Penampilan rumah bergaya baroque dengan cat putih gading  sungguh memukau dalam pandangan mata siapapun. Bangunan berlantai dua ini berdiri mewah dan megah bagaikan istana di tepi jalanan yang selalu aku lalui setiap berangkat ke sekolah. Yang menarik minatku setiap kali melewati rumah itu,  selalu kulihat sosok seorang lelaki kurus yang berada di balik jendela kamar lantai dua. Bagaikan patung, lelaki misterius itu selalu memandang ke jalan. Pemilik rumah megah ini baru bertinggal di situ sejak beberapa bulan yang lalu. Â
Kata Pak RT, keluarga baru ini menolak berinteraksi dengan siapapun. Rasa penasaran dari cerita Pak RT plus siapa sosok lelaki misterius itu membawa kakiku melangkah ke rumah itu. Sayangnya penghuni rumah itu sangat sulit untuk ditemui. Saat terdapat waktu senggang, bagaikan detektif jempolan, aku mulai mengamati rumah itu dari kejauhan. Sesekali kulihat seorang lelaki tua keluar gerbang untuk membuang sampah. Setelah sekian lama aku menjalankan prosedur wait and see, akhirnya aku berhasil melakukan operasi tangkap tangan bapak tua yang bertinggal di rumah mewah itu.
"Mohon maaf Pak, saya Maya. Rumah saya berada di ujung jalan ini. Siapa lelaki yang selalu berada di balik jendela kamar di sana?" aku menunjuk sebuah jendela tempat lelaki misterius itu selalu berdiri memandang ke jalan. Lelaki berambut putih itu memandangku curiga dengan ekspresi kurang senang.
"Nama saya Pak Udin. Orang yang kamu tanyakan namanya Den Yucel," jawabnya ketus.
"Siapa dia Pak?" tanyaku sangat bersemangat. Hatiku berdegup kencang mendengar nama Yucel. Amboi, namanya saja sungguh keren apalagi performa orangnya, begitu kataku dalam hati.
"Den Yucel putra tunggalnya Mister Hisam. Dia itu..."
"Pak Udin..." terdengar pekikan suara seorang perempuan dari pekarangan.
"Maaf, saya harus masuk dulu. Kamu pulanglah..." pria tua itu tergopoh menutup pintu gerbang dengan penuh rasa ketakutan. Kudengar teriakannya membalas panggilan sang Nyonya pemilik rumah. Aku menghela nafas dan pulang ke rumah dengan ribuan pertanyaan yang belum  terjawab.
Sosok misterius bernama Yucel telah berhasil menggoreskan warna baru dalam hidupku. Setiap bangun pagi, aku selalu merasa bersemangat untuk berjumpa dengan lelaki itu. Tanpa kusadari, rutinitasku setiap hari berjalan kaki di depan rumahnya telah menumbuhkan bunga kerinduanku untuknya.Â
Seringkali aku berdiri agak lama dan melambaikan tanganku namun tidak digubrisnya. Setiap hari saat berangkat ke sekolah, tanpa mengenal lelah aku selalu melambaikan tanganku pada lelaki itu. Tanpa kuduga, suatu hari Yucel membalas lambaian tanganku juga. Wajahku terasa panas dan hatiku berbunga-bunga karena perasaan senang luar biasa. Jarak jendela yang jauh dari pagar rumah menyebabkan aku tidak dapat melihat raut wajah Yucel, tapi itu bukan halangan besar untukku. Akhirnya kami saling melambaikan tangan setiap kali aku berangkat ke sekolah. Hal sederhana itu sudah cukup memberikan kegembiraan di hatiku.