Mohon tunggu...
Sri Endah Mufidah
Sri Endah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAI di Pemkab Blitar

Menyukai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PR, Ternyata Tetap Menjadi Solusi Jitu Anak Mau Belajar

30 Oktober 2022   21:23 Diperbarui: 30 Oktober 2022   21:37 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PR atau Pekerjaan Rumah adalah tugas yang lazim diberikan seorang guru kepada muridnya untuk dikerjakan di rumah. Guru, ketika memberikan sebuah PR tentulah memiliki tujuan tertentu. Ada yang memiliki tujuan untuk pengayaan pengetahuan siswa, ada yang memiliki tujuan menghabiskan materi pelajaran dan berniat menuntaskan target materi, bahkan ada yang memiliki tujuan agar si anak memiliki kesibukan ketika berada di rumah. 

Akan tetapi, saat ini hampir 50% lebih, para siswa mengambil les tambahan belajar di luar sekolah. Ada yang mengambil bimbingan belajar di lembaga yang sudah kredibel, ada juga yang mengambil tambahan belajar di guru secara perorangan (bukan lembaga pendidikan). Banyak sekolah memberikan lembar kerja kepada siswa-siswanya untuk bahan latihan di rumah. Hal ini tentu bisa menambah wawasan siswa dan bisa digunakan sebagai bahan latihan. 

Beberapa tempat les ada yang "nakal" dan hanya mengerjakan lembar kerja yang disediakan dan tidak memiliki materi khusus bagi para siswanya. Tempat les yang seperti ini, yang sering kali hanya membantu mengerjakan PR para siswa. 

Sebagai seorang pendidik, saya sering mendapat aduan juga masukan dari para wali murid. Beberapa aduan tersebut bisa saya rangkum sebagai berikut:

-Pernah suatu hari putrinya mendapatkan PR sebanyak lebih dari 5 lembar, padahal sianak tersebut bersekolah di sebuah full day school. Seringkali, ketika si anak sudah tak berdaya untuk melanjutkan belajarnya, ayahnya yang melanjutkan mengerjakan PRnya, karena biasanya, bila PR tersebut belum selesai dikerjakan, si anak akan mogok sekolah, karena takut mendapat hukuman dari gurunya. 

Apabila begini keadaannya, apa fungsi dari pemberian PR? oke, katakanlah, materi tersampaikan, akan tetapi bagaimana dengan ketuntasan belajarnya, apabila yang mengerjakan adalah orang tua atau bahkan guru lesnya? Tidak ada gunanya bukan? 

-Ada wali murid yang datang kerumah, karena putrinya mendapatkan PR yang belum dijelaskan gurunya di kelas. Akhirnya, sianak, yang belum bisa mengerjakan PRnya menangis dan minta tolong ibunya untuk membantu mengerjakan.

Apabila orang tuanya adalah seorang yang memiliki Pendidikan cukup tinggi tidak akan menjadi masalah, lantas bagaimana apabila orang tuanya adalah seorang yang tidak berpendidikan? Jangankan untuk membantu mengerjakan PR, membaca saja banyak yang tidak mampu, terutama yang tinggal dipelosok desa, yang umumnya adalah pekerja kasar. Bukankah pemberian PR hanya akan membebani siswa beserta orang tuanya? 

-Ada juga yang mengadu, tugas-tugas yang diberikan tidak pernah diberi apresiasi oleh guru, bahkan di koreksi saja tidak. Nah, bagaimana kita bisa mengetahui, si siswa sudah menguasai materi yang kita berikan atau belum, apabila tidak pernah dikoreksi atau diberi nilai. 

Sebagai wali murid, saya punya pengalaman juga terkait PR yang diberikan guru kepada anak saya. Saat itu masih dalam situasi pandemic covid 19. Pembelajaran masih diberikan secara daring, sehingga tidak bisa dipungkiri, pembelajaran tidak bisa sejelas dan segamblang dibanding pembelajaran secara luring. 

Durasi pertemuan pembelajaran secara daring juga tidak bisa seperti pembelajaran luring. Meskipun pembelajaran secara daring, akan tetapi materi harus tetap tersampaikan. Dan yang terjadi kemudian adalah pemberian tugas yang seabrek dengan pembekalan yang minim. 

Orang tua harus berperan lebih banyak dalam pembelajaran. Jadi ibu dan jadi guru. Karena saya kurang begitu mahir untuk beberapa mata pelajaran, jadilah setiap waktu belajar dan mengerjakan tugas, saya harus "berperang" dengan anak saya. 

Bertepatan dengan peringatan Hari pahlawan tanggal 10 November 2022, seluruh siswa SD dan SMP di Surabaya bebas dari PR. Menurut walikota Surabaya Eri Cahyadi, alasan peniadaan PR adalah agar siswa lebih bisa menguatkan pembentukan karakter dengan didampingi keluarga di rumah. Tetapi apakah benar, dengan tidak adanya PR bisa membuat para siswa terbentuk karakter positifnya? Lantas, bagaimana dengan anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya bekerja seharian? 

Peniadaan PR menurut hemat saya bukanlah sebuah jalan keluar. Dengan tiadanya tugas sama sekali, akan membuat siswa terlena dalam menghabiskan waktu ketika berada di lingkungan rumah. Saya yakin, mereka akan lebih banyak bermain dan menghabiskan waktu dengan gadget atau televisi saja. 

Jadi, menurut saya, pemberian tugas sebagai pengayaan harus tetap diberikan tetapi dalam porsi yang wajar dan tingkat kesulitan yang rendah, sehingga tidak perlu minta bantuan kepada siapapun dalam menyelesaikan tugasnya. Dengan begitu, anak-anak bisa tetap belajar dengan senang, begitu pula waktu bersama dengan keluarga tidak akan terlewatkan. 

Blitar, 30 November 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun