Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keren, Demo Guru dan Siswa Memprotes Perkawinan Anak

10 Oktober 2021   21:26 Diperbarui: 10 Oktober 2021   21:47 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkap layar pribadi

Edit. 

Siswa dan guru SMP negeri 1 Namrole berdemo memprotes perkawinan anak yang terjadi pada murid sekolahnya. 

Kejadian ini berlangsung tanggal 4 Oktober 2021 di Kabupaten Buru Selatan. Mereka melakukan protes ke kantor Kemeneg dan DPRD setempat. 

Kisahnya bermula seorang siswi kelas 9 SMP Negeri Namrole bernama NK yang akan pindah sekolah. 

Orang tua NK berinisil AIK, adalah seorang tokoh agama yang menjadi ketua MUI setempat. AIK menghadap kepala sekolah untuk meminta ijin memindahkan NK ke sebuah pesantren. 

Kepala sekolah SMPN 1 Pak Noho Lesilawang terpaksa mengijinkan walaupun menyayangkan. NK merupakan siswi pintar yang selalu ranking satu dikelasnya. 

Tak lama kemudian, Pak Noho mendengar kabar bahwa NK telah dinikahkan. Suaminya seorang Ustadz yang berasal dari Tangerang Banten. 

Karena tidak setuju terjadinya pernikahan dini terhadap mantan anak didiknya, Pak Noho beserta guru dan para siswanya melakukan demo yang kemudian banyak diberitakan. 

Ketika pernikahan dini anaknya ramai diberitakan, AIK kemudian melakukan klarifikasi. Menurut beliau, NK dinikahkan secara siri atas kemauan sendiri. NK tidak akan tinggal serumah dengan suaminya sampai berumur 19 tahun. Setelah berumur 19 tahun, perkawinan NK dan suaminya baru didaftarkan ke KUA. 

Entah bersikap bijaksana atau hanya akal akalan saja, orang tua seperti AIK banyak terdapat di Indonesia. 

Ada yang tahu kasus Syekh Puji dari Kabupaten Semarang? 

Tahun 2009 lalu Syekh Puji menjadi buah bibir masyarakat karena pernikahan kontroversialnya. 

Ya, Syekh Puji menikahi salah seorang santriwatinya berumur 12 tahun bernama Lutfiana Ulfa. Pernikahan ini menjadi ramai karena laporan orang tua Ulfa yang tidak setuju anaknya menikah dini dan dijadikan istri kedua. Orang tua Ulfa melaporkan kasus ini kepada polisi setempat. Syekh Puji  akhirnya dijebloskan ke jeruji besi. 

Kasus ini menjadi pembicaraan nasional setelah banyak pihak yang ikut bersuara. Syekh Puji diduga melakukan pemaksaan kepada Ulfa untuk bersedia dinikahi. Dia adalah pemilik pesantren dimana Ulfa menjadi santriwati untuk menimba ilmu. 

Pada akhirnya, Syeh Puji mendapat hukuman yang setimpal. Oleh Pengadilan Negeri Ungaran Kabupaten Semarang, pada November 2010 Syekh Puji divonis 4 tahun penjara ditambah denda 60 juta rupiah. 

Syekh Puji didakwa melanggar UU Perlindungan Anak no 23 tahun  2002  pasal 81. Isinya adalah tindakan secara sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain dan dianggap memasung hak anak. 

Alasan fisik dan mental yang belum siap adalah dasar dari UU Perlindungan Anak no 23 tahun 2002 dan UU Perkawinan no 16 tahun 2018, agar perkawinan anak dibawah umur tidak terjadi. Masuk penjara dan membayar uang denda seperti yang dialami Syekh Puji adalah hukuman yang menanti bagi pelanggarnya

Namun, walau sudah ada UU yang mengaturnya, pernikahan anak sering terjadi dengan alasan untuk kebaikan anak atau masa depan si anak sendiri. Hal itu juga di dukung alasan budaya atau dalil agama yang menganjurkan atau mengijinkan.  

Akibatnya jumlah pernikahan anak di Indonesia tetap tinggi. Dengan lebih dari 2 juta kasus pernikahan dini tahun 2018, Indonesia menjadi negara no 2 di ASEAN dan no 8 untuk tingkat dunia. 

Sebagai mantan pekerja sosial pendamping anak dan remaja selama belasan tahun, saya sering mengingatkan kepada mereka akan kerugian dan bahayanya pernikahan anak. 

Setiap kali melakukan sosialisai masalah Kesehatan Reproduksi (KESPRO) Remaja, saya bertanya mereka;

"Adakah anak remaja disekelingmu yang sudah menikah dan punya anak? "

" Apa yang kamu lihat di kehidupan mereka? "

Jawaban mereka hampir sama. 

"Kasihan harus momong anak". 

"Kasihan harus putus sekolah". 

"Kasihan tidak bisa main lagi". 

Ketika saya bertanya lebih lanjut

"Kalian mau hidup seperti mereka? "

Jawaban nyaring dan serempak terdengar memenuhi ruangan, 

"Tidak Mauuuuuu.."

Itulah jawaban anak remaja yang yang tidak ingin kehilangan masa remaja mereka. 

Dan itulah yang dilakukan oleh para siswa SMPN 1 Namrole dalam demo menolak pernikahan anak. 

Kalian memang keren. 

Salatiga, 101021.53

Sumber:

1. Kompascom

2. Metro TV

3. KemenPPA

4. Tempo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun