Mohon tunggu...
Edhi Purwanto
Edhi Purwanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dyah - Bagian Tiga

10 Juli 2017   23:08 Diperbarui: 10 Juli 2017   23:49 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian tiga -  Perjodohan

Dyah membuka pintu gerbang depan sepulangnya dari les matematika ketika melihat beberapa pasang sepatu mahal berjejer rapi di depan pintu utama

Tumben hari gini ada tamu pikir Dyah. Biasanya tamu tamu bapaknya datang pada malam hari.

"Nduk, sini nduk" bapaknya memanggil.

"ya pak, buka sepatu dulu"

Dyah menghampiri bapaknya yg tengah berbincang dengan pakdhe dan budhe Harto

Ibu dyah sedang didapur, sedang membuat minuman

Dyah mengenal mereka sebagai saudara jauh dari bapaknya. Duduk disebelah mereka seorang laki laki muda seusia dyah. Wajahnya terlihat angkuh menurut dyah

"kamu kenal pakdhe dan budhe Harto tho?"

Dyah mengangguk. Dia pernah bertemu pakdhe dan budhe Harto ini saat dyah duduk di bangku kelas 3 SD, pada acara haul kelurga besar bapaknya.

Dyah menghampiri mereka dan mencium tangan mereka

"Sudah gadis kamu sekarang ya" budhe Harto memandang dyah sambil tersenyum

"ayune koyok simboke" lanjutnya

Dyah tersipu

"kenalke, iki Bambang Katon Basworo, anak budhe "

Dyah mengangguk pada Bambang dan mengulurkan tangannya

Bambang tersenyum tipis menyambut uluran tangan Dyah. Matanya memandang tajam pada Dyah

Sebenarnya Dyah merasa risih dipandang seperti itu.

"ajak Bambang ngobrol diteras gih" ujar bapak Dyah "bapak mau ngobrol ama pakdhe"

"tapi pak, Dyah mau ganti dulu"

"ndak usah, ndang diajak sana.." sang bapak melirik ke Bambang

"ndang ikut sana Mbang, paklek mau bicara ama bapak ibumu"

"nggih paklek" Bambang berdiri dan mengikuti Dyah menuju teras rumah. Mereka duduk dikursi taman.

"siapa namamu tadi?" Bambang melirik Dyah

"Dyah"

"kamu sekolah dimana?"

"di SMK Jebres mas"

Mereka terdiam

"besok minggu ikut aku yok, nyobain mobil baru"

"ah enggak mas, saya ada latihan nari ama temen temen" Sombong amat ni orang pikir Dyah

"ayolah, cewek semanis kamu cocoknya pake mobil"

"enggak mas, kasiah temen temen ntar, aku udah janji"

"okelah kalo gitu. Tapi janji ya lain kali temenin aku. Kita putar putar"

"iya mas" Dyah risih sebenarnya dengan tipe orang seperti ini. Lagaknya terlalu tinggi.

       

                                   ***************************

Pakdhe dam budhe Harto udah pulang, tetapi bapak dan ibu Dyah masih duduk di ruang tamu.

"Dyah, ksinio nduk" ibunya memanggil

"iya bu..." dyah dengan malas mallasan mendatangi mereka dan duduk disebelah ibunya

"ada apa sih bu? Kok nampaknya serius banget"

"bapakmu mau ngomong"

"lho kok bapak sih bu?"

Setelah saling diam sejenak, ibu dyah buka suara

"gini nduk, bapak sama ibu ini pingin kamu itu selalu seneng dan bahagia selalu"

"ih ibu, ngomong apa sih"

"kamu tau kan siapa pakdhe dan budhe Harto?. Mereka kelurga yg baik, kaya, pengusaha sukses dan punya darah biru lagi. Mereka cuma punya anak si Bambang itu. Ketika mereka ketemu kamu dulu di acara haul keluarga besar kita, mereka pengen punya anak perempuan..."

Alis dyah mengernyit

"tadi mereka kesini menyampaikan keinginan mereka untuk menjodohkan kamu dengan Bambang, anak semata wayang mereka"

Dyah seperti kesambar petir mendengar kata kata ibunya tapi dyah tak bisa mengeluarkan kata kata.

"bapak ama ibu akan merasa sangat senang jika kamu mau terima perjodohan ini. Demi kebahagianmu nanti"

"bapak ibu terima permintaan mereka?" suara dyah meninggi

Mata dyah menatap bapak ibunya bergantian

"iya, kami menerimanya nduk. Ini demi kamu..."

"dyah nggak mau!!" airmata dyah menetes

"dyah, kami memikirkan masa depanmu. Keluarga pakdhe Harto itu keluarga terhormat, kaya dan masih darah biru. Kehidupanmu akan terjamin nanti..." suara bapak dyah meninggi

"bapak aja yang ingin menjaga status bapak tanpa memikirkan perasaan dyah"

"diam kamu. Keputusan kami sudah final. Kamu harus menerimanya"

Dyah menangis terisak isak berlari masuk kekamarnya dan membanting pintu dengan keras

"anak nggak tau diri, di bahagiakan malah melawan...." bapaknya ngomel dengan raut wajah yang marah

Ibu dyah memyentuh tangannya

"sudahlah pak, nanti ibu yg ngomong sama dyah kalo dia sudah tenang"

"pokoknya, perjodohan ini harus terjadi. Ndak boleh ndak. Titik!"

Bersambung.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun