Suasana ramai menjelang tahun baru telah berlangsung hingar bingar. Subuh baru menyapa saat pasar tradisional telah  diramaikan oleh transaksi penjual dan pembeli. Aneka hasil bumi, unggas, bumbu dan aneka jajanan lezat menambah keriuhan pasar. Di satu sudut, terdapat tumpukan daun ketupat pandan siap meramaikan acara pergantian tahun. Ini adalah big season di akhir tahun. Pak Mane kembali dari tugas luar kota membawa ole-ole seekor ikan merah raksasa yang tampak menyeramkan.
"Ini ikan apa Pak? Apakah dapat dimakan? Horor sekali tampaknya," Bu Mane bertanya cemas melihat performa ikan aneh yang tidak lazim dilihatnya.
"Kata orang gunung, ini adalah ikan mas merah yang ditangkap dari sungai di pedalaman. Rasanya sangat enak jika dibakar dan dicocol tomat bercampur kecap. Sedap....," Pak Mane menjawab santai pertanyaan istrinya. Bu Mane kembali memandang penuh keraguan pada ikan yang teronggok di atas meja dapur.
"Aku kok merinding melihat tampang ikan ini," Bu Mane mengelus tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin. Wajahnya menatap cemas mata ikan yang membelalak memandangnya. Bu Mane merasa jantungnya berdebar hebat, serasa gimana gitu dipandangi oleh seekor hewan air aneh bin ajaib yang dibawa suaminya.
"Ayolah Bu, jangan ngomong melulu. Cepat bersihkan ikan ini supaya aku membakarnya. Kamu masih menyimpan arang sisa pembakaran minggu lalu?"
"Iya.. arangnya masih ada dalam karung di sudut dapur."
"Kamu siangi dan bumbui ikan ini. Aku siapkan pembakarannya di halaman belakang," Pak Mane berjalan mengambil karung berisi arang dan membawanya keluar. Bu Mane segera menyiapkan sereh, jeruk nipis dan aneka bumbu untuk membuat ikan bakar. Diliriknya sekilas tubuh ikan yang besar, beratnya nyaris mencapai 2,5 kg. Ikan horor itu bersisik tebal, sirip memanjang mirip surai singa dengan mulut manyun memperlihatkan jejeran gigi nan tajam. Bu Mane segera membersihkan ikan yang dibawa suaminya. Licinnya kulit ikan yang sedang disiangi membuat jari Bu Mane tanpa sengaja teriris pisau. Dia mengaduh dan lelehan darah dari luka di jarinya membasahi permukaan ikan yang sedang dibersihkannya. Bu Mane sangat terkejut melihat lelehan darah di tangannya terserap masuk ke dalam tubuh ikan yang sedang dibersihkan. Bu Mane menjadi penasaran dan mengelus permukaan ikan yang menyerap lelehan darah dari tangannya. Tiba-tiba indra penciuman Bu Mane mendeteksi aroma tanah basah bercampur bau kembang setaman. Â Bulu kuduknya tiba-tiba meremang. Segera dia mencuci ikan tersebut dan membalurnya dengan bumbu.
Pak Mane sedang sibuk menyalakan arang untuk membakar ikan. Di kejauhan dilihatnya sang istri datang terburu-buru membawa baskom plastik berisi ikan yang telah dibumbui.
"Loh... tanganmu kenapa Bu?" Pak Mane heran melihat jari telunjuk kiri istrinya terbalut plester obat.
"Tadi tanpa sengaja jariku teriris pisau saat aku sedang membersihkan si biang kerok ini. Ikan kok tampangnya seram amat. Pasti ikan ini suka makan ikan kecil yang hidup di sungai," penuh rasa kesal Bu Mane meletakkan baskom itu di samping suaminya. Pak Mane terkekeh.
"Bukan hanya ikan kecil dan kodok, ikan ini mampu memakan anak buaya sampai habis sebadan," Pak Mane balas menggoda istrinya yang tampak ketakutan.
"Ahhh... yang benar katamu Pak. Aku tidak mau makan ikan ini..." Bu Mane mendorong baskom itu dari hadapannya. Tawa Pak Mane bertambah kencang.
"Aku hanya bercanda Bu, sejak tadi tampangmu serius sekali."
"Bapak ini, becanda wae, saya kan takut mendengarnya. Baru kali ini saya membersihkan ikan monster. Ukuran sisiknya gede, nyaris sebesar koin seratus rupiah kuningan jadul. Insangnya hitam, juga isi perutnya warna hitam pekat bercampur gumpalan mirip bulu hewan. Jangan-jangan sebelum mati, ikan ini sudah memangsa kucing atau anjing."
"Hus... sembarangan saja. Mana ada kucing atau anjing berenang di sungai. Sekarang dekatkan baskom itu supaya aku membakar ikan ini. Perutku sudah lapar sekali. Kamu siapkan nasi dan lauknya," Pak Mane segera menaruh ikan itu di atas panggangan dengan bara menyala merah pekat. Â Bau harum bumbu ikan menguar memenuhi penciuman. Saat bersamaan, kedua putri Pak Mane bernama Sumi dan Lila datang menghampiri orang tuanya. Mereka sangat terkejut melihat ikan tersebut.
"Ini ikan apa Pak? Mukanya seperti setan, aku takut melihatnya," teriak putri bungsu Pak Mane yang bernama Lila. Sumi bergidik ngeri melihat mulut ikan yang bergigi runcing.
"Ini ikan dari sungai yang mengalir di gunung. Bapak bawa kemarin dari kamp," Pak Mane menjelaskan pada kedua anaknya.
"Kenapa tampangnya sangat menyeramkan? Jangan-jangan ikan ini makan katak atau kadal air," celoteh Sumi.
"Hus... sembarangan saja. Daripada kalian terus shudzon terhadap ikan ini, lebih baik kalian ke dalam membantu Ibu menyiapkan makanan. Perut Bapak sudah sangat lapar," Pak Mane menyuruh kedua putrinya membantu sang istri di dapur dan dia menyelesaikan membakar ikan. Saat itu adalah malam pergantian tahun sehingga banyak sekali kembang api indah terlihat di angkasa. Akhirnya ikan bakar matang sempurna. Mereka makan ikan bakar itu bersama dengan beberapa orang tetangga. Rasa ikan itu sangat lezat, dagingnya putih terasa gurih, juicy dan manis. Tanpa menunggu lama, ikan itu telah tandas dan tinggal tulangnya teronggok di piring.
*
Keesokan harinya saat bangun pagi, keluarga Pak Mane dilanda kehebohan karena mendengar teriakan sang istri.
"Bapak... mengapa wajahku seperti ini?" Bu Mane terpekik ngeri melihat pantulan di cermin. Wajahnya dipenuhi bisul bernanah warna merah. Perempuan itu menjadi sangat panik dan berlari ke ruang tamu menjumpai suaminya. Dilihatnya Pak Mane sedang duduk membelakang. Tiba-tiba sang suami berbalik dan Bu Mane terlompat ke belakang saat melihatnya.
"Ya Tuhan, kenapa wajahmu Pak? Ihhh banyak sekali bisul yang menjijikkan," Bu Mane berteriak ketakutan melihat wajah suaminya dipenuhi bisul seperti dirinya. Dari sudut kamar terdengar isak tangis anak-anak.
"Ibu... kenapa wajah kami seperti ini?" si kembar Sumi dan Lila muncul dari balik gorden dan berlari memeluk ibunya. Wajah kedua anak perempuan itu dipenuhi bisul menjijikkan.
"Apa yang menimpa keluarga kita saat ini Pak?" Bu Mane berteriak ketakutan. Dipenuhi rasa penasaran, perempuan itu berlari menuju ke jendela dan mengintip dari balik gorden.
"Apa yang kamu lakukan Bu?"
"Aku ingin menahu apakah tetangga kita wajahnya bisul seperti yang kita alami saat ini. Mereka ikut makan bersama tadi malam kan?" Bu Mane memperhatikan kegiatan tetangganya dari balik jendela. Perempuan itu melihat Deng Komba dan Tiro tetangganya yang semalam ikut makan bersama. Dia sangat terkejut melihat wajah mereka tetap bersih dan tidak mengalami kejadian aneh seperti yang dialami keluarga Pak Mane.
"Mengapa wajahku jadi begini Pak?" istri Pak Mane kembali berteriak histeris melihat wajahnya dipenuhi bisul bernanah dan berbau amis. Wajah Sumi, Lila dan suaminya juga menjadi buruk rupa serupa dengannya.
"Aku juga bingung Bu, kenapa kita menjadi seperti ini," suara Pak Mane gemetar melihat wajahnya sangat menyeramkan di cermin.
"Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan ikan monster yang kamu bawa. Memangnya kamu beli dimana ikan itu?" Bu Mane mengguncang lengan suaminya. Pak Mane terdiam, keningnya berkerut mencoba mengingat sesuatu.
"Aku membeli ikan itu dari seorang nenek misterius yang tiba-tiba muncul dekat kamp tempatku menginap. Katanya dia menahu aku suka makan ikan bakar sehingga menawarkan ikan yang katanya sangat lezat untuk dimakan. Nenek itu juga memberikan hadiah segepok uang untukku," Pak Mane beranjak ke dalam kamar. Dia mengambil uang dari saku celananya. Pak Mane terpekik sangat kaget, uangnya telah berubah menjadi setumpuk daun kering yang berhamburan di atas lantai. Bu Mane terpekik dan jatuh terduduk di lantai.
"Tampaknya kita terkena sihir jahat berasal dari ikan yang kamu bawa kemarin," desis Bu Mane. Pak Mane menganga mendengarnya.
"Apa maksudmu kita sekeluarga terkena sihir? Kamu terlalu berlebihan, tampaknya ini hanya alergi saja," Pak Mane membantah argumen istrinya.
"Kalau alergi karena makan ikan, mengapa Tiro dan Deng Komba tidak terkena penyakit seperti kita? Uang yang kamu bawa juga telah berubah menjadi daun kering. Apakah bukti ini belum cukup untukmu? Sejak awal aku sudah curiga melihat ikan monster itu."
"Tapi Bu, aku kan tidak tahu ikan itu berbahaya untuk kita makan."
"Hatiku berkata, ikan itu adalah jelmaan jin jahat. Saat jariku berdarah, semua lelehan darahnya terserap masuk ke dalam daging ikan. Setelah itu aku merasakan sesuatu yang sangat menakutkan karena hidungku mencium aroma tanah basah mirip seperti tanah kuburan. Ayolah Pak, katakan padaku. Apa yang telah kamu lakukan selama dinas di luar kota?"
"Aku tidak melakukan apapun Bu," Pak Mane kembali membantah tuduhan istrinya.
"Coba ingat kembali Pak, barangkali ada tindakanmu yang menyakiti hati orang lain selama kamu menjalankan tugasmu."
Pak Mane merenung sambil mencengkeram sandaran kursi.
"Aku ingat sekarang, beberapa hari sebelum pulang, aku pernah memarahi seorang bocah aneh yang masuk ke dalam pekarangan kamp. Anak itu bertubuh pendek dengan raut wajah menua, mirip manusia kate. Tubuhnya hitam, bajunya compang camping. Dia mengorek tanah dan membuat lumpur untuk di oles ke dinding bilik. Aku memarahinya dan mengusir dia keluar dari situ sebelum merusak alat lainnya."
"Astagafirullah Pak, seharusnya kamu melarangnya secara baik-baik. Apakah kamu mengenal orang itu, jangan sampai dia menyimpan sakit hati kepada kita" Bu Mane menangis sesenggukan mendengar cerita suaminya.
"Entahlah Bu, aku baru melihat orang seperti itu penampilannya," Pak Mane mengusap rambutnya dan melihat ke plafon. Bu Mane mendengus kesal. Dia berdiri dan masuk ke kamarnya untuk berpakaian. Sepuluh menit kemudian, Bu Mane telah siap bepergian, wajahnya ditutupi phasmina warna gelap.
"Kamu mau ke mana Bu?" Pak Mane bertanya penasaran.
"Aku mau ke rumah Pak Ustadz, minta pertolongan beliau untuk mengobati keluarga kita."
"Terserah kamu Bu, aturlah bagaimana baiknya. Maafkan jika aku telah membuat kesalahan sehingga merepotkanmu."
*
Istri Pak Mane berjalan terburu-buru menuju ke rumah Pak Ustadz yang bersebelahan dengan masjid. Sesampai di sana dia segera menceritakan secara detil semua kejadian termasuk perbuatan Pak Mane memarahi seseorang di tempatnya bekerja.
"Baiklah, saya akan ikut ke rumah Ibu untuk mengobati penyakit aneh ini. Sebelumnya mohon maaflah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala supaya diampuni segala khilaf kata maupun tindakan yang telah menyakiti hati orang yang telah mengalaminya," nasihat Pak Ustadz kepada Bu Mane.
"Iya Pak Ustadz, saya merasa sangat bersalah setelah mendengar cerita suami saya. Semoga Allah Subhana Wa Ta'ala mengampuni khilafnya."
Pak Ustadz meruqyah keluarga Pak Mane karena telah makan ikan kiriman  berasal dari dunia lain. Setelah ruqyah selesai, Pak Mane dan keluarganya memuntahkan cairan hitam pekat berbau busuk dan wajahnya berangsur pulih kembali. Mereka juga harus menjaga lisan maupun tingkah laku sekaligus lebih rajin beribadah untuk menghindari gangguan jin yang dilaknat oleh Allah Subhana Wa Ta'ala (srn).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H