"Wah, Bu. Acara pernikahan saja sudah boleh, kok. Itu berkerumun, loh. Banyak lagi. Saya kan hanya satu bus, Bu. Paling banyak 50 orang, apalagi sekarang sudah enggak boleh penuh penumpangnya."
"Tetap enggak boleh, Mbak. 'Kan, di larang pemerintah. Harus ikuti peraturanlah."
Si Mbak garuk- garuk kepala.
"Rakyat biasa seperti kita, harus ikuti aturan, Mbak. Dibilang tidak boleh berkerumun, ya, jangan berkerumun. Acara pernikahan kalau mau datang,ya, harus mematuhi protokol kesehatan. Ya, jangan mentang- mentang sudah swab trus foto pelukan, deketan, enggak pakai masker pula. Nanti, kalau sakit teriak, menyalahkan orang lain yang mungkin terpapar, tetapi hadir diacara. Jaga diri masing-masinglah. Biar cepat hilang COVID-19 di Indonesia."
Si Mbak mengangguk. Entah paham atau tidak. Setidaknya dia tidak ngeyel minta mudik. Kalau ngeyel,ya, pulang kampung saja enggak usah balik kerja lagi. Kan saya bisa laundry, pesan makanan via online. Semua serba mudahkan sekarang. Sekali si Mbak tidak mau mematuhi aturan yang saya buat, selesai kontrak kerja.
"Bu, bagaimana kalau saya izinnya mau wisata saja ke Sukabumi? Kan banyak tempat wisata di sana."
Aku melotot. Ini kok, ya, ngeyel. Mudik dilarang malah mau izin pergi wisata.
Memang apa yang disampaikan si Mbak benar juga. Pergi wisata sekalian mudik. Jadi, pemerintah memang mengumumkan pelarangan mudik di momen IdulFitri untuk mencegah lonjakan kasus COVID-19. Alasannya, setiap liburan panjang kasusnya meningkat. Bayangkan saja, orang yang mudik tentu saja selama perjalanan akan bertemu banyak orang, di kampung halaman bertemu banyak saudara, dan berkumpul melepas kangen, apalagi rakyat biasa diminta swab atau rapid keberatan karena nambah biaya buat mudik. Tentu saja ini alasan pemerintah yang dapat saya terima.
Larangan mudik dapat diterima, lalu warga yang tidak mudik harus ke mana? Apa di rumah saja selama cuti Lebaran? Harusnya, sih ,begitu, tetapi mana tahan di rumah begitu lama bisa punya adik lagi, nih.
Menurut Bapak Sandiago Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Â tempat wisata di perkotaan harus dipersiapkan untuk menampung lonjakan pengunjung karena diprediksi warga yang tidak mudik akan mendatangi tempat tujuan wisata di daerahnya masing-masing. Jadi, menurut Pak Menteri ada perbedaan larangan mudik tahun sekarang dengan tahun lalu. Tahun sekarang adalah larangan mudik dalam rangka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala Mikro atau PPKM, sedangkan tahun lalu larangan mudik dalam bingkai Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB.
Pemerintah mulai memberlakukan PPKM sejak tanggal 11 Januari 2021 yang diatur dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 01 tahun 2021. Antara PPKM dan PSBB, keduanya mengatur mengenai pembatasan kegiatan yang dilakukan.