Kita pasti tidak asing dengan istilah BSS (Bumi Sejuta Sapi) yang menjadi program unggulan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengembangan sapi di NTB dilakukan di dua pulau yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Karena keterbatasan lahan pulau lombok dikembangkan dengan sistem pengandangan sedangkan Pulau Sumbawa yang masih memiliki lahan pengembalaan yang sangat luas dikembangkan dengan sistem Larso/Lepas.
Sejarahnya demikian, tiga bulan setelah TGH M. Zainul Majdi dilantik menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat pada 2008, ia mencanangkan program Bumi Sejuta Sapi yang kemudian dikenal dengan sebutan NTB-BSS.
Sementara NTB-BSS itu merupakan salah satu program unggulan Majdi dan Badrul, yang pencapaian target satu juta ekor sapi di akhir masa jabatan mereka di 2013. Kedua memilih pengembangan sapi sebagai salah satu program unggulan sekaligus menjadi program pendukung swasembada daging nasional di tahun 2014.
Dengan semangat demikian, tentu saja rencana impor daging sapi atau kerbau oleh pemerintah, dalam hal ini Keenterian Pertanian (Kementan) dan Perum Bulog, layaknya sebuah "pelecehan" bagi NTB yang telah memiliki program luhurnya sendiri.
Puluhan pengurus dan anggota Asosiasi Persatuan Peternakan Kecil (APPK) Provinsi NTB menolak adanya daging sapi impor masuk ke NTB. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Pedagang Hewan Nasional Indonesia (Pepehani) Kabupaten Sumbawa Rudi Darmawangsyah bilang, keberadaan daging impor yang bebas masuk dan diperjual-belikan di NTB dinilai sangat merugikan para peternakan sapi rakyat. Dibebaskannya masuk daging sapi impor berdampak besar.
"Tuntutan kami adalah menolak kehadiran daging impor di bumi sejuta sapi. Karena program Bumi Sejuta Sapi (BSS) ini sudah berhasil menjadi daerah swasembada daging sejak 2011," katanya seperti dilansir Radar Lombok, pekan ini.
Tersedianya daging impor di pasar tradisional di Pulau Lombok bahkan di Pulau Sumbawa mulai meramaikan pasar. Pemerintah daerah dan pusat memasok daging sapi impor dengan dalih untuk melakukan intervensi disaat harga daging sapi lokal tinggi.
Daging impor masuk ke NTB dijadikan sebagai intervensi dari pemerintah bagi masyarakat disaat hari tinggi, karena harga daging sapi lokal dinilai terlalu mahal. Dengan kehadiran daging sapi impor menjadi ada pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan daging sapi dengan harga lebih murah. Tapi justru kebijakan impor daging beku tersebut merugikan peternak lokal. Lebih-lebih melecehkan NTB yang populer dan dikenal sebagai daerah penghasil sapi dengan sebutan Bumi BSS.
Rudi mengatakan NTB sudah berhasil menjadi salah satu daerah suplayer ternak bibit untuk kebutuhan bibit sapi nasional, karena BSS sudah diakui oleh negara. Selain itu NTB juga telah ikut menyumbang untuk menyelamatkan kebutuhan pasokan daging sapi nasional.Â
Tapi hanya untuk kepentingan bisnis oknum tertentu, justru mematikan rakyat peternak pribumi. Bukannya melindungi rakyat dalam hal ini peternak lokal, tapi justru mematikan peternak dalam daerah dan menyejahterakan peternak asing dengan kebijakan impor daging.