Saya sendiri sempat mengalami akun gablug. Pernah sehari narik hanya mendapat 3 orderan. Artinya hari itu saya hanya mendapat uang 24 ribu bruto.Â
Jika akun sudah gablug, sulit bagi kami untuk 'menyembuhkannya'. Walaupun sudah mencoba berbagai cara yang disarankan oleh aplikator, tetapi hasilnya tetap nihil. Akun tetap gablug. Jika orang lain capai karena bekerja, saya capai karena menunggu order.Â
Dengan penghasilan sekecil itu, otomatis kami hanya mencoba bertahan hidup. Makan seadanya. Kebutuhan lain kalau tidak diundur ya dibatalkan. Prioritas utama adalah kebutuhan anak.Â
Rencana pulang kampung ke mertua masih tetap menjadi rencana . Anak anak harus menunggu untuk mendapatkan sepeda baru. Tak juga ada baju lebaran atau tahun baru.Â
Rekreasi ke luar kota jelas ditiadakan. Kalau mau cari hiburan, saya hanya mengajak anak anak ke Rawa Pening melihat indahnya gunung dan matahari terbenam diatas puncak bukit.Â
Yang paling parah adalah cicilan bank untuk renovasi rumah. Sudah beberapa bulan saya keluar masuk bank hanya untuk memberitahukan bahwa bulan itu saya belum bisa membayar cicilan.Â
Dalam kondisi seperti itu, ada saja situasi yang meringankan beban kami.Â
Sekolah libur berarti tidak ada uang saku, tidak ada kebutuhannya sekolah. Ada pula bantuan pulsa dari pemerintah untuk pelajaran daring. Anak saya juga mendapat uang tabungan dari pemda Salatiga.Â
Sembako dari pemerintah, saudara maupun aplikator juga kami dapatkan. Adapula pihak warung maupun kastamer ikut memberi bantuan.Â
Sementara cicilan bank sampai saat ini masih aman. Disebut aman, walau belum membayar 8 bulan, kami masih belum di satroni debt collector.Â
Mungkin karena beberapa pinjaman bank sebelumya bisa kami selesaikan dengan lancar, pihak bank melihat kami sebagai peminjam yang baik. Hanya pandemi yang menyebabkan cicilan kami terlambat.Â