Mohon tunggu...
Lardianto Budhi
Lardianto Budhi Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu Membahagiakan

Guru yang suka menulis,buat film,dan bermain gamelan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kalau Saya Kalah, Berarti Mereka Curang

11 April 2019   11:39 Diperbarui: 11 April 2019   12:40 3788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar, dalam dunia politik, persaingan meraih kekuasaan memang suatu keniscayaan tapi menjaga bangunan masyarakat yang kuat dengan cara menghindarkannya dari perpecahan adalah lebih penting dari sekedar perebutan kekuasaan. 

Bangsa Indonesia memiliki catatan sejarah yang sangat layak untuk dijadikan teladan ketika Presiden Gus Dur diimpeach saat Amien Rais menjabat ketua MPR. Sebagai orang yang memiliki akar dan sejarah kuat dengan organisasi Nahdhatul Ulama, Gus Dur bisa saja menggunakan para loyalisnya untuk melakukan perlawanan hingga mungkin terjadi pertumpahan darah. 

Tapi, dalam hal ini, Gus Dur memilih mengambil sikap sebagai negarawan. Keutuhan bangsa dan keamanan Nasional adalah lebih penting dari pada ambisi mempertahankan kekuasaan. Gus Dur meminta para pendukung dan loyalisnya yang telah berbondong-bondong ke Jakarta agar pulang ke daerahnya masing-masing.

Amien Rais dan Habib Rizieq telah mengambil keputusan berada dalam posisi mendukung salah satu pasangan Capres-Cawapres yang akan berlaga pada 17 April 2019 mendatang. Keduanya sama-sama berangkat dan 'besar' dari sebuah oraganisasi massa yang memiliki pengikut dengan tingkat loyalitasnya masing-masing. 

Saya percaya, mereka berdua memiliki cita-cita dan impian yang indah terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sebagai seorang akademisi, Amien Rais rela bersusah-susah membidani PAN dan berpolitik praktis, sementara Habib Rizieq sebagai tokoh FPI yang merupakan ormas keagamaan akhirnya secara terbuka masuk dalam pusaran persaingan kekuasaan, yakni menjadi bagian dari salah satu kubu Capres. 

Namun demikian, kecintaan dan obsesi mereka tentang Indonesia yang lebih baik selayaknya juga harus memperhatikan perihal pendewasaan cara pandang masyarakat terhadap persaingan politik dengan memberi pendidikan berpolitik yang menghindarkan terjadinya potensi rusaknya kohesivitas sosial dengan pernyataan-pernyataan yang memicu terjadinya prasangka sosial akibat perbedaan pandangan atau pendapat.

Para pembaca yang budiman, percayalah saya tidak bermaksud membuat tulisan ini sebagai bagian dari usaha mengkampanyekan pasangan 01 dan menyerang pasangan 02. Saya hanya berusaha untuk mengajak anda mencermati pola komunikasi politik yang dibangun oleh para pendukung kandidat calon presiden dalam pilpres tahun ini. 

Pasangan 01 sudah pasti memiliki beberapa hal yang saya belum faham dan karena itu ada beberapa ketidaksetujuan saya terhadap jenis pilihan komunikasi politik maupun jargon kampanye yang digunakan. Optimisme menuju kemenangan meraih kekuasaan memang sudah sewajarnya dilakukan oleh masing-masing kubu. 

Tapi, optimisme itu tetap harus terukur, bukannya dengan menyampaikan kepada publik dengan pilihan idiomatik "hanya kecurangan yang bisa mengalahkan saya". Harap diingat bahwa dalam kontestasi politik, berbagai kemungkinan bisa saja terjadi, termasuk menang atau kalah.

Kalau mengenai siapa yang akan saya pilih pada Pilpres tanggal 17 April mendatang, saya adalah orang yang taat asas Pemilu, yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun