Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers, https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Rio de Cautivo

30 Desember 2024   22:54 Diperbarui: 1 Januari 2025   16:02 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://easy-peasy.ai/ai-image-generator/images/emotional-watercolor-end-of-life-care-services-surrealistic-art

"Hei orang-orang. Kalian lihat ya, perempuan ini telah berkomplot dengan penjahat untuk menculik anak gadisku. Dia ini perempuan kejam bermanis rupa menjadi ibu yang baik hati," ibunya Ayi meludah ke tanah menumpahkan kemarahannya. Ibunya Mirah mengucapkan asma Allah karena sangat terkejut dengan tuduhan itu.

"Demi Allah, aku tidak menculik putrimu. Aku tidak menahu kemana dia pergi."

"Sabar Bu, kita tunggu dulu sampai malam. Siapa tahu Ayi pulang ke rumah sebelum malam tiba," seorang ibu tetangga mencoba menyabarkan ibunya Ayi namun tangannya ditepis dengan kasar.

"Kamu jangan membela perempuan ini," tudingnya dengan beringas.

"Awas ya, jika kalian terbukti menyembunyikan anakku, pasti kujebloskan kalian semua ke penjara," ibunya Ayi kembali meludah ke tanah dan meninggalkan rumah itu.

"Dasar perempuan edan, kasihan sekali si Ayi. Anak itu menjadi minder karena kelakuan ibunya..." terdengar dengung sumpah serapah ibu tetangga yang menyaksikan kejadian itu.

*

Teriakan Ibu melengking sampai ke langit saat melihat peti jenazah Ayi diturunkan dari ambulans. Dua orang polwan dan suster mengawal peti jenazah tersebut. Mereka tertunduk takzim menyaksikan raungan ibu kehilangan anaknya. Ibu tidak percaya Ayi telah tiada. Para tetangga berdatangan dan sangat terkejut mendengar bahwa Ayi sudah berpulang ke haribaan Ilahi.

"Mengapa jadi begini Ayi. Mengapa engkau meninggalkan Ibu sendirian," Ibu Ayi berteriak histeris sambil memeluk peti jenazah yang tertutup kain hijau. Kerabat, tetangga dan sahabat Ayi yang tinggal di sekitar rumah tidak kuasa menahan air mata.

"Permisi Ibu, semua barang ini milik  Ayi," seorang Polwan bertubuh tinggi menyerahkan sebuah ransel dan kantong plastik putih kepada Ibu yang terus meraung.

"...dan ini sepucuk surat yang kami temukan dalam kantong jaket almarhumah. Tampaknya surat ini akan dikirimkan untuk anda," Polwan yang seorang mengeluarkan sepucuk surat dari sakunya. Ibu menerima surat itu dengan tangan gemetar dan membaca tulisan di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun