"Peradilan etik di Mahkamah Kehormatan Dewan yang legalistik (seperti orang beracara di sidang peradilan umum), bertele-tele dan menyita perhatian publik itu memang cukup atraktif dan menghibur. Hanya saja, rasa-rasanya tidak banyak bermanfaat bagi rakyat selain menghibur. Tidak pula ada jaminan bahwa melalui peradilan politik itu spirit of Indonesia, validitas konstitusi, sistem berbangsa dan bernegara akan dipulihkan."
Kegaduhan Politik, Parodi Berbiaya Tinggi
Kalau ada yang bertanya, Anda tau apa tentang PT. Freeport, tentang operasionalnya apalagi tentang Kontrak Karyanya, saya akan menjawab bahwa saya sebenarnya tidak tahu apa-apa tentangnya. Beberapa hal yang saya ketahui hanyalah gambar-gambar tentang tambang emas, kabar-kabarnya yang waaahhhh, kegaduhan dan hal-hal yang tidak penting lain tentang PT. Freeport.
Gonjang-ganjing di kementerian ESDM dan sektor tambang, baik di masa Sudirman Said menjadi Menteri ESDM/masa pemerintahan Presiden Jokowi (soal Petral, Korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Papua, dan belakangan soal Perpanjangan Kontrak PT. Freeport) maupun di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu rasa-rasanya saya gak ngerti-ngerti amat. Rasanya pula, gak bermakna buat rakyat seperti saya. Yang menjadikannya “bermakna” justru pers.
Dengan berbagai publikasi yang menyertai gonjang-ganjing ini saya sedikit terhibur dengan segala kisah waahhhh tentang negeri antah berantah yg gemah ripah loh jinawi. Saya melihat tontonan parodi para pemimpinnya yang sibuk dengan syahwat kekuasaan masing-masing. Rasa ingin tahu saya terpuaskan, seberapa pun yang saia dapatkan.
Saya sebagai rakyat yang biasa di plokotho, dikadalin, dikibuli merasa seolah-olah terbebas dari segala kibul-muslihat berkat berbagai berita dan informasi yang berseliweran di segala ruang melalui media televisi, koran dan media sosial lainnya. Hati kecil saya bersuara : Nah...kudapat kau sekarang... Haha. Rakyat merasa bisa membentuk agenda settingnya sendiri, dengan dukungan informasi yang seolah-olah lengkap, obyektif, berimbang (demi sebuah kebebasan). Di situlah rakyat merasa berkuasa, hidup di jaman merdeka....hahahaha dan demokratis. Di situ pulalah tesis neoliberalisme untuk sebagiannya tergenapi : rakyat harus terhibur. Saya pun terhibur. Suerrr.
Freeport yang Merekam, Sudirman Said yang Menyebarkan Rekaman, Indonesia yang Menegang
Siaran langsung beberapa televisi swasta (Rabu, 02/12/2015) membuka mata kita semua bahwa kegaduhan ini menjadi semakin gaduh dengan beredarnya rekaman pembicaraan antara tiga orang (ada anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang mengindikasikan 4 orang dan telah di dubbing) yang kemudian diinisialkan oleh pembuat transkrip sebagai MR, MS dan SN. Konon MS inilah yang merekam pembicaraan. Dia adalah orang Indonesia yang menjadi salah satu petinggi PT. Freeport Indonesia. Motif perekaman pembicaraan belum kita temukan secara meyakinkan, sekalipun yang bersangkutan sudah bersaksi di depan Mahkamah Kehormatan Dewan.
Motif perekaman belum diketahui. Motif penyebaran rekaman dan transkrip juga belum jelas. Dalam dialog tiga pihak yang direkam itu, sejauh yang saya tangkap posisi MS terkesan mengkondisikan, mengkonfirmasi hal-hal tertentu dan mengamplifikasi hal-hal tertentu. Meskipun dapat dikaji (apalagi jika rekamannya lengkap tidak dipotong-potong) namun lagi-lagi, belum jelas motifnya. Yang sudah jelas-jelas terjadi adalah kegaduhan itu semakin menjadi-jadi karena isi pembicaraan juga sudah beraneka ragam, bukan hanya soal persekongkolan pemburu rente.
Sudirman Said yang memberi keterangan di Mahkamah Kehormatan Dewan pun terkesan sebagai "saksi dengar-dengar dari katanya-katanya" (testimonium de auditu). Yang bersangkutan dengan gagah membawa sebuah berita dari orang lain (MS) dimana posisi MS sebagai orang PT. Freeport adalah juga stake holder dari kementerian ESDM sekaligus stake holder dari Pemerintahan Indonesia dalam arti luas. Menjadi semakin bingung kita, ketika melihat pihak stake holder telah digunakan atau malah menggunakan share holder untuk "menghantam" share holder Indonesia lainnya. Pertanyaannya, apakah itu tugas seorang menteri? Sudirman Said harus menjelaskan bahwa tidak ada konflik of interest di situ.
Rentang Nilai antara Politik untuk Kekuasaan dan Politik untuk Kepentingan Umum