Pernah nggak sih, kamu lagi ngeliat sesuatu, terus ada orang yang fokus banget sama hal-hal negatif? Misalnya, temen kamu baru selesai masak, terus dia ngomong, "Aduh, kenapa sih warnanya agak gelap dikit? Ini kayaknya gosong deh..." Padahal, sebenernya masakannya udah enak banget. Nah, itulah yang namanya "mata lalat." Lalat itu kan nggak pernah fokus sama bunga yang indah atau pohon rindang. Dia cuma tertarik sama kotoran atau sampah yang ada di sekitar.
Di sisi lain, ada juga si mata lebah. Si lebah ini kalau terbang, dia nggak akan terbang ke tempat sampah. Fokusnya adalah mencari bunga yang penuh dengan nektar. Nggak peduli ada sampah atau kotoran di sekitar, dia bakal tetap memilih yang manis-manis, yang baik-baik.
Bayangin deh, dalam dunia politik, kalau ada seorang pemimpin yang hanya sibuk ngomentarin keburukan-keburukan di sekitarnya, dia udah kayak mata lalat. Tapi kalau ada pemimpin yang terus berusaha melihat potensi baik dan mencari solusi, dia lebih mirip mata lebah.
Nah, kamu lebih suka jadi mata lalat atau mata lebah di dunia politik? Kalau pilihannya adalah jadi seseorang yang selalu fokus pada masalah dan kesalahan, atau jadi seseorang yang melihat peluang dan solusi, pilihanmu bakal menggambarkan seberapa jauh kamu paham soal dinamika politik dan sosial.
Tujuan tulisan ini, sih, nggak cuma buat seru-seruan aja, tapi kita bakal ngebahas makna dari kedua perspektif ini, terutama dalam dunia politik dan sosial kemasyarakatan. Jadi, siap-siap ya, kita bakal ngegali dalam banget, kenapa sih, ada orang yang kayak mata lalat yang cuma ngeliat yang jelek-jelek, dan ada yang kayak mata lebah yang selalu berusaha mencari kebaikan di tengah kekacauan.
Kita sering dengar istilah "mata lalat", bukan? Bayangkan saja seekor lalat yang terus terbang kesana-kemari, fokus hanya pada hal-hal kecil dan mengganggu. Nah, kalau dalam dunia politik atau sosial, mata lalat ini bisa diibaratkan sebagai orang yang lebih senang melihat segala sesuatu dengan kacamata negatif. Gak jarang, orang-orang dengan "mata lalat" ini selalu fokus pada kesalahan kecil, kelemahan, atau kekurangan orang lain, bahkan hal yang tidak penting pun jadi bahan omongan.
Ciri-ciri Mata Lalat:
- Selalu terfokus pada hal-hal yang salah, kekurangan, dan kelemahan: Coba deh, bayangkan ada orang yang sudah sukses banget, tapi yang dia soroti justru "Ah, kenapa ya dia pakai sepatu kayak gitu, gak enak dilihat." Atau "Lihat deh, cara dia ngomong di debat nggak bener, kayaknya nggak paham apa-apa." Bukannya fokus pada hal positif, mata lalat malah cari-cari kesalahan, meskipun itu nggak seberapa.
- Cenderung berlebihan dalam mengkritik dan menilai orang lain: Orang seperti ini suka banget mengkritik, padahal kritiknya bisa jadi kelewat jauh. Misalnya, waktu debat politik, ada yang mengkritik cara lawan politiknya memegang mic, padahal itu cuma soal gaya aja. "Eh, liat tuh, pegangan mic-nya kayak orang nggak profesional, bisa-bisanya gitu?" Padahal ya, buat orang lain, itu nggak ada bedanya.
- "Suka" mencari masalah meski terkadang masalah itu tidak sebesar yang dibayangkan: Kalau kamu pernah ketemu orang yang setiap ada masalah sedikit aja langsung meletus kayak bom, itulah mata lalat. Biasanya dia akan memperbesar hal kecil jadi masalah besar. Misalnya, ada yang lewat dengan masker sedikit melorot, langsung saja dicap "ini kenapa sih, nggak paham aturan, nggak ikut protokol!"
Beberapa contoh anekdot berkaitan dengan hal ini dalam kehidupan politil dan sosial :
- Bayangkan ada seorang politisi yang lagi debat, seharusnya bicara tentang isu penting---ekonomi, pendidikan, atau kesehatan. Tapi ada satu politisi yang malah sibuk mengkritik cara pegangan mic lawannya. "Aduh, liat tuh cara dia pegang mic, kayak nggak serius!" Padahal, ya, itu mic, bukan masalah negara. Tapi bagi mata lalat, semuanya bisa jadi bahan kritik.
- Ada juga tipe warga yang selalu bilang, "Pemerintah kok begini sih, segala sesuatunya serba salah! Lihat deh, jalanan rusak, nggak pernah ada perbaikan!" Padahal, dia sendiri belum pernah ikut gotong-royong atau turun tangan memperbaiki jalan yang rusak itu. Suka banget menilai orang, tapi pas disuruh beraksi, hilang tanpa jejak. Cuma bisa ngomel, tapi nggak ada solusi.
Makna dalam Politik dan Sosial:
- Mengkritik itu perlu, tapi jangan cuma fokus kekurangan: Mengkritik itu penting, ya. Tapi kalau semua yang kita lihat adalah yang salah-salah doang, kapan kita bisa memperbaiki keadaan? Misalnya, dalam politik, banyak orang yang sibuk menyoroti kesalahan kecil pihak lawan, sementara mereka sendiri tidak memberikan kontribusi apa-apa. Pada akhirnya, masyarakat jadi capek dengan kritik tanpa solusi, dan politisi pun cuma jadi orang yang sibuk nyari-cari kelemahan tanpa memperbaiki apa-apa.
- Mata lalat dalam politik: Dalam dunia politik, ada banyak mata lalat yang lebih suka mencari kesalahan kecil ketimbang mendalami masalah besar yang perlu perhatian. Mereka sibuk menyoroti satu kesalahan teknis, padahal masalah sebenarnya lebih besar, misalnya soal pendidikan yang tidak merata atau pengangguran yang tinggi. Tapi, toh yang dibahas cuma "Eh, kenapa sih cara dia ngomong di depan kamera kayak gitu?" Kritik kayak gini cuma bikin suasana jadi panas tanpa ada kemajuan.
Jadi, seperti mata lalat, kita memang perlu waspada terhadap kekurangan di sekitar kita. Tapi jangan sampai cuma fokus ke hal-hal kecil yang nggak berdampak besar. Kalau cuma gitu-gitu aja, kita nggak akan bisa membuat perubahan yang berarti. Di dunia politik dan sosial, lebih baik kita jadi "mata lebah" yang cari yang manis, bukan terus-terusan terjebak dalam hal-hal negatif yang nggak produktif!
Mata Lebah -- Fokus pada Hal-hal Baik, Positif, dan Membawa Kebaikan
Coba bayangin, kamu lagi duduk santai di teras rumah sambil ngopi. Tiba-tiba, ada dua orang yang lewat, satu bawa kaca pembesar dan satu lagi bawa bunga. Yang satu sibuk cari-cari noda di celana, yang satu lagi justru fokus ke bunga yang baru mekar. Nah, itulah gambaran simpel tentang mata lalat dan mata lebah. Kalau mata lalat lebih suka mencari kelemahan, kekurangan, dan hal-hal yang bisa dibesar-besarkan, mata lebah justru selalu mencari yang baik, yang positif, dan yang bisa dioptimalkan.
Buat kamu yang udah lelah dengan drama politik atau keributan sosial, kadang kita perlu mata lebah, lho! Mata yang bisa melihat kesempatan dalam setiap masalah, yang tidak terjebak dalam kekurangan, tapi justru memandang potensi perbaikan. Di dunia politik, seperti juga di kehidupan sehari-hari, cara kita melihat suatu situasi sangat menentukan langkah dan keputusan kita. Kalau cuma fokus pada kekurangan, ya, gak bakal kemana-mana. Tapi kalau kamu punya mata lebah, meskipun situasi sulit, kamu pasti bakal bisa menemukan jalan keluar yang positif.
- Ciri-ciri Mata Lebah:
- Selalu mencari sisi positif, bahkan dalam situasi yang sulit sekalipun: Orang yang punya mata lebah gak pernah stuck sama masalah. Misalnya, bayangin seorang politisi yang lagi diterpa kritik tajam---auuuu pedihnya! Tapi dia tetap tenang, senyum lebar, dan malah bilang, "Tentu saja, kritik itu adalah kesempatan untuk perbaikan!" Gimana gak salut, kan? Di tengah gempuran, dia justru memanfaatkan momentum buat jadi lebih baik.
- Berusaha melihat potensi dan peluang untuk melakukan perbaikan: Misalnya, ketika sebuah kebijakan pemerintah ditentang banyak orang, bukannya langsung menyerah, mata lebah akan mencari celah buat inovasi. "Oke, kita coba pendekatan baru, mungkin ada cara yang lebih baik," pikirnya. Gak ada kata gagal di kamus mata lebah, yang ada cuma kesempatan.
- Mampu melihat gambaran besar daripada terjebak dalam detail kecil: Kadang, kita suka terjebak sama masalah kecil yang gak ada habisnya---seperti memikirkan komentar negatif di media sosial, atau hal-hal kecil yang bikin kita down. Tapi pemilik mata lebah? Dia melihat gambaran besar. "Ya, orang memang ngomong, tapi apa yang lebih penting sekarang adalah bagaimana bisa bikin perubahan yang berdampak positif."
Dalam makna dalam politik dan sosial:
- Mata lebah menggambarkan orang-orang yang gak pernah lelah mencari solusi dalam masalah sosial dan politik. Dalam dunia politik, misalnya, seorang pemimpin yang punya mata lebah akan selalu fokus pada potensi yang bisa digali, bukan pada keburukan yang bisa dikritik. Dalam kehidupan sosial, seseorang yang punya mata lebah akan lebih cenderung aktif berpartisipasi untuk membangun masyarakat yang lebih baik daripada cuma menyalahkan keadaan.
- Pemimpin atau individu yang memiliki mata lebah cenderung menjadi inspirasi bagi orang lain. Mereka menunjukkan bahwa meskipun keadaan buruk, tetap ada cara untuk berbuat kebaikan dan memperbaiki keadaan. Dan yang terpenting, mereka enggak cuma ngomong doang---mereka bergerak untuk membuat perubahan nyata.
Jadi, daripada jadi orang yang cuma fokus ngeliatin kelemahan (kayak mata lalat), kenapa enggak coba lihat dunia ini dengan mata lebah? Fokus pada hal-hal positif, cari peluang dalam setiap tantangan, dan jadi inspirasi buat orang lain. Karena, dalam dunia yang penuh drama dan kekurangan ini, kita butuh lebih banyak mata lebah untuk terus bergerak maju, bukan cuma ngedumel.
Beberapa perbandingan Mata Lalat vs Mata Lebah di Dunia Nyata
Kadang, kita suka banget bikin perbandingan, kan? Seperti perbandingan antara si Mata Lalat dan Mata Lebah. Kedua karakter ini bisa dibilang jadi gambaran sempurna tentang dua jenis orang yang ada di sekitar kita: si pencari kesalahan dan si pencari solusi. Jadi, gimana sih perbandingannya? Yuk, kita bahas!
Bayangin deh, kalau ada dua orang yang duduk di sebuah ruangan. Si Mata Lalat langsung fokus ke debu-debu kecil di lantai. Sedangkan si Mata Lebah, dia malah melihat bunga di sekelilingnya. Gitu juga di dunia nyata, lho! Mata Lalat selalu ngebesarin hal-hal kecil yang nggak penting, seperti kesalahan sekecil noda di baju atau komentar nggak penting dari orang lain. Lalu mereka akan menciptakan cerita besar dari masalah sepele yang seharusnya nggak perlu dibesar-besarkan. Coba deh, bayangin di dunia politik, ada yang fokus nge-zoom ke omongan "kecil" dari lawan politik, sampai-sampai jadi bahan kampanye atau berita panas sepanjang minggu. Padahal, mungkin si lawan cuma bercanda waktu itu. Ternyata, yang jadi ribut malah hal-hal yang nggak berarti!
Nah, si Mata Lebah itu kebalikannya. Dia lebih tertarik mencari solusi daripada mengkritik hal-hal kecil. Dia punya pandangan optimis: "Mungkin ada masalah, tapi kita bisa atasi bareng." Jadi, kalau si Mata Lalat bilang, "Lihat deh, pemerintah cuma fokus sama hal-hal nggak penting!", si Mata Lebah justru bilang, "Ya, meskipun ada masalah, mereka lagi berusaha kok untuk perbaikinya. Yuk, kita dukung mereka!"
Contoh cerita lucu dalam panggung politik dan sosial dalam perspektif Mata Lalat dan Mata Lebah
Misalnya nih, dalam dunia politik, ada satu pihak yang sibuk banget ngegali kesalahan sepele dari lawan politiknya. Bayangin aja ada yang komen, "Eh, menteri ini waktu debat ngomongnya rada tercecer, jadi jelas dia nggak kompeten!" Lalu semua media heboh membahas masalah yang cuma sepotong itu. Mata Lalat yang satu ini emang jago banget cari kekurangan! Tapi si Mata Lebah, di sisi lain, malah berfokus pada upaya pemerintah untuk memperbaiki ekonomi dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan. Gimana, kan? Mana yang lebih produktif? Si Mata Lebah jelas, kan!
Di sisi sosial, hal yang serupa terjadi. Misalnya di sebuah komunitas, ada seorang tetangga yang hanya suka mengeluh, "Wah, kok acara lingkungan kita kali ini nggak asyik ya, nggak ada musiknya!" Padahal, acara tersebut bertujuan untuk membersihkan lingkungan dan bikin penghijauan. Si Mata Lalat hanya melihat kekurangan dalam acara tersebut, tanpa memahami tujuan besar dari kegiatan itu. Sedangkan si Mata Lebah akan berusaha melibatkan diri dalam acara tersebut, nyari solusi buat bikin acara lebih meriah, dan tetap menjaga tujuan utamanya agar bermanfaat bagi komunitas. Jadi, si Mata Lebah bukan cuma mengkritik, tapi ikut beraksi!
Kesimpulan: Jadi, Kamu Pilih Mata Lalat atau Mata Lebah?
Di dunia yang penuh tantangan ini, kita dituntut untuk memilih perspektif mana yang mau kita bawa. Apakah kita ingin jadi pengkritik yang cuma bisa nyari kesalahan tanpa memberi solusi---mata lalat yang hanya fokus pada kekurangan dan kesalahan? Atau, kita lebih memilih menjadi agen perubahan, orang yang tidak hanya melihat masalah, tapi juga melihat harapan dan solusi di baliknya---seperti si mata lebah yang selalu melihat dunia dengan optimisme dan tindakan positif?
Mungkin sih, dalam kehidupan sehari-hari, kita semua pernah jadi mata lalat---nyinyir, kritis, atau cenderung fokus pada hal-hal yang nggak beres. Tapi, coba deh sesekali jadi mata lebah yang penuh harapan, melihat setiap masalah dengan pikiran terbuka, dan mencari cara untuk mengatasinya.
Pesan terakhir yang harus kita ingat: walaupun si mata lalat kadang muncul dalam kehidupan kita---baik itu dari diri sendiri maupun orang lain---sebaiknya kita lebih banyak mencari kebaikan dan potensi, seperti mata lebah. Dunia ini, apalagi di dunia politik dan sosial, butuh lebih banyak pemimpin dan individu yang fokus pada solusi ketimbang masalah semata. Jadi, mari kita jadi lebah yang membawa perubahan, bukan lalat yang hanya sibuk mencari celah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI