"Kamu bersabarlah, kita tunggu sampai anggur Bapakmu berbuah,"
"Lahhh... anggur milik Bapak kan sudah lama berbuah," Iman memandang wajah ibunya yang memandang tidak mengerti.
"Kata siapa anggur Bapakmu sudah berbuah?"
"Itu kata Madi, anak pak Rusdi, tetangga sebelah. Setiap pekan mereka makan anggur hijau, rasanya manis sekali."
"Oh ya, tetangga kita juga menanam anggur?" Bu Mola bertanya heran.
"Yaelah Ibuuuu... sini aku tunjukkan sesuatu," Iman segera menarik tangan sang ibu menuju ke hadapan pohon anggur milik pak Mola.
"Ibu lihat, ini cabang anggur yang ada di rumah kita. Cabang yang itu larinya kemana, hayooo..."
Pandangan mata Bu Mola mengikuti cabang anggur yang ditunjuk anaknya. Pohon anggur itu merambat riang gembira di atas atap garasi Pak Rusdi dan turun melalui tiangnya. Rasa penasaran mendorong Bu Mola mengintip ke dalam pekarangan rumah Pak Rusdi, tetangga sebelah rumahnya. Jantungnya terasa mau copot. Dilihatnya beberapa tandan buah anggur hijau nan lezat bergelantungan melambai riang menerbitkan air liurnya.
"Dasar tanaman celaka, di sini rupanya kamu melabuhkan semua buah elokmu. Kami luar biasa susah payah mengurusmu siang dan malam hanya mendapat sampah daunmu," hati Bu Mola sangat marah dan dia menyumpahi tanaman itu dari balik tembok. Hatinya geram bukan main, sungguh tega tetangga sebelah rumah telah menikmati anggur itu tanpa sepengetahuannya. Dimatikannya kompor yang memasak sup untuk makan malam. Dia berniat menelusuri kebenaran tanaman anggur itu di rumah keluarga Rusdi.
Keesokan hari, setelah menjemur cucian di halaman, Bu Mola mengintip dari tembok rumahnya. Dilihatnya istri tetangganya sedang memanen anggur di pekarangan miliknya yang kurang terurus. Bu Mola segera mengambil sendal jepit dan berlari ke rumah Pak Rusdi.
"Assalamu alaikum," tiba-tiba Bu Mola sudah berada di dekat Bu Rusdi. Perempuan yang sibuk memanen anggur tampak sangat terkejut. Gunting dan keranjangnya nyaris jatuh. Dia sangat kaget dengan kedatangan Bu Mola yang tidak pernah diduganya.