Mohon tunggu...
SRI ERDAWATI
SRI ERDAWATI Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAI Auliaurrasyidin Tembilahan

Akademisi di bidang Pendidikan Dasar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keliru Memaknai "Golden Age"

23 Juli 2020   18:14 Diperbarui: 23 Juli 2020   21:25 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Istilah 'Golden Age' sangat femiliar di telinga masyarakat modern, tetapi sudahkah mereka mengerti apa dan untuk siapa masa 'Golden Age' itu dilekatkan? Kendati telah umum digunakan, masih saja ada sebagian masyarakat bahkan akademisi keliru memaknai istilah 'Golden Age'.

Satu kasus, ada yang menganggap 'Golden Age' merupakan usia atau masa kejayaan dan kesuksesan dalam perjalanan hidup seseorang. Meskipun sulit dan relatif, untuk menentukan standar kesuksesan, secara etimologis anggapan ini boleh saja dapat dibenarkan, tetapi sangat tidak tepat bila dihubungkan dalam konteks Ilmu Pendidikan.

Kasus kedua, ada yang memahami bahwa 'Golden Age' itu dilekatkan untuk anak yang dilahirkan dari pasangan orang tua yang telah matang secara biologis, dewasa secara psikologis, bahkan mapan secara finansial. Anggapan ini memang terlihat sangat menakjubkan, tetapi ini juga bagian dari sebuah kekeliruan dalam memahami makna 'Golden Age'.

Dalam perspektif Pendidikan, masa 'Golden Age' tentu bukan dipakai untuk mengistilahkan usia kesuksesan karir seseorang seperti anggapan kasus pertama. Begitu pula dengan kasus kedua, 'Golden Age' tidak diukur dari usia, kondisi fisik dan psikis orang tuanya ketika menikah, akan tetapi diukur dari usia sang anak. 

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Karyono, seorang Psikolog dari Universitas Nasional Karangturi, ia menyebutkan, masa 'Golden Age' (Masa Emas) merupakan istilah yang disematkan kepada anak-anak di awal kehidupannya, lebih spesifiknya rentang usia 0-5 tahun.

Masa 'Golden Age' di atas dinyatakan juga dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, No. 20 tahun 2003 dengan istilah "Anak Usia Dini", yakni kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun. Undang-undang ini tampaknya dirancang sejalan dengan program Wajib Belajar yang diawali dari usia 6 tahun. 

Dalam cakupan yang lebih luas, NAEYC (National Association for The Education of Young Children) menetapkan rentang Anak Usia Dini diukur dari usia 0-8, tidak dibatasi oleh program pendidikan pra-sekolah maupun sekolah formal. Meliputi taman penitipan anak, taman kanak-kanak (TK), bahkan Sekolah Dasar (SD).

Kendati penetapan standar usia 'Golden Age' atau Anak Usia Dini berbeda-beda, namun masih dapat ditarik benang merah, satu kesamaan yang prinsipil, yakni masa 'Golden Age' dimulai dari usia anak 0 tahun, bukan diukur dari usia kesuksesan karir seseorang yang sifatnya relatif, dan tidak pula diukur dari usia pernikahan kedua orang tuanya.

Pada masa 'Golden Age' ini seluruh saraf dan organ tubuh anak mulai menjalankan fungsinya. Di masa ini seluruh panca indera, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan peraba pada tubuh anak mulai aktif. Anak akan merekam, meniru, dan menyerap informasi apapun yang berada di sekelilingnya. 

Oleh sebab itu, peran dan didikan orang-orang terdekat sangat berpengaruh pada sisi psikologis anak. Anak akan menjadi orang yang periang atau sebaliknya menjadi seorang yang pemurung ketika dewasa ditentukan pada masa ini.

Masa 'Golden Age' kerap juga disebut sebagai 'Golden Moment" (Kesempatan Emas). Sebab, di masa inilah orangtua dapat membentuk karakter, sifat, dan sikap seorang anak yang akan dibawanya hingga masa remaja dan dewasa. Pemikir-pemikir Islam kerap mengumpamakan anak sebagai kertas putih bersih, orang tuanya-lah yang akan melukis di atas kertas putih tersebut. 

Baik dan buruk, indah dan jelek, rapi dan berantakannya hasil lukisan tersebut tergantung pada orang tua dan orang-orang terdekat si anak. Maka tidak salah bila ada pepatah kuno mengatakan: "Buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya".  Artinya, watak, prilaku, dan karakter sang anak sangat mirip dan memang merupakan cerminan dari kedua orang tuanya.

Senada dengan itu, Islam bahkan menekankan pentingnya penanaman nilai-nilai agama sejak dini. Di dalam hadits disebutkan, "Setiap anak lahir dalam keadaaan suci (fitrah), tetapi orangtuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi". 

Nah, inilah landasan yang menunjukkan betapa pentingnya memberikan pendidikan sedini mungkin. Selayaknya orangtua telah mencontohkan bagaimana tata cara bersuci, menghafal doa-doa pendek, dan praktek ibadah yang mudah, terutama shalat.

Sampai di sini, sudah jelas siapa dan rentang usia berapa manusia dapat disebut berada pada masa 'Golden Age' sehingga tidak perlu lagi ada keraguan dan kekeliruan dalam memaknai istilah tersebut. Dengan pemahaman ini pula 'Golden Age' dianggap sebagai masa paling potensial bagi anak untuk belajar dan merupakan waktu paling berharga untuk mengenal sesuatu yang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun