Mohon tunggu...
Sri Endah Mufidah
Sri Endah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAI di Pemkab Blitar

Menyukai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Korupsi, Apapun Alasannya Tidak Dibenarkan oleh Hukum

9 Desember 2021   11:33 Diperbarui: 9 Desember 2021   11:42 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata korupsi menurut menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebuah kata benda  yang artinya penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sedangkan arti mengorupsi (kata kerja) adalah menyelewengkan atau menggelapkan (uang dan sebagainya)

Berbicara tentang korupsi erat sekali kaitannya dengan kolusi, nepotisme, kekuasaan, suap menyuap serta ambisi.

Korupsi, tidak hanya dalam bentuk uang atau barang saja. Penggunaan waktu yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku sebenarnya sudah dikategorikan sebagai tindakan korupsi. Hanya saja, korupsi dalam bentuk ini tidak bisa diusut secara lebih detail.

Secara luas, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi. Penyebab korupsi ini bisa ditinjau dari beberapa teori yang berkembang, antara lain:

1. Teori Triangle Fraud (Donald R. Cressey). Menurutnya, ada tiga penyebab seseorang melakukan tindakan  korupsi yaitu adanya tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi (rationalization).

- Tekanan yang dimaksud bisa dimaknai dengan beberapa interpretasi, bisa bermakna adanya tekanan dari atasan, dari keluarga (karena  faktor ekonomi), atau dari  relasi kerja.

- Kesempatan, maksudnya adalah, kesempatan seseorang melakukan tindakan korupsi terbuka lebar, seperti lemahnya sistem yang ada atau kurangnya kontrol managemen. Termasuk ke dalam faktor kesempatan adalah lingkungan yang mendukung seseorang melakukan tindakan korupsi.

- Rasionalisasi adalah sebuah alasan yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindakan pembenaran   untuk melakukan tindakan korupsi.

2. Teori GONE (Jack Bologne). Menurut Jack Bologne, ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab adanya korupsi yaitu keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs) dan pengungkapan (expose).

- Keserakahan. Faktor keserakahan maksudnya adalah karena memang sudah menjadi tabiat seseorang untuk senang melakukan tindak korupsi. Orang tersebut tidak pernah puas dan selalu merasa kurang dengan apa yang telah dimiliki.

- Kebutuhan. Faktor kebutuhan maksudnya adalah seseorang tersebut memang merasa terdesak untuk melakukan tindakan korupsi. Kebutuhan yang paling utama adalah kebutuhan masalah ekonomi.

3. Teori CDMA (Robert Klitgaard). Menurut Robert Klitgaard korupsi (corruption) terjadi karena faktor kekuasaan (directionary) dan monopoli (monopoly) yang tidak dibarengi dengan akuntabilitas (accountability).

- Faktor kekuasaan yang dimiliki seseorang sangat memberikan ruang yang luas dan lebar  seseorang melakukan tindakan korupsi. Kekuasaan yang dimiliki dijadikan tameng dan hal ini berkaitan erat dengan kesempatan yang dimiliki.

-Faktor monopoli maksudnya adalah seseorang tersebut menjadi satu-satunya penentu kebijakan dimana yang lainnya memiliki peran yang lemah.

- Faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak dibarengi atau disertai akuntabilitas yang cukup memadai memberi kesempatan yang luas adanya tindakan korupsi.

4. Teori Willingness and Opportunity. Menurut teori ini korupsi bisa terjadi bila ada kesempatan akibat kelemahan sistem atau kurangnya pengawasan dan keinginan yang didorong karena kebutuhan atau keserakahan

5. Teori Cost Benefit Model. Teori ini menyatakan bahwa korupsi terjadi jika manfaat korupsi yang didapat atau dirasakan lebih besar dari biaya atau risikonya.

Sering kita melihat praktek korupsi yang ada disekitar kita. Mulai dari jenis korupsi yang nilai nominalnya kecil sampai yang besar.

Pernah, ada seorang kepala desa diproses hukum karena kasus korupsi senilai ratusan ribu. Tapi, yang namanya hukum harus tetap ditegakkan. Hukum tidak memandang seberapa besar uang atau barang yang dikorupsi.

Sebenarnya, kalau ditelaah lebih jauh, praktek korupsi itu memang tidak boleh  dilihat dari besar kecilnya nilai yang diambil atau dikorupsi. Semua tindakan penyelewengan yang merugikan sebuah perusahaan atau negara dan hal tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan golongan, harus diusut secara tuntas. Kenapa? Hal itu dimaksudkan supaya praktek korupsi tidak semakin merajalela.

Semakin tinggi atau semakin besar nominal uang yang dikorupsi, maka semakin berat pula hukuman yang harus diterima. Jangan sampai, korupsi senilai milyaran diberi hukuman yang sama dengan yang korupsi senilai ratusan ribu rupiah.

Jadi intinya, korupsi terjadi karena faktor kesempatan, kekuasaan, kebutuhan, tekanan, keserakahan, kurang bagusnya sistem managemen dan lemahnya hukum.

Apapun alasannya, korupsi adalah sebuah tindakan melanggar hukum. Seberapa kecilnya barang yang dikorupsi harus dipertanggung jawabkan dihadapan negara dan Allah Swt.

Blitar, 9 Desember 2021

Sumber gambar: https://news.detik.com/

Sumber: https://www.kompas.com/

Sumber: https://kbbi.web.id/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun