Saat Andita membuka pintu kamarnya, kedua bidadari cilik Yucel menerobos duluan masuk ke dalamnya dan membanting dirinya ke kasur. Andita tersenyum dan membiarkan kedua bocil itu saling melempar bantal dan boneka kain yang berada di atas tempat tidur. Yucel tersenyum masam melihat keonaran bocilnya. Lelaki itu berdiri di pintu bersama sang pemilik kamar yang kelihatan pasrah total. Mereka memperhatikan tingkah para bocil yang berguling sambil tertawa di atas tempat tidur milik Andita yang telah berantakan. Perempuan itu merasakan hangatnya desah nafas Yucel yang  menyentuh daun telinganya. Tangan Yucel memeluk erat pinggang Andita, bagaikan sepasang  ayah dan bunda yang menyaksikan keriuhan anaknya bermain.
"Ummm... Look at them. They are so happy inside your beautiful room. Amazing..."
Amazing apanya, umpat Andita dalam hati. Dengan sebal perempuan itu segera mendorong pipi Yucel yang tersenyum lebar. Andita masuk ke dalam kamar, membenahi bantal yang jatuh ke lantai, mengambil boneka kain kesayangannya dan menyimpan buket bunga mawar merah ke dalam vas berisi air. Duh Tuhan, alamat jadi kapal pecah kamarku ini, jerit batin Andita dalam hati.
Tiba-tiba kedua bocil ini berteriak ingin ke toilet. Segera Yucel membukakan pintu toilet yang berada di dalam kamar dan mereka bergegas masuk ke dalam. Kebelet kencing rupanya mereka setelah menghabiskan seporsi besar es krim di kafe. Andita  membawakan handuk kecil untuk kedua bocil itu. Dilihatnya tangan kanan Yucel menggenggam erat pegangan pintu toilet, terdengar suara gaduh ala bocil bermain air di dalamnya. Tanpa membuang kesempatan, secepat kilat Yucel menarik lengan  Andita dan mendaratkan kecupan di bibir merah sang gadis. Sontak handuk yang dipegangnya terjatuh saat mendengar kata I love you terlontar dari bibir Yucel. Bola mata hitam milik lelaki Turki itu menatap mata Andita sedalam mungkin, seakan berharap dan berjanji menyediakan perlindungan total untuk hati Andita.
Bagaikan disengat kelabang, Andita mendorong tubuh Yucel dan segera meninggalkannya. Perempuan itu menyumpahi dirinya telah bertindak sangat tolol. Andita meraba bibirnya yang masih hangat terkena ciuman Yucel. Di dalam hatinya, Andita tidak menampik (bahkan) dia suka dengan surprise itu karena dia memang mencintai Yucel secara diam-diam. Ini adalah ciuman pertama kali dari Yucel sejak mereka berkenalan setahun silam.
"I love you so much Andita!!!"
Didengarnya teriakan Yucel yang tertawa terbahak-bahak membuat perempuan itu menutup telinganya rapat-rapat karena malu.
Perjalanan ke museum Kroller-Muller terasa sangat menyenangkan. Mereka menaik mobil berempat dan Andita duduk di samping Yucel yang sibuk mengemudi. Sepanjang jalan tangan Yucel menggenggam jemari Andita seakan tak rela untuk dilepaskan lagi. Andita tak kuasa menampik hatinya yang luar biasa senang dengan perhatian Yucel. Tetapi perasaan senang langsung sirna tak bersisa saat matanya melihat Petra dan Vivienne. Para bocil yang notabene anak Yucel (dari perempuan lain) sibuk menikmati milk chocolate pemberian Andita yang dibelinya di Primark Arnhem beberapa hari yang lalu. Museum Kroller-Muller merupakan jantung dari De Hoge Veluwe National Park, The Netherlands. Sebuah museum yang melibatkan panorama alam sebagai tempat para pekerja seni mengekpresikan karyanya yang bertebaran di dalam hutan lengkap dengan deskripsinya masing-masing. Kecintaan  orang Eropa terhadap seni dan konservasi keindahan alam terasa sungguh luar biasa. Museum ini sangat memikat pengunjung dengan keindahan alamnya yang memukau.
Setelah membeli karcis, Yucel menggenggam erat tangan Andita melalui jalan masuk yang tersusun dari batu kerikil. Pengunjung disambut dengan latar belakang pepohonan tinggi tanpa daun dan palang besi artistik berwarna merah. Petra dan Vivienne telah berlari duluan meninggalkan mereka. Saat itu adalah peralihan musim salju ke musim semi. Musim apapun yang terjadi di Belanda, suhunya tetap sangat dingin karena hembusan anginnya membuat tulang serasa beku. Andita merapatkan tubuhnya karena dingin dan Yucel memeluk pinggang perempuan yang selalu dirindukannya siang dan malam. Mereka berjalan perlahan di atas batu kerikil. Andita memejamkan matanya sejenak, kembali dia merasa nyaman dalam rengkuhan tangan kekar Yucel. Â Dia adalah lelaki introvert yang tidak pandai berkata-kata. Yucel menganggap segala tindakan yang dilakukannya merupakan suara hatinya. Di dalam hati Yucel bertekad, pada hari itu Andita harus diyakinkan untuk menjadi calon istrinya. Yucel telah jatuh cinta kepada perempuan itu sejak pertama kali mereka bertemu di kelas. Sifatnya yang lugas namun penuh perhatian telah sukses merampas perhatian Yucel. Tanpa disadari oleh Andita, keramahan dan kelembutannya memperlakukan lelaki itu mampu membuat Yucel penasaran dan begitu menginginkan dirinya.
Mereka berempat menyusuri jalan setapak menuju ke hutan yang berisi aneka pohon khas negeri empat musim. Gedung museum ini menyatu dengan hutan dan Andita sangat menikmati pemandangan langka itu. Tanpa mereka sadari, semua pasang mata pengunjung tertuju kepada pasangan spektakuler itu. Yucel dan Andita bagaikan pasutri nan berbahagia yang  membawa anaknya piknik ke museum. Di tengah perjalanan, mereka berjumpa dengan tiga orang Oma Belanda. Salah satunya  menyalami tangan Yucel dengan erat. Semuanya berkata bahwa Yucel sangat beruntung mendapatkan istri penuh perhatian seperti Andita. Dengan bangga Yucel mengucapkan terima kasih dan berkata bahwa inilah pilihan terbaiknya dalam kehidupan. Segera dia merapatkan pelukannya ke bahu Andita yang tersipu malu disisinya. Tidak dapat dipungkiri, maternal care Andita terpancar sangat jelas selama berinteraksi dengan Petra dan Vivienne. Inilah salah satu keistimewaan perempuan Indonesia yang sangat besar perhatiannya kepada anak-anak. Perempuan Indonesia terbiasa hidup dalam big family, menjadikan mereka luwes berinteraksi dengan para keponakan, cucu, cicit  dari sanak saudara dan tetangga.  Sifat mendasar inilah membuat Yucel begitu kagum dengan Andita. Buktinya di dalam hitungan puluhan menit saja, Andita telah akrab dengan bocil yang dibawanya. Bahkan Andita 'rela' mengikatkan tali sepatu Vivienne yang terlepas saat berlarian di atas rumput yang penuh dengan lelehan salju. Padahal anak itu bukanlah darah dagingnya.
Yucel dan Andita berjalan berpegangan tangan menyusuri hutan yang beberapa spotnya terdapat benda seni aneka rupa. Lelaki ini merasa  saatnya sudah tiba untuk menyatakan cinta kepada Andita.
"Do you know Andita, actually Petra and Vivienne doesnot my daughter," kalimat itu melayang terbawa angin, lepas tanpa hambatan. Yucel merasa batinnya sedikit lega. Dia memandang perempuan di sebelahnya.
Andita ternganga, dirinya kaget luar biasa. Spontan dia melepaskan tangan Yucel. Matanya menatap tidak percaya ke wajah Yucel. Padahal dia sedang menimbang-nimbang keputusan terbaik untuk mengeksekusi hubungannya dengan Yucel di hari itu.
"Actually, Petra and Vivienne's mother as my sister. Her parents had died in an accident few years ago. Me and my mother have responsibility taking care of them. I hope you can understand about my condition."Â
Singkat, padat dan jelas pengakuan Yucel terhadap status Petra dan Vivienne.
Jleb...jantung Andita serasa berhenti berdetak. Artinya, nih bang Yucel belum menikah dan kedua bocil itu adalah keponakannya. Yeaaayyyy...batin Andita bersorak senang luar biasa. Tetapi Andita masih pasang muka jual mahal, tak sudilah dia jatuh gengsi di depan lelaki yang telah sukses membuatnya nyaris mati penasaran.
"And then..." Andita menjawab sekenanya.
"I promise, this is the real fact. They are not my daughters. I am just a guardian for them. I need you beside me until the end of my day" Yucel menjawab dengan mantap pertanyaan Andita. Lelaki itu memegang pipi Andita, menatap kedua bola mata bening perempuan yang telah menawan hatinya. Perempuan yang menjadi motivasinya untuk bekerja lebih keras demi membangun masa depan yang baik. Andita menundukkan pandangannya, tetapi tangan Yucel kembali mengangkat dagunya.
"I love you Andita,"
Sentuhan lembut Yucel terasa hangat di wajah Andita. Sebuah ciuman manis mendarat di bibir nan merah dan terasa sangat dingin. Air mata Andita tumpah ruah. Yucel melepaskan kecupannya dan menyeka tetesan air bening itu.
"Could you promise me to taking care of Petra and Vivienne? They are orphans dear,"
Andita mengusap air matanya mendengar kata orphans. Dia tiba-tiba mengingat ayahnya yang sudah lama meninggal. Petra dan Vivienne juga kehilangan ayah seperti aku, jerit batin Andita.
Teriakan Vivienne di kejauhan mengejutkan mereka berdua. Yucel segera membalasnya dengan bahasa Turki dan disambut dengan teriakan gembira.
"Where are them? Did they still safely?"
"Off course, they known well this areas. Last week they come here with school group."
"Ohhh..."
Mereka kembali berjalan menyusuri jalan setapak. Di dekat tembok tiga dimensi terbuat dari batu bata berwarna merah, untuk kesekian kalinya Yucel kembali menyatakan cintanya.
"I love you my Indonesian woman. Would you marry me?"
Wah, makin nekad aja bang Yucel ini, main tabrak ngajak gue menikah, sumpah serapah Andita dalam batinnya. Andita gelagapan, kembali kaget tidak terkira.
"I am not believe you. You have been broke my heart then you will marry me"
"Listen, I know you well. I am sure you still love me with all of my condition. Andita. I wanna be your husband,"
Yucel mengeluarkan sebuah kotak berisi cincin perak bermata biru dan menyematkannya ke jari manis Andita. Dia memandang cincin itu dan melihat wajah Yucel.
"Are you sure, Yucel?"
Sebuah ciuman kembali mendarat di kening Andita. Segera perempuan itu memeluk erat pinggang Yucel dan menumpahkan tangisnya ke dada sang lelaki.
"I love you too, Yucel"
Andita memejamkan matanya, membiarkan angin dingin Belanda menerpa wajahnya yang penuh air mata bahagia. Dia merasakan kembali bibir lembut Yucel mencium keningnya. Berulang kali bibir hangat itu membelai wajah Andita. Perlahan Andita membuka matanya yang basah, dilihatnya Yucel tersenyum. Lelaki itu tampak sangat bahagia.
"Do you know, I am working hard for our future. I apologise sometimes delayed our appointment because I wanna give the best for you," bisiknya dengan perlahan di telinga Andita.
"I bought the silver ring from my salary. I hope you like it. I apologise, all of my manner to you. I am ready meet your family,"
Andita kembali meletakkan wajahnya di dada Yucel yang bidang. Dia sudah lupa kemarahannya pada Yucel. Otaknya  sibuk merangkai kabar bahagia untuk Bunda dengan menyensor beberapa bagian tertentu. Dia sangat kuatir sang Bunda terkena serangan jantung dadakan gegara mendapat kabar Yucel sukses mengoyak-ngoyak wajah anaknya di tengah hutan Otterlo.
Mereka kembali berjalan beberapa meter menyusuri tembok hasil kreasi pekerja seni. Andita masih shock, dia sibuk dengan pikirannya dan membiarkan Yucel memeluknya dengan erat. Yucel sangat memahami sikap diam Andita karena kejadian tadi memang sangat mengagetkan, terutama untuk perempuan sensitif seperti Andita. Yucel merasa begitu bahagia, pilihannya sangat tepat. Inilah realitas bahwa perempuan pilihan hati Yucel belum pernah tersentuh oleh tangan lelaki manapun. Di ujung tembok yang menjadi saksi kisah cintanya, Yucel kembali memberinya kecupan di kening, mata dan belakang telinga Andita. Tiba-tiba perempuan itu merasakan sekujur tubuhnya  menggigil hebat dan terasa panas membara, padahal suhu saat itu sangat dingin. Dia menutup matanya menikmati sensasi panas yang menggelegak dalam darahnya. Alhasil,  tas dan log book Andita telah jatuh ke tanah hutan. Pikiran sadar Andita sudah terbang jauh sekali, dia melupakan sapi bahan penelitiannya yang harus segera diselesaikan laporannya, kewajiban mengumpulkan koleksi janin sapi cacat dalam laboratorium plus omelan panjang lebar Bundanya jika menahu dia berciuman dengan lelaki bukan muhrim.
Mereka terus dan terus memadu kasih di bawah hujan rintik yang turun membasahi hutan nan sepi. It so romantic, kisses under rainy day. Tiba-tiba Andita menghentikan ciuman Yucel karena dia melihat Petra dan Vivienne telah berdiri menunggu di kejauhan. Kedua bocil itu merengek kedinginan dan meminta Yucel membelikan susu coklat hangat dan permen kesukaannya. Yucel segera membawa mereka ke kafe museum. Andita merasa dirinya  sangat lelah naik turun jalan setapak. Dia sudah tidak berselera lagi melihat berbagai makanan yang terhidang di atas meja. Tampaknya dia sudah kenyang oleh ciuman Yucel saat berada di tengah hutan. Namun Yucel memaksanya untuk meminum susu coklat panas sebagai penambah energi. Dengan penuh sayang Yucel meminumkan susu coklat ke mulut Andita. Setelah itu dia meminum sisanya sampai habis. Â
Masih didengarnya ajakan Yucel untuk melihat lukisan bunga matahari milik van Gogh yang dipamerkan di dalam museum. Saat Yucel mengkonfirmasi ke petugas, ternyata pengunjung sudah tidak diperkenankan lagi masuk ke museum karena sudah waktunya ditutup pada hari itu. Setelah puas makan cheese croissant dan minum hot milk chocolate, Petra dan Vivienne berlari menuju kanvas kosong. Mereka melukis menggunakan kuas elektrik berbagai warna. Andita berdiri menunggui kedua bocil itu melukis mengikuti pikirannya. Sepasang pasutri manula berhenti mengamati lukisan karya Vivienne.
"Your daughter will be a best artist with her painting," puji sang ibu Londo dan menyalami tangan Andita. Lagi-lagi pujian sebagai ibu kedua bocil bergaung di telinga Andita.
Ya Tuhan, apakah takdirku memang seperti ini?
Yucel yang baru keluar dari toilet tertawa keras mendengar cerita Andita.
"Off course, say yes if you hear the same comment about us. Since today, you are mine, Andita. I am so glad hear it,"
Di perjalanan pulang, Andita merasa sangat lelah dan wajahnya pucat. Yucel agak cemas melihatnya tapi Andita mengatakan dirinya baik-baik saja. Genggaman tangan Yucel tidak lepas dari jemari Andita sepanjang jalan. Andita mengangkat tangan kanannya dan melihat cincin perak pemberian Yucel.
"Danke well darling" bisiknya dengan mesra kepada lelaki itu.
Saat tiba di apartemen Andita, kedua bocil itu menolak untuk pulang bersama Yucel. Mereka berkeras ingin tinggal di apartemen Andita. Yucel menjadi kelabakan melihat ulah keponakannya.
"We must going home. Grandma will be angry if you are not with me,"
"No. We want to stay with aunty," Vivienne menunjuk Andita.
"Ummm...maybe next week we will come here again. Tomorrow morning, Andita have to go to university. You cannot disturb her,"
Andita menggelengkan kepala, tertawa dalam hati. Segera dia membuka jaket tebalnya dan membiarkan Yucel berurusan dengan keponakannya. Setelah melalui perdebatan panjang dan iming-iming membeli boneka Teddy bear, akhirnya kedua bocil itu sepakat untuk pulang bersama sang uncle. Ketika mereka masuk kencing ke toilet, Yucel memanfaatkan kesempatan itu untuk mencium Andita dengan sepuas-puasnya. Dia sengaja mengunci kedua bocil itu sejenak dalam kamar mandi. Yucel merangkul Andita dengan penuh sayang, menghirup wangi bunga melati dan merasakan degup jantung Andita menggelegak memenuhi dadanya. Dia sekarang yakin, Andita telah menerima cintanya dengan tulus.  Tiba-tiba terdengar teriakan panik dan pintu yang digedor dari dalam toilet. Andita terpekik geli dan tertawa keras. Dia segera melepaskan ciuman kekasihnya dan menghambur memeluk kedua anak yatim piatu itu. Kemudian Andita mengantar tamunya ke pekarangan apartemen, memberikan goodbye kisses untuk Petra dan Vivienne plus sekotak milk chocolate dan air mineral untuk bekal perjalanan. Sebelum menaik mobil, Yucel memberikan  hadiah untuk Andita berupa sebuah kartu bergambar tembok tiga dimensi berwarna merah disertai tulisan I love you. Gambar tembok kenangan di hutan Otterlo, tempat Yucel menyatakan cintanya kepada sang pujaan hati. Andita tersenyum bahagia menerima kartu dan membiarkan Yucel mencium keningnya sebagai ucapan perpisahan di hari itu. Mobil melaju kencang menyisakan langit senja berwarna saga nan indah (srn).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H