Mohon tunggu...
Sri Hariyati
Sri Hariyati Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Tidak bekerja

Hai sy seorang ibu rumah tangga yg hobby menulis.Semoga dengan sy bergabung dgn kompasiana, sy bisa jadi lebih baik lagi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Fatamorgana Dalam Diam

18 Desember 2024   18:10 Diperbarui: 18 Desember 2024   18:10 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebatas aksara terdengar ditelinga

Mengundang merdu irama bercengkrama

Pada puisi AQ bercerita

Menggenggam luka yang tak kutemukan obatnya.

Malang sungguh bahagiaku terbelenggu

Deru nafasku memburuh

Bulir keringat ikut meluruh

Membuat kasih tubuh yang lusuh.

Malang sungguh ratapku tergugu

Membentuk rentan dunia yang salah pola asuh

Tawa sumbang saling bersahutan 

Menampilkan  arogansi yang tak berkesudahan

Dihiasi penuh seni

Bermandikan aib diri.

Teruntukmu yang kupuja

Nyatanya hatiku sempat menghampa

Sebab ketidakadilan yang diperoleh penuh siksa

Dalam kebimbangan yang merunut keraguan jiwa

Pernahkah kita bertanya?...

Pada cerita - cerita karangan durjana...

Taukah engkau tentang sebuah tangis

Begitu menyesakkan dada

Merintih didalam batin diujung perih yang teriris

Menahan kata untuk bicara

Menahan syahdu mengungkapkan rasa

Lalu...

Masihkah engkau ragu dengan itikadku?...

Teruntukmu yang selalu kulangitkan doa

Pernahkan engkau sekali saja bertanya

Mengapa diriku tak pernah terdengar tawa

Sebabnya tenang yang kudapatkan darimu tak sebanding dengan yang kubawa.

Meski sempat menghindar untuk memilih jalanku sendiri

Meski sempat berfikir untuk menjauh karna kita tak sejalan

Meski sempat teringin untuk menghilang sebab banyak perbedaan

Nyatanya...

Bukan diriku yang kuat bertahan

Tapi atas campur tangan Tuhan kita dipertemukan

Hingga sedekat ini bahkan tak terpisahkan

Apalagi sampai kehilangan.

Masihkah engkau berfikir 

Akulah kaum yang kikir

Mengobati lukaku yang senantiasa terukir.

Masihkah engkau menganggap

Diriku tak pernah berharap

Dalam diamnya bibir yang tak pernah berucap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun