Mimpiku menjadi seorang guru kandas sudah. Ijazah S1 keguruan jurusan Bahasa Inggris sudah aku pegang dan akau masih tidak punya kesempatan untuk menjadi guru secara formal. Sedih banget. Perjalanan hidupku membawa aku harus merantau ke Jakarta. Sebuah kota yang sangat tidak aku suka. Kalau tidak karena keterpaksaan mungkin aku tidak akan ada di sini. Demi rupiah aku menginjakkan kaki dan tinggal di kota yang sudah sangat padat penduduknya dengan segala problematikanya. Dan aku menjadi seorang sekertaris. Lucu juga sih. Berangkat hanya berbekal bisa bahasa Inggris tanpa background secretary sama sekali. Tapi untungnya aku cepat menguasai pekerjaan dan mampu melaksanakan semua tugas dengan baik. Baru dua bulan memang aku di sini.
Kulihat jam tangan menunjukkan jam 17.10. Matahari masih bertengger di barat dan belum penggin tenggelam. Mumpung masih ada waktu aku duduk di halte sambil baca novel dan sembari menunggu angkot yang lewat. Beberapa angkot lewat tapi tanggung lah masih pengin baca novel yang baru saja aku beli dari toko loak di Pasar Senen minggu lalu.
"Mbak cepetan pergi, nanti ada satpol PP yang akan menagkap PKS"
"Saya kan nggak ngapa-ngapain mas. Saya nunggu bis sambil baca novel ini"
"Ini tempat PKS mangkal mbak, cepat pergi"
Tiba-tiba seorang cowok yang seusiaku lari terbirit-birit setelah memberitahuku tadi. Aku masih bingung dan nggak ngerti maksud kata-kata orang tadi. Secara aku kan bukan PKS.
Kalau inget waktu itu aku ngakak sendiri atas kepolosan seorang gadis dari kota kecil yang belum pernah tinggal di kota besar. Ini lho ya yang mungkin disebut Shock Culture (adanya beda budaya yang terlalu tajam yang kadang tidak dimengerti oleh pendatang baru).
Tiba-tiba ada orang yang berteriak kenceng banget mengagetkan aku.
"Mbak Nina, sini. Ayo bonceng"
Seorang melambaikan tangannya ternyata dia temen kantor yang lewat didepanku naik motor dan mengajakku bareng. Tanpa pikir panjang aku sudah berada diboncengan motor temenku.
"Bakso dulu ya, aku yang traktir"