Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist. I believe my fingers...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Medical Check Up, Si Pembuka Rahasia Kehidupan

25 Maret 2023   11:07 Diperbarui: 25 Maret 2023   12:37 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menunggu Nomor Antrian Medical Check Up (Sri NurAminah,2023)

Ajal, jodoh dan rezeki adalah takdir Tuhan. Hidup sehat jasmani dan rohani merupakan rezeki serta impian semua orang, namun tidak semuanya mendapatkan keinginan tersebut. Kondisi kesehatan prima sangat didukung oleh gaya hidup sehat yang membutuhkan biaya ekstra dan disiplin menjalankannya. Contohnya mengkonsumsi sayuran organik sangat dianjurkan karena tanamannya dipupuk dengan kompos, pupuk kandang dan bebas dari bahan kimia termasuk pestisida. Jika ditanyakan ke masyarakat, pastilah semua orang mau mengkonsumsi sayuran organik karena bebas residu bahan kimiawi. Yang membuat orang mundur selangkah demi selangkah karena harga sayuran organik berkali lipat dibandingkan harga sayuran yang sama jenisnya di pasar tradisional. Memang benar harga sangat menentukan kualitas, namun daya beli masyarakat yang rendah plus pola pikir belanja murah meriah dan banyak untuk urusan rumah tangga membuat pupusnya impian membeli makanan yang sesuai standar kesehatan.

Harga seikat kangkung akar berlabel organik setara dengan sekantung plastik kangkung akar yang dibudidayakan secara konvensional (dipupuk kimiawi dan semprot pestisida jika terserang serangga hama). Seorang Ibu adalah decision maker terbaik untuk keluarganya. Dia adalah penanggung jawab service yang diberikan dalam kehidupan rumah tangganya. Apapun jenis belanjaan yang dibawa seorang Ibu yang baru pulang dari pasar merupakan hasil kerja keras yang harus dihargai. Jumlah rupiah yang dibawa ke pasar seringkali tidak sesuai dengan jenis barang kebutuhan yang ingin dibeli. Beratnya perjuangan tawar menawar untuk mendapatkan makanan yang layak konsumsi ditambah tenaga ekstra untuk mengolahnya menjadikan kita harus mengapresiasi kerja keras seorang Ibu dalam memelihara kesehatan keluarganya.

Bulan Januari adalah awal memasuki kehidupan baru di tahun 2023. Saat itu saya menerima surat edaran  tentang tawaran Medical Check Up (MCU) dari institusi tempat saya bekerja. MCU adalah cek klinis tentang kondisi kesehatan seseorang dengan dilakukannya pemeriksaan eksternal dan pengambilan sampel (darah, urine) untuk laboratorium . 

Manfaat MCU adalah dapat mendeteksi secara dini penyakit 'laten' yang bersemayam dalam tubuh seseorang. Saya merasa sangat bahagia dan luar biasa karena belum pernah menjalani MCU. Selama ini MCU hanya diberlakukan untuk kalangan tertentu di dalam institusi. Hari ini, surat edaran dari Rektorat mengundang secara resmi semua dosen dan pegawai untuk memilih waktunya masing-masing melakukan MCU di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh universitas. Yang pertama terpikir di kepala saya adalah jenis pemeriksaan dan berapa biaya yang dibutuhkan untuk jalani MCU itu. 

Sebelum mengiyakan ikut MCU, saya harus mendapatkan kepastian apakah program itu berbayar mandiri atau dibayarkan oleh institusi. Beberapa kolega yang saya tanyakan tentang keikutsertaan mereka dalam MCU beberapa tahun yang lalu tidak memberikan jawaban memuaskan. Segelintir orang mengabaikan tawaran tersebut karena merasa ketakutan melihat alat kesehatan di rumah sakit, ada juga yang menolak karena tidak kuat menerima vonis tentang status kesehatannya. Tidak satupun menyinggung biaya karena mereka memang tidak jalani proses tersebut.

Mengapa saya ngotot menanyakan tentang biaya? MCU berkaitan dengan service yang diberikan oleh Rumah Sakit kepada klien. Hal ini identik dengan uang yang harus disediakan.  Tidak terbayangkan betapa malunya setelah registrasi, periksa kiri kanan dan menerima kuitansi yang nilai nominalnya mampu membuat seseorang terkena serangan jantung. Impian buruk ini membuat saya meluncurkan banyak sekali pertanyaan kepada narahubung yang tercantum nama dan nomor kontaknya di dalam surat edaran dari Rektorat. 

Alhamdulillah, biayanya ditanggung universitas dan saya akan menjalani beberapa pemeriksaan rutin sesuai dengan umur. Narahubungnya adalah seorang dokter. Dia meminta saya mengisi Google Form untuk memberikan data awal tentang kesehatan klien serta mencari 'hari terbaik' melakukan MCU karena butuh waktu ekstra menjalani rangkaian pemeriksaan. Sesuai instruksi dari narahubung, malam sebelum dilakukannya MCU saya mulai berpuasa selama 8 jam sampai ke waktu pemeriksaan. Hal ini sangat penting dilakukan untuk keperluan pemeriksaan gula darah puasa.

Jadwal registrasi Rumah Sakit dimulai jam 08.00 pagi. Saat saya tiba di Lounge RS, sudah ada beberapa orang dosen dan pegawai mengantri untuk diambil sampel darahnya. Terlihat rasa cemas dan ngeri ngeri sedap tercermin dari wajah orang-orang itu. Ada juga yang sibuk berkomunikasi via ponsel dan tidak peduli dengan kegalauan di sekelilingnya. Di depan kami disediakan aneka cemilan manis. Perut saya terasa sangat lapar karena menjalani puasa sejak mulai tengah malam. Rasanya ingin sekali memakan cemilan yang bertengger cantik di dalam toples, tetapi makanan ini tidak boleh dikonsumsi sebelum dilakukan pengambilan sampel darah. Jangan sampai hasil pemeriksaan gula darah tidak valid gegara adanya kontribusi kandungan gula dari cemilan manis yang baru disantap.

Tiba giliran saya untuk diambil sampel darah. Saya diminta duduk di depan seorang Dokter dan seorang Perawat. Dokter itu memakai masker, terlihat sangat sibuk mengisi kartu warna kuning. Perawat yang bertugas mulai tidak sabaran mencari pembuluh darah di lengan saya. Lengan saya kecil sehingga pembuluh darahnya sulit ditemukan. Perawat itu kelihatan menghela nafas, mungkin dia lelah karena telah melayani beberapa orang sebelum tiba giliran saya. Perawat itu kembali meraba lengan saya, dari bagian kanan pindah ke lengan kiri. Akhirnya si perawat mohon ijin mengambil darah dari pembuluh darah yang berada di punggung tangan dengan alasan pembuluh darah saya sulit ditemukan. Si Perawat juga memberitahukan bahwa pengambilan darah dari punggung tangan akan terasa 'lebih' sakit karena berada di dekat tulang. Saya yang sudah stres duluan karena pembuluh darah belum ditemukan sontak menolak dengan tegas melakukan prosedur itu.

'Kok saya dibeda-bedakan dengan orang sebelumnya padahal ada juga yang lebih kurus dari saya' kata saya kepada Perawat itu.

'Saya mau jalani MCU bukan untuk mencari penyakit baru. Kalau memang anda tidak sanggup mencari pembuluh darah saya, silahkan panggil dokter atau Perawat lain untuk membantu.'

Saya merasa sangat kesal mau dijadikan 'kelinci percobaan' pengambilan sampel darah. Apakah ini konsekuensi MCU dibayarkan institusi sehingga ada treatment 'try and error 'untuk klien?

Alhamdulillah, setelah mendengar 'ceramah' saya tentang rasa sakit, perawat itu mencoba mencari lagi, dan berhasil menemukan pembuluh darah yang dicari. Klien jalani MCU untuk mengetahui kondisi kesehatannya bukan untuk stres karena diberikan treatment baru dan tentunya lebih sakit dari treatment sebelumnya. Untunglah saya menolak duluan treatment yang mau diberikan. Kalau tidak, barangkali punggung tangan saya sudah bengkak setelah MCU karena banyak sekali tulang kecil yang berada di area tersebut.

Setelah pengambilan sampel darah, saya diminta ke basement untuk menjalani sesi rontgen (foto thoraks untuk melihat kondisi paru-paru). Saya juga dibekali kartu kuning dan sebuah botol plastik untuk menaruh urine yang dibutuhkan dalam MCU. Setelah pengukuran tinggi dan berat badan, seorang dokter mencocokkan data kesehatan awal dari Google Form dengan kondisi terkini saya saat itu. Setelah itu saya diarahkan menuju ke ruangan rontgen (X-ray) untuk diambil foto kondisi paru-paru. Prosedur rontgen selesai, saya segera menuju ruang USG. Selama jalani prosedur tersebut klien dilarang kencing supaya hasil USG-nya bagus. Dokternya perempuan, meminta saya berbaring di atas dipan. Dia mulai menaruh gel dan memeriksa kondisi internal perut saya. Dokter itu heran, berkali-kali dia memeriksa suatu area di bagian tenga perut

'Disini saya tidak menemukan rahim milik ibu,' Dokter itu menunjuk ke layar monitor.

Saya melihat ke arah yang ditunjuk Dokter sambil tertawa. 

'Iya Dok, rahim saya sudah diangkat karena pendarahan saat melahirkan anak ketiga.'

Itulah kesempatan terbaik saya bertanya kepada Dokter tentang kondisi alat reproduksi di perut saya. Setelah operasi Caesar sekaligus pengangkatan rahim, saya merasa sangat tidak puas dengan pelayanan Dokter kandungan dan RS tempat saya dieksekusi. Perihal saya sudah kehilangan rahim dan kawan-kawannya,  saya menahu tiga bulan setelah operasi. Saat itu kedua anak saya tanpa sengaja bercerita tentang rahim saya yang telah diangkat saat adiknya lahir. Saya yang mendengar percakapan itu merasa sangat marah karena kejadian sepenting itu dirahasiakan oleh keluarga. Rahim atau uterus adalah sumber hormon. Apalah arti seorang perempuan jika dia sudah tidak mempunyai rahim, bagaimana hormon kewanitaan dihasilkan jika produsennya itu telah pergi untuk selama-lamanya? Menopause sudah pasti, tetapi pengaruhnya ke hal lain? Ribuan pertanyaan dan rasa cemas akan masa depan bersama suami tercinta (karena rahim sudah tidak ada) terasa menghunjam di dalam kepala.

Diantar oleh suami, sore harinya saya mengunjungi klinik Dokter yang mengoperasi saya. Jawaban Dokter yang terkesan cuek dan setengah hati  tidak memenuhi rasa ingin tahu saya. Setelah sembilan tahun berlalu, dari hasil MCU saya baru menahu bahwa rahim, indung telur dan mulut rahim sudah tidak ada lagi di perut saya. Secara medis saya harus bersyukur karena sudah tidak mempunyai leher rahim atau serviks yang berpotensi menjadi sarang penyakit kanker. Saya sangat bersyukur menjadi peserta MCU karena saya telah menemukan jawaban mengapa saya harus menopause dini gegara pengangkatan rahim setelah kelahiran si putri bungsu. Setelah pemeriksaan USG, saya diminta menyimpan urine di dalam keranjang yang terdapat di luar toilet. Proses MCU selesai setelah saya mengembalikan kartu kuning ke Lounge RS. Hasil pemeriksaan lengkapnya akan dikirimkan via email yang telah didaftarkan.

Ketakutan menghadapi alat medis atau rasa tidak nyaman berada di RS adalah hal yang sangat manusiawi dan wajar adanya. Menjalani MCU membutuhkan jiwa besar untuk mendengar vonis adanya alien atau penyakit berbahaya yang bersemayam dalam tubuh kita. Seorang individu adalah penentu hidupnya mau sehat atau tidak. Sebelum menjalani MCU, klien harus bertanya secara rinci tentang fasilitas pemeriksaan yang akan dijalani, bagaimana prosedurnya, apa persyaratannya dan berapa biayanya. Informasi awal sebelum melakukan MCU mutlak adanya supaya klien siap lahir dan batin menjalani proses tersebut. Semoga artikel ini membawa pencerahan untuk Pembaca yang akan menjalani MCU. Salam sehat dan bahagia selalu (srn).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun