"Ah mana ada. Kan aku hanya bercanda" saya masih nggak bisa nahan tawa
Malam itu saya menginap di rumah sahabatku dan ternyata benar ada orang tua dari calon suami yang dijodohkan untuk menentukan tanggal pernikahan keduanya. Saya waktu itu yang masih berumur 17 tahun masih belum terlalu ngeh tentang perjodohan, tentang hari baik pernikahan dll.Â
Karena saya masih memikirkan untuk kuliah, kerja dan kemudian ingin membantu ortu membiayai menyekolahkan adik-adikku karena saya anak tertua dan mempunyai 6 adik. Sebuah perjuangan yang masih panjang. Jadi belum ada kepikiran pacar apalagi pernikahan. Malam itu saya hanya menemani sahabatku.
Sahabatku hanya pasrah pada orang tuanya untuk sebuah perjodohan itu karena adanya hutang budi yang tidak bisa diceritakan.
Beberapa tahun berlalu dan kami sudah melupakan malam itu. Sahabatku menikah 2 tahun setelah acara kelulusan. Sahabatku yang selalu mengundur-undur sampai dua tahun.
Akhirnya kami terpisah oleh jarak dan kesibukan masing-masing. Lulus kuliah saya mendapat pekerjaan di jakarta dan sahabatku mengajar di Jawa. Saya mulai sibuk kerja dan fokus menepati janjiku untuk membantu orang tuaku menyekolahkan adik-adikku.
Waktu sangat cepat berlalu dan saya sampai terlupakan untuk membangun sebuah rumah tangga. Hingga suatu saat setelah 12 tahun berlalu dari malam itu di rumah sahabatku, Tuhan mengabulkan kata-kata candaanku. Ya itu terjadi padaku. Saya dijodohkan.Â
Bukan karena hutang budi tapi karena hal lain yang tidak bisa dijelaskan. Dan sayapun pasrah pada keputusan orang tuaku. Saya menerima perjodohan karena niat saya hanya satu "Saya ingin berbakti kepada orang tuaku dengan menuruti perjodohan itu" Dan atas kuasa Tuhanlah rumah tanggaku berjalan baik sampai maut memisahkan.
Dan masih banyak hal yang terjadi sebuah candaan menjadi sebuah kenyataan. Seperti pada saat anak saya kecil saya bercanda "Nanti anakku bakal kuliah di Eropa" yang sempat ditertawakan teman-teman karena dianggap tidak mungkin. Tapi kuasa Tuhan yang mencukupkan pembiayaan putri saya kuliah di Perancis dan alhamdulillah sudah lulus.
Sebagai catatan diri saja agar berhati --hati dan bijaksana dalam berucap dan bercanda. Apalagi pada saat marah atau emosi agar bisa kontrol kata-kata agar selalu yang baik yang terucap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H