Di Indonesia, salah satu jenis kanker yang paling ditakuti oleh para perempuan yaitu kanker payudara dengan melihat prevalensi kasus baru yang sangat tinggi sebanyak 43,3% dan jumlah kematian sebanyak 26,8% pada tahun 2017, dimana diprediksi akan terjadi peningkatan setiap tahunnya.
Tentunya ini menjadi warning agar bagaimana segera ditemukan upaya strategis dan sistematis yang mampu menekan angka yang semakin signifikan.
Data dari Global Burden Cancer (GLOBOCAN), International Agency For Research on Cancer (IARC) menunjukkan bahwa kanker payudara merupakan jenis kanker dengan persentase kasus baru tertinggi yaitu sebesar 43,3%, disusul dengan kanker prostat sebanyak 30,7%, dan kanker paru sebesar 23,1%.
Data dari Dinas Kesehatan Pemprov Sulawesi Selatan tercatat 170 kasus kanker payudara dan merupakan urutan pertama penyakit yang mengancam kaum perempuan di Sulawesi Selatan.Kanker payudara adalah tumor ganas yang terbentuk dari sel-sel payudara yang tumbuh dan berkembang secara tidak terkendali sehingga menyebar ke organ tubuh yang lain. Masalah kanker payudara masih menjadi beban berat bagi Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pemerintah telah mencanangkan berbagai program sebagai upaya penanganan masalah kanker payudara seperti program pengendalian dengan menitikberatkan pada upaya Promotif dan Preventif, salah satunya mendeteksi dini dengan metode SADARI.
SADARI (Periksa Payudara Sendiri) merupakan salah satu upaya untuk mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda kanker payudara seperti teraba benjolan, rasa sakit pada payudara, dan gejala lainnya. SADARI ini sangat dianjurkan kepada para wanita karena 85% benjolan di payudara ditemukan sendiri oleh penderita.
Penyebab pasti kanker payudara hingga saat ini belum diketahui sehingga kita harus tetap waspada. Pengetahuan dan kesadaran menjadi bekal utama, masyarakat harus mengetahui minimal faktor-faktor resiko dari kanker payudara dan menyadari pentingnya menghindari faktor resiko tersebut. Semakin dini sesorang mengetahui adanya gejala kanker payudara yang dirasakan, semakin besar pula peluang untuk disembuhkan.
Menurut saya, tantangan terbesar saat ini dalam pengendalian kejadian kanker payudara adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat sehingga dalam hal ini, masyarakat harus berperan aktif dalam program-program yang diberlakukan terkait dengan pengendalian kanker payudara, salah satunya adalah dengan menerapkan program SADARI dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan survey dan wawancara yang telah saya lakukan terhadap 48 orang siswi di salah satu SMA di Kabupaten Jeneponto, 79,1% (38 orang) diantaranya mengaku tidak tahu dan tidak pernah melakukan SADARI, selebihnya mengetahui namun tidak melaksanakannya. Ini merupakan fakta yang miris menurut saya dan pembiaran akan fakta tersebut harusnya tidak boleh berlarut karena urangnya pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya deteksi dini akan menjadi cikal bakal peningkatan prevalensi kejadian kanker payudara.
Himbauan kepada para wanita untuk membudayakan SADARI sebagai upaya untuk mendeteksi dini kanker payudara terus dilakukan. Namun faktanya, banyak kasus kanker payudara yang terdeteksi saat meraba tanpa sengaja dan menemukan adanya benjolan, bukan melalui SADARI. Bahkan banyak kasus yang ditemukan sudah dalam stadium lanjut sehingga kemungkinan untuk sembuh semakin kecil, sehingga saya menyimpulkan bahwa para wanita belum memiliki kesadaran untuk membudayakan SADARI tersebut secara rutin.
Bahayanya, kanker payudara stadium awal sulit untuk terdeteksi, bahkan tidak ada gejala buruk yang dirasakan, ukuran sel kanker yang kecil menyebabkan tidak nampaknya benjolan dari luar, dalam kondisi inilah dengan SADARI benjolan akan teraba yang biasanya disertai dengan nyeri. Jika gejala tersebut ditemukan, segaralah melakukan pemeriksaan lebih lanjut di pelayanan kesehatan.