Namun anehnya saya tidak terpengaruh oleh suasana itu. Saya masih biasa biasa saja. Tetap tidak mau merokok. Bukan karena alasan kesehatan ataupun penghematan, saya memang tidak mau saja.Â
Saat pindah bekerja ke Jakarta maupun daerah lain, saya tetap tidak merokok.Â
Terkadang saya menghadapi dilema ketika situasi mengharuskan saya ikut merokok.Â
Beberapa kali terjadi situasi saya mengunjungi wilayah kerja baru di luar Jawa. Ada momen perkenalan dimana saya harus ikut merokok untuk menghormati penduduk setempat.Â
Saya tidak tahu apakah itu bagian dari adat atau hanya sebuah kebiasaan saja. Sayapun harus memikirkan cara untuk menolaknya.Â
Akhirnya dengan alasan kesehatan, saya tidak diharuskan ikut merokok. Mereka bisa mengerti karena selain tidak merokok, saya juga tidak mengkonsumsi minuman beralkohol yang disediakan.Â
Saat bekerja di Event Organiser (EO) dan di Production House (PH) rekan kerja yang merokok lebih banyak lagi. Rekan rekan jika tidak merokok tidak bisa konsentrasi kerja. Saat syuting, membuat set dekorasi, proses editing dll, rokok tidak lepas dari mulut mereka. Kami menyebutnya nyepur (mirip kereta api).
Memang banyak orang yang mengatakan bahwa merokok tidak melulu merugikan. Banyak orang kalau tidak merokok tidak bisa bekerja.Â
Walau saya tidak setuju alasan itu, tetapi saya menghargai pendapat mereka. Buat saya banyak orang yang tidak merokok pun tetap bisa bekerja. Pendapat itu hanya didasari kebiasaan atau sugesti saja. Beberapa teman yang  berhenti merokok, mereka tetap bisa bekerja seperti biasa.Â
Saya juga tetap menghormati para perokok. Banyak diantara mereka yang merokok tidak di sembarang tempat. Mereka merokok hanya ditempat yang disediakan dan diperbolehkan. Jika mereka sedang merokok tiba tiba datang anak kecil, orang sakit, ibu hamil atau orang tua, rokoknya segera dimatikan.Â
Saya menyebut mereka sebagai perokok cerdas. Sayangnya tidak banyak perokok cerdas yang saya temui.Â