"Ibu, saya ingin membeli hadiah untuk Bu Ambar," terdengar suara kecil dari mulut Embun.
"Hadiah apa yang ingin kamu berikan untuk beliau?" Ibu mengelus penuh sayang kepala anak tunggalnya.
"Kata teman-teman, Bu Ambar menyukai hadiah limited edition."
Ibu mengernyitkan alisnya, kaget sekali mendengar istilah itu keluar dari mulut anaknya yang masih bau kencur.
"Embun, hadiah limited edition itu sangat mahal harganya. Kamu tahu kan pekerjaan ayahmu selama ini?"
"Jadi Embun harus bagaimana Ibu?"
"Sebuah hadiah tidak perlu mahal. Buatlah sesuatu dengan hati tulus. Ibu yakin si penerima pasti sangat gembira melihatnya."
"Benarkah itu Ibu?" mata Embun kembali berbinar.
Ibu mengangguk, senyum kasihnya mengembang untuk  menguatkan sang buah hati. Namun jauh di lubuk hati paling dalam, sang Ibu menahu benar, hadiah yang dibuat dengan hati tulus belum tentu mampu menaklukkan hati Bu Ambar, guru paling matre di sekolah putrinya.
"Sebuah hadiah tidak perlu mahal. Buatlah sesuatu dengan hati yang tulus. Ibu yakin si penerima pasti sangat gembira melihatnya."
Kalimat ini terus menggayuti kepala Embun dan menimbulkan rasa sakit berkepanjangan. Hal ini timbul karena seminggu lagi hari ulang tahun Ibu Ambar, wali kelasnya. Semua anak sudah berencana memberikan kado terindah untuk sang guru.