Percaya nggak kalau kata-kata yang kita ucapkan ataupun candaan kita adalah merupakan sebuah doa juga? Banyak juga yang tidak  percaya atas statement bahwa kata-kata yang kita ucapkan adalah sebagian daripada doa-doa kita. Tapi saya sangat percaya lho. Banyak kejadian yang sudah saya alami.
Sebagai contoh yang sangat tidak bisa saya lupakan. Pada saat saya masih duduk di kelas tiga SMK, saya mempunyai sahabai baik. Kami selalu duduk sebangku dari kelas satu sampai kelas tiga.Â
Suatu hari guru kelas dua memisahkan tempat duduk kami dan apa yang terjadi? Kami berdua menghadap kepala sekolah mohon kepada bapak kepala sekolah agar kami berdua dijadikan satu bangku lagi. Pada suatu hari pada saat mau ujian, tiba-tiba dia menangis
"Mbak, aku bingung dan pusing. Aku nggak mau" ujar sahabatku sambil terisak
"Hai ada apa? Kamu selalu ceria dan baru kali ini aku melihat kamu menangis" ujarku
"Nanti malam ada orang tua calon suamiku mau menentukan hari pernikahan setelah lulus nanti?"
"Hah sejak kapan kamu pacaran dan punya calon suami? Hai jangan ngigau?" aku masih belum percaya
"Aku dijodohkan mbak" tangisnya pecah
Bukannya menghibur sahabat yang lagi sedih dan bingung, justru say tertawa ngakak
"Hai jaman Siti Nurbaya kali ya? Enak lah kamu dijodohin. Nggak usah repot-repot cari pacar. Tinggal duduk manis semua yang atur orang tua untuk dapetin suami. Aku juga mau lho dijodohin"
"Jangan bercanda mbak. Kata-kata kita adalah doa lho" kata sahabatku
"Ah mana ada. Kan aku hanya bercanda" saya masih nggak bisa nahan tawa
Malam itu saya menginap di rumah sahabatku dan ternyata benar ada orang tua dari calon suami yang dijodohkan untuk menentukan tanggal pernikahan keduanya. Saya waktu itu yang masih berumur 17 tahun masih belum terlalu ngeh tentang perjodohan, tentang hari baik pernikahan dll.Â
Karena saya masih memikirkan untuk kuliah, kerja dan kemudian ingin membantu ortu membiayai menyekolahkan adik-adikku karena saya anak tertua dan mempunyai 6 adik. Sebuah perjuangan yang masih panjang. Jadi belum ada kepikiran pacar apalagi pernikahan. Malam itu saya hanya menemani sahabatku.
Sahabatku hanya pasrah pada orang tuanya untuk sebuah perjodohan itu karena adanya hutang budi yang tidak bisa diceritakan.
Beberapa tahun berlalu dan kami sudah melupakan malam itu. Sahabatku menikah 2 tahun setelah acara kelulusan. Sahabatku yang selalu mengundur-undur sampai dua tahun.
Akhirnya kami terpisah oleh jarak dan kesibukan masing-masing. Lulus kuliah saya mendapat pekerjaan di jakarta dan sahabatku mengajar di Jawa. Saya mulai sibuk kerja dan fokus menepati janjiku untuk membantu orang tuaku menyekolahkan adik-adikku.
Waktu sangat cepat berlalu dan saya sampai terlupakan untuk membangun sebuah rumah tangga. Hingga suatu saat setelah 12 tahun berlalu dari malam itu di rumah sahabatku, Tuhan mengabulkan kata-kata candaanku. Ya itu terjadi padaku. Saya dijodohkan.Â
Bukan karena hutang budi tapi karena hal lain yang tidak bisa dijelaskan. Dan sayapun pasrah pada keputusan orang tuaku. Saya menerima perjodohan karena niat saya hanya satu "Saya ingin berbakti kepada orang tuaku dengan menuruti perjodohan itu" Dan atas kuasa Tuhanlah rumah tanggaku berjalan baik sampai maut memisahkan.
Dan masih banyak hal yang terjadi sebuah candaan menjadi sebuah kenyataan. Seperti pada saat anak saya kecil saya bercanda "Nanti anakku bakal kuliah di Eropa" yang sempat ditertawakan teman-teman karena dianggap tidak mungkin. Tapi kuasa Tuhan yang mencukupkan pembiayaan putri saya kuliah di Perancis dan alhamdulillah sudah lulus.
Sebagai catatan diri saja agar berhati --hati dan bijaksana dalam berucap dan bercanda. Apalagi pada saat marah atau emosi agar bisa kontrol kata-kata agar selalu yang baik yang terucap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H