Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bukan Islamofobia, Pahami Ciri Pesantren Terafiliasi Terorisme

1 Februari 2022   19:35 Diperbarui: 1 Februari 2022   19:38 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang tua di Indonesia yang menyekolahkan anaknya di pesantren. Selain bisa belajar tentang ilmu agama, di pesantren juga diajarkan tentang nilai-nilai toleransi, tepo seliro dan masih banyak lagi nilai-nilai kearifan lokal yang diajarkan. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak riset yang menyatakan bahwa kelompok radikal dan jaringan terorisme mulai menyusup ke sejumlah pesantren di Indonesia. Temuan ini pun langsung menuai polemik di maasyarakat, karena dianggap tidak pro Islam, melawan Islam dan lain sebagainya.

Ketika rapat dengan pendapat dengan komisi III DPR, pada 25 Januari 2022 yang lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan ada 198 pondok pesantren yang terindikasi terafiliasi dengan jaringan terorisme. 

Temuan BNPT ini bukan bermaksud untuk mendiskreditkan pondok pesantren, atau memberikan citra buruk pada Islam. Justru hal ini merupakan bentuk deteksi dini, yang harus kita lakukan bersama-sama, agar pesantren bisa menjalankan fungsi pendidikan tanpa terpengaruh bibit radikalisme dan terorisme.

Perlu diketahui, angka 198 pondok pesantren ini, tidak bisa diartikan semua pesantren. Kenapa? Karena berdasarkan data di kementerian agama, jumlah pondok pesantren di Indonesia mencapai 27.722. 

Artinya, 198 pesantren yang terafiliasi dengan jaringan terorisme tersebut hanya  sekitar 0,007 persen. Bisa jadi pesantren yang terindikasi tersebut belum terdaftar di kementerian agama. 

Jadi, tidak perlu dianggap sebagai bermusuhan dengan Islam, tapi sekali lagi, harus dimaknai sebagai bentuk pencegahan dini. Karena meski jumlahnya minim, dampak dari paham radikalisme dan terorisme sangat membahayakan bagi kita semua.

Lalu, bagaimana kita bisa tahu, pesantren tersebut terafiliasi dengan jaringan terorisme atau bukan? Mari kita membuka pikiran kita. Jangan langsung menilai ini salah itu benar. Mari berpikir secara obyektif. Banyak hal yang bisa kita lihat. 

Salah satunya bisa dilihat dari bahan pembelajaran yang diajarkan. Jika materi yang diajarkan mengandung paham takfiri, yang suka mengkafirkan pihak yang berbeda pandangan atau berbeda agama, itu layak dihindari. Pesantren takfiri besar kemungkinan terafiliasi dengan terorisme.

Selain itu, jika ada pesantren yang bersikap eksklusif terhadap lingkungan dan perubahan juga patut dicurigai. Terlebih jika intoleran terhadap perbedaan dan keragaman, jelas sudah terpapar radikalisme. 

Seperti kita tahu, Indonesia adalah negara yang majemuk. Tentu saja keberagaman menjadi keniscayaan yang tak bisa dihindari. Pesantren yang mengajarkan doktrin dan ajaran anti Pancasila, juga harus dihindari. Pesantren seperti ini umumnya lebih berpihak pada khilafah transnasional, paham yang diadopsi oleh jaringan terorisme ISIS.

Pesantren yang memiliki sikap anti pemimpin tertentu atau pemerintahan yang sah, diduga keras juga terpapar radikalisme dan terorisme. Kok bisa? Sikap semacam ini umumnya akan terus membangun kebencian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemimpin atau pemerintah. 

Negara dianggap kafir, Pancasila dianggap kafir, sistem demokrasi juga dianggap bagian dari produk kafir. Yang belajar di pesantren ini, akan lebih sering melakukan adu domba, provokasi, menyebarkan kebencian dan berita bohong. Pola semacam ini juga sangat dekat dengan pola-pola jaringan terorisme.

Mari kita jaga pesantren dari segala pengaruh radikalisme dan terorisme. Pesantren tidak hanya bagian dari pilar peradaban Islam di Indonesia, tapi juga bagian dari dasar kemajuan bangs aini. Karena pesantren menjaga harmonisasi antara Islam, kearifan lokal dan kebangsaan. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun