Mohon tunggu...
Sri Mustari Handayani
Sri Mustari Handayani Mohon Tunggu... Guru - Guru selalu belajar sepanjang hayat

Guru, belajar menulis, berbagi ilmu dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karang Terjal Berliku

30 Oktober 2022   21:33 Diperbarui: 30 Oktober 2022   21:51 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desir pasir seakan berbisik lembut menyapa pagi. Mentari pun mulai menampakkan sinarnya tanpa malu, rupanya pagi ini cukup cerah. 

Termenung  Via di tepian pantai, sambil menatap keindahan alam anugrah Tuhan yang tiada bandingannya. Bersyukur  adalah suatu keharusan, karena segala apapun yang telah Tuhan berikan merupakan belai kasih dariNya, dalam bentuk kesedihan ataupun kebahagiaan semua adalah kehendakNya. Kita sebagai hambaNya harus  selalu sabar dan ikhlas menjalani dan menerimanya.

Via, anak seorang pedagang ikan asongan adalah gadis manis, soleh patuh terhadap kedua orang tuanya. Via hanya lulusan Sekolah tingkat menengah ( SMP), karena kedua orang tuanya tidak mampu melanjutkannya ke tingkat lanjutan atas. Setiap pagi Via selalu sabar menunggu para nelayan menepi membawa hasil lautnya , setelah mereka menepi biasanya Via langsung menghampiri dengan membawa dua ember kecil di tangan kanan dan kirinya. Dengan penuh kesabaran dan hati - hati maka Via terus memilih - milih hasil laut yang ada di harapannya, seraya menawar harganya agar lebih rendah lagi demi mencari keuntungannya hari ini. 

Setelah berhasil memilih dan membayarnya Via bergegas kembali pulang dengan mengayuh sepedanya. Dan ibunya telah menunggu di halaman rumahnya untuk  segera berkeliling menawarkannya ke lingkungan yang lebih jauh dari daerah pesisir pantai. 

Setelah ibunya berangkat, Via biasanya mengerjakan pekerjaan rumah dari memasak hingga merapikan lingkungan rumahnya. Hal itu sudah biasa dilakukannya. Sesekali melihat teman sebayanya yang pergi melewati halaman rumahnya dengan seragam putih abunya, hati Via terkadang merasa sedih melihatnya, karena dalam benaknya Via masih ingin sekolah seperti mereka. Namun takdir berkata lain sehingga Via harus tetap ikhlas menjalaninya. 

Ayah Via yang sudah tua renta beberapa hari ini hanya bisa duduk karena sakit, menatap  dan merasa sedih setiap kali melihat anak semata wayangnya itu memperhatikan temannya yang hendak pergi ke sekolah. Walaupun Via  berusaha menutupinya, namun hati ayahnya tentulah lebih tahu. 

Setelah pekerjaan rumahnya selesai, Via selalu menyiapkan air hangat untuk mandi dan kemudian menyiapkan sarapan untuk ayah tercintanya. Menunggu ibunya kembali pulang, terlihat resah gelisah pada diri Via, karena sudah cukup lama ibunya tak kunjung pulang. 

Melihat jarum jam yang terus berputar, terasa hari semakin siang namun ibunya tak kunjung pulang juga. Via pun meminta izin kepada ayahnya untuk mencari ibunya. Baru saja Via keluar  dari pintu rumahnya terdengar suara tetangganya memanggil namanya. 

"Via, Via ibumu  baru saja kecelakaan di depan toko sepeda! 

Sontak Via pun berteriak " Astaghfirullah,Ibu... Sambil menjerit dan lari Sekuat-kuatnya menuju tempat kejadian. 

Sesampainya di depan toko sepeda, terlihat ibunya sudah di bawa mobil menuju ke Puskesmas terdekat. Via pun menjerit histeris seraya memanggil - manggil ibunya. Orang-orang yang berkerumun melihat dan kemudian ada salah satu ibu menawarkan dirinya untuk membantu mengikuti laju mobil yang membawa ibunya. 

Sampai di Puskesmas Via belum bisa melihat jelas ibunya karena langsung di bawa ke ruang UGD, yang menemani masuk ke dalam adalah sopir orang yang membawa ibunya. 

Kemudian ibu - ibu yang mengantarnya  menceritakan kejadian sebenarnya kalau ibunya tadi terserempet mobil Honda yang membawa ibunya itu, 

Sedikit tenang hati Via, karena orang yang menyerempet ibunya bertanggung jawab mau mengantar dan menunggui ibunya. 

Selang beberapa menit kemudian sopir mobil honda itu keluar dari ruang UGD dan memanggil Via, kemudian Via pun lari bergegas mendekatinya. Rupanya orang tersebut adalah paman dari teman SMP nya dulu dan sudah mengenal Via. Om Ras, panggilannya. Via pun bersalaman sambil menangis dan bertanya. Om Ras, gimana keadaan ibu saya? 

Lelaki itu kemudian menunjukkan ke arah pintu dan mempersilahkan Via masuk  dan kemudian beliau pun mengikutinya. 

Ibunya masih tergeletak lemas dan di kepalanya ada perban melingkar berlumuran darah, hati Via semakin sedih melihat keadaan ibunya yang dari pagi belum sarapan hingga terjadinya kecelakaan. 

Sambil memeluk ibunya Via pun tak kuasa menahan tangisnya. Ibu, maafkan aku tidak bisa membantu ibu! 

Ibunya pun menangis seraya memeluk dan berkata "tidak apa- apa nak, Ibu yang kurang hati - hati. Tak lama pun Om Ras mendekat dan berkata" Maafkan saya bu... Saya tidak sengaja!"

Setelah mendapatkan perawatan dan pemeriksaan dari dokter akhirnya ibunya Via pun di perbolehkan untuk pulang. Om Ras masih tetap menunggu dan mengantar Via dan ibunya pulang. 

Tak cukup sampai disitu derita Via hari itu, ayahnya yang tadi ditinggalkan di rumah terjatuh di depan pintu kamar mandi, dan tetangga terdekat sedang berkerumun juga di rumahnya memberikan pertolongan untuk ayahnya dan dinyatakan telah meninggal dunia. 

Begitu melihat di rumahnya banyak orang hati Via pun cemas dan teringat dengan ayahnya. Via pun turun dan keluar dari mobil lari ke dalam sambil berteriak "ayah, ayah... Kenapa ayah?"

Terlihat ayahnya sudah terbujur kaku di atas ranjang ruang tengah, Via pun menjerit histeris sambil memeluk ayahnya. 

Semua orangpun menangis menyaksikannya, ikut merasakan betapa sedihnya hati Via. Ibunya pun menangis sambil terduduk masih menahan sakit di kepala dan tangannya. 

Hari itupun menjadi kelabu, seakan pagi yang tadi cerah kini gelap tak ada cahaya bagi Via, sambil terus memandangi wajah terakhir ayahnya butiran air matanya selalu  jatuh dan terjatuh lagi, Via merasa hidupnya bagai tak bernyawa lagi, tanpa ayah yang dicintainya. Tak bisa membayangkan kehidupan berikutnya, yang dia rasa seakan karang terjal berliku hari itu harus dilewatinya. Kepada siapa lagi dia akan bersandar karena diyakini bahwa ibunya tak sekuat ayahnya. Menangis dan terus meratapi kesedihannya. 

Tak lama terdengar lantunan ayat suci Al- qur'an dibacakan oleh Om Ras, hati Via langsung merasa tenang seolah Om Ras mengajak Via melalui karang terjal berliku yang sempat dia bayangkan tadi, Alhamdulillah.... dalam hati Via berkata, Om Ras membantu mengingatkan kalau Via harus ikhlas dan sabar menerima kenyataan. Via pun mengambil air wudhu dan ikut mendoakan ayahnya di sebelah Om Ras. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun