin mengkawatirkan. Indonesia yang belum sembuh dari perpecahan ketika pillres 2019 yang lalu bisa terpecah lebih parah lagi. 

Jika di moto GP 2022 lalu kita menggunakan pawang untuk menghentikan hujan, kali ini kita memerlukan Pawang Hujat agar sesama Indonesia tak saling hujat. 

Saling menghujat, baik dengan bahasa sopan maupun sadis, di Indonesia mulai ramai sejak pilpres 2014 yang mempertemukan Prabowo dan Jokowi sebagai calon presiden. Kedua belah kubu saling menjatuhkan lawannya dengan narasi narasi negatif untuk memojokkan lawan politiknya. 

Namun saat itu saling menghujat belum ramai karena aplikasi media sosial masih terbatas dan handphone masih menjadi barang mewah. 

Baru ketika Pilkada DKI tahun 2017, saling menghujat via medsos dan ceramah makin menghebat. Bahkan media luar ruang seperti spanduk dam baliho juga turut digunakan untuk menghujat lawan politik. Dalam pilkada itu, agama digunakan sebagai senjata untuk mengalahkan lawannya. 

Sejak saat itu kata kata tuduhan Penista Agama mulai digaungkan karena Ahok dianggap menghina salah satu ayat Alquran ketika berpidato di Kepulauan Seribu.

Tuduhan penista agama sampai sekarang masih digunakan untuk memojokkan lawan masing masing, terutama lawan politik atau pihak yang punya pandangan berbeda dalam soal agama. 

Saat pilkada DKI 2017, kepemilikan Handphone sudah semakin banyak dan merata. Hampir setiap keluarga memiliki HP sehingga masyarakat bisa mendapatkan berita kapan dan dimana saja, lalu ikut berkomentar menanggapi peristiwa yang terjadi. 

Di masa itu pula makin banyak aplikasi macam Youtube, FB, Twitter, WhatsApp yang digunakan masyarakat. Lewat media itu masyarakat mulai bisa menanggapi setiap peristiwa yang terjadi. Namun celakanya lewat media itu pula masyarakat mulai terbelah dan gampang dibelah untuk kepentingan politik dan agama. Saling menghujat bertambah marak. 

Keterbelahan masyarakat makin menjadi ketika pilpres 2019 yang lalu. Pertempuran sengit antara pihak Prabowo dan Jokowi, lagi lagi sebagai capres, melahirkan dua kubu yang dikenal sebagai cebong dan kadrun. Hujat menghujat dalam dunia maya dan nyata, lebih ramai karena semakin banyak yang terlibat. 

Agama masih banyak digunakan sebagai alat kampanye. Jargon Partai Allah  dan Partai Setan adalah salah satu contohnya. Sesama pemeluk agama dibenturkan dalam hajat politik 5 tahunan itu. 

Setelah pilpres selesai, bahkan kedua kubu sudah saling bekerja sama pun, saling menghujat tak kunjung berhenti. Pilpres melahirkan penguasa dan oposisi. 

Pihak oposisi selalu menyerang kebijakan pemerintah untuk menarik dukungan atau menambah daya tawar politik. Sementara pihak pemerintah berusaha meyakinkan bahwa kebijakan mereka selalu berpihak kepada masyarakat. Di masa ini muncullah apa yang dinamakan buzzer. 

Saling menghujat antar buzzer banyak ditemui di setiap peristiwa ditanah air. Kebijakan dan kegiatan pemerintah akan selalu dikritisi opisisi baik lewat tokohnya, pendukungnya atau para buzzer mereka. 

Ibukota negara baru, logo halal dan MotoGP Mandalika 2022 adalah beberapa peristiwa terakhir yang dimanfaatkan untuk saling menghujat. 

Lihat saja artikel atau berita di yang sering tampak ketika kita membuka Google. Di kolom komentar mudah dijumpai kalimat dukungan atau hujatan dari pembacanya. Peristiwa politik, keagamaan dan selebriti adalah tiga hal yang paling mudah memicu hujatan. 

Kebiasaan saling menghujat akan menghalangi, bahkan mengakhiri upaya Indonesia untuk menjadi negara yang adil makmur sejahtera. Perpecahan ini bisa dimanfaatkan negara lain untuk menguasai Indonesia yang kaya sumber daya dengan letak geografis yang strategis secara ekonomi dan politik. 

Lalu, bisakah saling menghujat itu berhenti? 

Siapakah sosok yang bisa menghentikan saling menghujat laiknya seorang pawang menghentikan hujan? 

Pawang hujat, di manakah Engkau berada? 

Salatiga 230322.96

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun