Kandasnya aku menjadi guru secara formal ternyata tidak memadamkan semangatku untuk menjadi pendidik. Berbekal ilmu yang aku dapatkan dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan FKIP dari sebuah perguruan tinggi swasta rasanya jiwa pendidikku nggak pernah padam. Oh ya SPG adalah sekolah setara dengan SMA kalau sekarang SMK. Sekolah ini menyiapkan anak didiknya untuk menjadi guru Sekolah Dasar dan Guru TK. Akan tetapi SPG kemuadian ditutup pada tahun 90 an. Teman seangkatanku banyak yang menjadi guru bantu setelah lulus sekolah sambil menunggu pengangkatan sebagai pegawai negri. Meski aku tidak jadi guru di sebuah sekolah, nyatanya sepulang kerja di kantor, sudah ada dua murid cantik yang selalu menunggu aku untuk aku ajarin.
"Hai Nani cepat turun, truck container sudah datang" teriak mas Dani dari lantai satu membuyarkan lamunanku.
Mas Dani memang kalau bicara agak lantang, tapi baik orangnya.
"Yaaa" jawabku sambil lari kebawah membawa buku catatan barang-barang yang siap di loading untuk export hari ini
"Pak Erman nggak datang hari ini mas?" tanyaku pada mas Dani
Boss ku kalau datang aku nggak bisa maksimal ngawasin tally pada saat loading karena harus menyiapkan berkas buat boss juga kalau beliau lagi ngantor dan kadang sering terjadi beberapa kesalahan kalau saya nggak ikut ngawasin langsung. Ini super secretary pokoknya. Harus bisa rapi ikut meeting dan siap juga ganti baju kaos oblong untuk ke lapangan awasin loading dan kadang sampai naik-naik ke dalam container
"Tauuu" jawab mas Dani sambil angkat kedua tangannya
Tetiba suara motor langsung masuk ke dalam gudang. "Halo Nani apa kabar?" sapa Pur
"Halah tumben nanya-nanya. Tiap hari pagi siang malam juga ketemu" kataku
Dan kita tertawa bersama.
"Basi lu Pur" kata mas Dani nimpalin
"Pak Erman ke Semarang jadi hari ini nggak datang"
"Yes"
Para pekerja sudah memasukkan semua product yang sudah disiapkan ke dalam container dan tinggal menunggu komando dari aku. Setelah aku selesaikan berkas-berkas yang dibutuhkan, maka stuffing pun segera dimulai.
Tak terasa sudah berjam-jam kami sangat seius bekerja hingga tak ada sedikitpun rasa lelah. Bahkan para pekerja yang mengankat barang ada bebarapa yang sudah berusia senja juga tetap bersemangat. Salut pada teman-teman seperjuangan kerja.
"Nani, sudah kelar kan dokumennya? Ayok pulang bareng aku. Buruan, anak-anak sudah nungguin kamu"
"Ya bentar"
Kamipun pulang mengendarai motor berboncengan menuju rumah. Seru. Pikiranku sudah bersiap belajar bersama anak-anak.
Sampai rumah ternyata ada dua anak kecil lagi yang belum aku kenali menyapakuÂ
"Halo mbak how are you?"
"I am fine, thank you"
"May I know your name"
"Ini yang cowok namanya Kevin mbak yang cewek namanya Nicole. Mereka anaknya cici nya papi" jawab Jeanny dan Jessy hampir serentak
"Aku mau jawab sendiri" Kevin mulai merengek. Bahasa Indonesianya nggak terlalu bagus dan agak kagok karena mereka lahir dan besar di Singapore
Sehabis mandi dan beres-beres, aku menemui mereka lagi untuk belajar bersama. Aktifitas seperti hari-hari biasa. Tapi kali ini dua bocil ini ikutan nimbrung
"We want to study with them mbak. Boleh kan"
"It's OK. Kita belajar sama-sama"
Mereka membawa bukunya. Nicol membuka bukunya.
"Ini mbak, aku suka math. Let me study with you mbak"
Aku mulai memberikan latihan soal buat Nicol. Kevin tak mau kalah. Dia mengeluarkan buku pelajarannya. "Ini punya aku mbak"
Pas ku buka "Waduh tulisan Mandarin semua" kataku dalam hati
"Sini Kevin sayang, maaf ya mbak Nani nggak bisa"
Bukannya mengerti apa yang ku katakan dengan penuh kelembutan malah jawabannya yang nggak pernah kusangka sebelumnya
"Mbak Nani kan guru pasti bisa. My teacher at school said that the teachers are the clever people and smart"
"Waduh mesti jawab apa ini. Orang aku nggak pernah belajar Mandarin. Ada mah bahasa dan huruf Jawa saya ngerti"
Kevin sudah hampir nangis. Mbak Nira juga ikutan jelasin tapi Kevin nggak mau tahu. Dalam pikiran Kevin seorang guru pasti bisa semuanya, pasti pintar. Duh putar otak nih buat bikin jawaban yang bisa menenangkan Kevin.
"Kevin sayang, nanti mbak Nani telponan sama guru mandarin Kevin yak. Sekarang kita belajar math sama science.OK?"
Dalam hatiku tersenyum juga sih, mana tahu aku guru bahasa Mandarinnya Kevin, nama punya aku nomor telponnya. Ah sudahlah.
Kevin tersenyum "OK mbak, aku suka banget sama science. Yuk mulai belajar"
Duh leganya Kevin akhirnya nggak rewel dan mau belajar bersama kami. Malam ini punya 4 murid. Seru dan mengasyikkan sih. Masih seru-serunya ada suara ketuk pintu dari luar kamar.
"Masuk" jawabku
"Mbak Nani sudah jam setengah sepuluh" kata mbak Nira
"Ya Allah nggak terasa ya"
"OK guys rapikan semua buku kalian. Besok malam lanjut lagi ya"
Senyum mereka menghilangkan rasa capekku bekerja seharian dengan segala permasalahan di kantor.
Lepas sholat langsung kurebahkan badanku. Ya Allah terima kasih indahnya hari ini.
Ada pesan moral yang kudapatkan hari ini bahwa seorang guru adalah sosok yang menjadi panutan anak-anak. Oleh karena itu pesan aja buat para pendidik agar tetap menjadi yang terbaik tutur kata dan perbuatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H