Maraknya pinjol, ilegal maupun tidak, yang bermunculan dan mengklaim diri sebagai perusahaan fintech membuat banyak orang mengasosiasikan pinjol dengan fintech.
Karena hal ini pula, ponjol kerap muncul di kepala orang jika mendengar istilah fintech.
Bahkan, tak jarang ada yang menyamakan fintech sebagai pinjol, seakan pinjol adalah satu-satunya fintech dan fintech hanyalah istilah keren dari pinjol.
Padahal, nyatanya tak demikian.
Fenomena macam ini muncul karena minimnya informasi yang mengklarifikasi apa itu fintech dan apa itu pinjol.
Untuk itu, saya akan coba sedikit menjelaskan apa itu fintech dan apa saja fintech yang bukan pinjol.
Mengenal apa itu fintech
Secara harfiah, fintech adalah gabungan kata financial dan technology, atau dalam Bahasa Indonesia bisa disebut dengan perusahaan teknologi keuangan.
Dalam hal ini, yang dimaksud dalam teknologi keuangan adalah perusahaan keuangan dengan dukungan teknologi digital.
Apa yang didigitalkan adalah hampir semua aspeknya. Mulai dari sistem internal perusahaan hingga bagaimana pelanggan menggunakan uangnya secara digital.
Intinya, teknologi digital ini digunakan untuk memudahkan segala urusan keuangan.
Dengan definisi tersebut, apakah pinjol termasuk fintech?
Ya, pinjol termasuk dalam fintech
Dalam dunia fintech sendiri, pinjol dikenal dengan nama peer to peer lending (P2P lending).
P2P lending merupakan salah satu penghasilan pasif yang sangat efektif dan efisien.
Sampai di sini mungkin P2P lending terdengar seperti pinjol yang kita kenal selama ini. Namun ada yang berbeda.
P2P lending bukan sekadar penyedia pinjaman uang yang bergerak secara online.
Namun, perusahaan P2P lending menghubungkan individu atau bisnis dengan individu atau organisasi lainnya yang dikenal sebagai investor.
Dan, untuk memperoleh pinjaman ini pun tidak bisa langsung.
Ada standar penilaian tertentu guna menentukan apakah pihak peminjam dapat meminjam uang.
Beberapa hal yang dijadikan standar adalah kemampuan finansial peminjam untuk benar-benar mengembalikan uang yang dipinjam.
Hal ini bertentangan dengan pinjol ilegal yang mengesampingkan semua hal ini dan langsung meminjamkan uang, tanpa menganalisis kapabilitas finansial sang peminjam.
Pinjol ilegal memperoleh profit dari sistem bunga pinjaman yang sangat riskan dan tinggi, di mana ketidakmampuan pihak peminjam untuk melunasi secara penuh uang yang ia pinjam menjadi tambang emasnya.
P2P lending, di sisi lain, memperoleh profit dari suku bunga yang diperhitungan dan disesuaikan dengan kemampuan sang peminjam.
Dalam konteks ini, peminjam akan dapat melunasi hutangnya berdasarkan kalkulasi pemotongan penghasilan bulanan yang tidak terlalu mencekik sang peminjam.
Sederhananya, cara kerja P2P lending mirip dengan bank, sedangkan pinjol ilegal ialah rentenir. Keduanya bergerak di dunia maya.
Namun, P2P lending bukanlah satu-satunya fintech yang ada.
Perusahaan fintech ada banyak jenis, tidak hanya P2P lending
Beberapa di antaranya ialah teknologi perbankan digital seperti BNI e-collection.
Ada juga teknologi e-wallet seperti DANA.
Ada juga software house seperti SPE Solution.
Pun ada teknologi pembayaran antar negara seperti PayPal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H