Mohon tunggu...
Sri Mustari Handayani
Sri Mustari Handayani Mohon Tunggu... Guru - Guru selalu belajar sepanjang hayat

Guru, belajar menulis, berbagi ilmu dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Inikah Takdirku?

21 Oktober 2022   20:16 Diperbarui: 21 Oktober 2022   20:20 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari bersembunyi dibalik awan hitam, angin sepoi menghempas rambut Rinjani yang panjang tergerai. Dengan pakaian rapi dan modis Rinjani duduk di kursi, tepatnya di sudut halaman depan rumahnya. Tampak sedang menunggu sesuatu. 

Sesekali dia berdiri dan melihat jam di pergelangan tangannya, lalu duduk kembali. 

Setelah beberapa menit kemudian datang sosok pria tampan, dengan kaos oblong warna biru rapi, walau berpakaian  sederhana tidak mengurangi ketampanannya. Dengan di antar om GO-JEK , kemudian pria itupun turun dari motor  GO-JEK.

 Pria itu kemudian menghampiri Rinjani sambil tersenyum manis, Rinjani pun membalas senyumannya. 

Dio, adalah kekasihnya, anak saudara sepupu dari suami bibi ( adik ibunya) yang selama ini tak ada restu dari Hartanto, ayahnya.

Karena Dio hanya seorang karyawan toko, hidupnya sederhana dan dari keluarga yang cukup sederhana di bandingkan keluarga Rinjani yang hidup berkecukupan dan mewah, Hartanto tidak menginginkan puterinya hidup kekurangan, seperti bibinya yang terlanjur cinta dan menikah dengan sepupunya Dio dan kini hidup kekurangan. 

Baru saja Dio dipersilahkan duduk, tiba-tiba terdengar suara keras dari dalam rumah Rinjani seolah membentak dan memaki - maki pria tadi, Dio. 

" Rinjani, masuklah sudah berkali-kali ayah katakan tak usah lagi kau bertemu dan berteman dengannya! Sambil berdiri di depan pintu rumahnya dengan wajah seram, mata melotot tajam dan kumisnya yang baplang. Selalu selektif semua teman pria yang mendekati Rinjani kalau tidak sesuai dengan ekspektasi maka tak segan - segan langsung di usirnya. 

Rinjani pun tertunduk malu, wajah yang tadinya berseri indah kini berubah menjadi muram, sedih terlihat butiran air matanya jatuh perlahan seakan sesak di dadanya menahan rasa yang mengekang selama ini. 

Makin kuat dan keras terdengar suara Hartanto " Rinjani!! Masuklah jangan kau layani temanmu itu yang tak tahu diri"

Rinjani masih tetap berdiri sambil terus tertunduk pilu, seakan enggan meninggalkan Dio yang sama - sama tertunduk sedih. 

Tak lama kemudian Dio pun berpamitan untuk pulang sambil menjulurkan kedua tangannya ke Hartanto, namun tidak di sambut baik. Hartanto dengan tegasnya berkata " Pergilah! Tak ada gunanya kau kemari, sampai kapanpun jangan harap aku akan merestui. 

Terdengar sadis kata- kata Hartanto, seolah tak ada perasaan iba sedikitpun. 

Dio pun pergi tanpa basa basi sambil terus tertunduk, rasa sedih dan malu terlihat di wajahnya, ketika sampai di ujung gerbang halaman rumah itu,Dio pun menoleh melihat kalau Rinjani masih menatap dan memperhatikan dirinya. Namun Dio terus berlalu dan keluar dari pintu gerbang tanpa menutupnya kembali. 

Tanpa berkata-kata, Rinjani kemudian berlari sambil menangis menuju kamarnya. Ingin menjerit, marah dan melawan atas semua sikap ayahnya yang tak pernah mau mengerti, selama ini Rinjani menjalin kasih atau pertemanan tak pernah ayahnya bersikap baik. 

Terdengar suara getar handphone Rinjani, Dio memanggil, dengan suara lirih Rinjani mengangkat telponnya. Kemudian berbaring dan menarik selimutnya untuk menutupi handphone, agar tidak terlihat kalau sedang menerima telpon dari Dio. Tanpa disadari kalau ayahnya sudah berdiri di pintu kamar dan membentaknya " Rinjani! Dengan nada keras. 

Spontan Rinjani pun menutup dan mematikan teleponnya. Dengan tetap berbaring membelakangi ayahnya Rinjani terisak - isak menangis, mengingat Dio, dan ibunya yang belum juga kembali dari rumah neneknya. Dalam benaknya jika saja ada ibu, tentu  bisa berlindung di pelukan ibunya yang penuh kasih sayang. Disaat-saat sedih seperti ini hanyalah ibu yang bisa menenangkan hati dan membuat suasana rumah jadi adem tanpa ada ibu di rumah ayah selalu merasa kuat dengan egonya. 

Hari makin gelap dan malam pun tiba, ibu pulang bersama adik Rinjani. Terdengar suara mobil masuk ruang garasi, Rinjani segera berlari menghampiri ibunya. namun, Lagi-lagi  ibu dan adik laki-lakinya terlihat murung dan sedih, entah apa yang terjadi. Rinjani pun merasakan pasti ada sesuatu dan bukan saat yang tepat dirinya untuk mencurahkan isi hatinya itu. 

Akhirnya setelah ibu masuk dan bertemu ayahnya, terjadilah pertengkaran yang sengit antara ayah dan ibunya. Rinjani dan adiknya terdiam diruang tengah mendengarkan percekcokan ayah dan ibunya, ternyata selama ini ayah akan menjodohkan Rinjani dengan seorang pengusaha ternama, teman ayahnya. 

Sehingga terjadilah pertengkaran antara ayah dan ibu. Ibu tidak setuju karena Rinjani dijadikan istri Keduanya. Begitu mendengar percekcokan itu Rinjani menangis sambil memeluk adiknya seraya berkata " Ayah jahat. Ayah tidak sayang sama kita, yang ada di benak dan fikirannya hanya dunia belaka. 

Demi harta, tahta atau kehormatan, ayah  mengorbankan anaknya sendiri. Di dunia ini tiada kegembiraan yang abadi, tiada kemakmuran yang lestari, takdir itu ada, semua itu Tuhan yang menentukan. Selama kita masih bisa berdo'a dan berusaha , Tuhan takkan mengingkari janjiNya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun