Mohon tunggu...
Sandra Prasetyo
Sandra Prasetyo Mohon Tunggu... -

Saya adalah Saya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Teruntuk Nyawa-nyawa yang Tidak Dipedulikan

19 Juni 2011   22:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:21 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hati teriris, karena mirismata perih menahan airmata

hidung memerah tersumbat

menahan tangis.

Tapi...

hati lebih pedih dan sakit

bagai belati menghujam dada

mendengar dan melihat

kekejaman hati manusia

bagai diselimuti kabut

kenistaan dan tak berperikemanusiaan

berkedok dan berjubah

bagai malaikat

namun...

tak lebih dari laknat pencabut nyawa.

Tak ada kata

dapat terucap di bibir

hanya hati yang pedih

teriris sembilu

merintih dan merintih

darah mengucur tak henti

aaaaah.....

satu lagi saudaraku berpulang

di tanah orang

tanah tak bertuan dan tak berTuhan

tak mengenal sayang dan kasih

serta tak peduli

Selamat jalan saudariku...

walau hanya tiupan doa dan cinta

yang teriring...

akan mengiring kau ke tanah berTuan

dimana ada kedamaian dan kasih.

Hai...Kau 'MANUSIA' laknat,

kau tanggungkan darah saudara-saudariku

yang melumuri tangan-tangan kotormu

agar pada saatnya tiba maka tubuhmu pun

akan dipenuhi lumuran darah

seperti apa yang telah kau perbuat!!!


N.B.: Perkara bangsa ini yang salah atau bangsa lain yang telah bertindak semena-mena terhadap para Tenaga Kerja di luar negeri, ingatlah siapa yang akan menanggungkan darah mereka jika terus-menerus tidak ada yang peduli.

Untuk para sahabat yang ku kasihi yang sedang mengais masa depan di luar negeri, berhati-hatilah kalian, jaga diri baik-baik, tetaplah menjaga kehormatan dan harkat diri yang hakiki, karena kebahagiaan dan keselamatan kalian tidak terletak pada pundi-pundi uang dan emas, tetapi pada inti diri sendiri.

Salam Doa dan Kasih, Cinta dan Kehangatan dari Tanah Air.

Sandra Prasetyo

20 Juni 2011, 04.45 am

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun