Mohon tunggu...
Rudi Dari Rumpin
Rudi Dari Rumpin Mohon Tunggu... -

Sekarang mengajar di SDN Sukasari 04 Rumpin Bogor. Aktip di Pengurus Cabang PGRI Kecamatan Rumpin. Aktif menulis puisi dan Cerpen , serta menjadi blogger di http//www.bloggurudarirumpin.blogspot.com. \r\ndan http//www.rumpinnews.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Makna Kemerdekaan

4 November 2016   09:16 Diperbarui: 4 November 2016   09:32 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelas VI seketika hening, saat Pak Sahrul memasuki ruangan kelas. Semua siswa sudah menunggu guru idola mereka. Guru yang selalu disiplin, tegas, bersahaja, bersahabat, dan humoris ketika menyampaikan materi pembelajaran, sehingga tidak pernah sedikit pun membuat murid – murid jenuh apalagi mengantuk saat jam pembelajaran berlangsung.

“Asalammualaikum anak – anakku yang cantik – cantik dan ganteng – ganten.” Sapaan khas Pak Sahrul setiap kali memasuki kelas.

“Waalaikum salam bapak guru yang paling keren…” sahut semua merud gembira sambil tersenyum ceria.

“Apakah kalian sehat semuanya ?”

“Alhamdulillah wasyukurillah, luar biasa…!!” jawab semua murid dengan penuh semangat.

“Ada yang tidak masuk hari ini ?”

“Dian pak, ini suratnya. Kata ibunya kemarin dibawa ke Puskesmas. Dian sakit demam, flu dan batuk – batuk, katanya.” Mala menyampaikan sepucuk surat titipan orang tua Dian kepada Pak Sahrul.

“Ayo kita panjatkan doa bersama, semoga teman kita Dian cepat sembuh dari sakitnya, sehingga bisa masuk sekolah kembali seperti biasanya. Dan doa kita juga kita mohonkan untuk kedua orang tua kita, semoga kedua orang tua kita senantiasa diberikan kesehatan, dilimpahkan rezeki yang halal, dan selalu dilindungi oleh Allah Swt. Aamiin !” Kata Pak Sahrul sambil berdiri di depan kelas. “Mari kita menundukan kepala, membacakan suratulfatihah dengan khusus, agar Allah berkenan mengabulkan semua doa kita. Alfatihah..!!”

Sekejap suasana senyap, semua murid kelas VI membacakan suratulfatihah dalam hati seraya memanjatkan doa sesuai dengan keinginan mereka masing – masing.

“Aamiin !!” Pak Sahrul menutup doanya.

Diikuti oleh ucapan hidmat semua murid yang mengucapkan kata aamiin bersamaan seraya mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah.

“Baiklah hari ini kita akan bersama – sama mempelajari tentang Makna Kemerdekaan bagi diri kita dan Bangsa Indonesia tercinta.” Pak Sahrul mulai membuka pelajaran. “Mata pelajarannya adalah Pendidikan Kewarganegeraan.”Tambah Pak Sahrul. “Coba siapa yang masih ingat, kapankah Negera Indonesia tercinta ini menjadi negara meredeka ?” tanya pak Sahrul pada semua murid.

“Sejak pertama kali proklamasi kemerdekaan di bacakan, pak.” Sahut Dewi dengan bersemngat.

“Bagus..!! Siapa yang bisa melengkapi jawaban Dewi tadi ?” Pak Sahrul kembali melontarkan pertanyaannya ke seluruh murid.

“17 Agustus tahun 1945, di jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat, pada hari jumat yang cerah dan dihadiri oleh segenap masyarakat yang sudah menunggu dibacakannya teks proklamasi itu sejak pagi.” Jawab Dimas.

“Dimas sambil membaca buku paket tuh, pak..!” Seru Bobi diikuti gelak tawa yang memenuhi ruangan kelas.

“Bagus. Jawabanmu lengkap sekali Dimas, tapi lain kali jangan sambil dibaca yah.” Pak Sahrul tersenyum ke arah Dimas.

“Siap pak, laksanakan.” Ujar Dimas sambil berdiri dan memberi hormat kepada Pak Sahrul.

“Huuuuhhhh…!!!” Seru teman – teman lain dengan diakhiri gelak tawa.

“Siapa yang membacakan tek Proklamasi…?” Tanya Pak Sahrul kemudian.

“Bukan saya pak, soalnya tadi bapak kan melarang saya membaca.” Ujar Dimas.

“Huuuuuhhhhhh…!!” Seru teman – temannya lagi.

“Maksud bapak, siapa yang ketika tanggal 17 Agustus tahun 1945 itu membacakan teks proklamasi, Dimas ?” Seru Dewi sedikit geram.

“Iya, bukan saya.” Dimas ikut geram juga.

“Saya pak !” Dodit mengangkat tangannya. “Yang membacakan teks Proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia itu adalah bapak Ir. Soekarno didampingi bapak Muhamad Hatta.” Jelas Dodit

“Betul sekali jawaban Dodit.” Pak Sahrul mengangkat jempolnya untuk jawaban Dodit itu. “Berarti, sudah berapa tahun yah negara kita merdeka ?” Tanya Pak Sahrul lagi.

“350 tahun pak dijajah Belnda dan 3,5 tahun dijajah Jepang.” Sahut Dimas lagi sambil membaca buku.

“Dimas… boleh bukunya kamu simpan dulu ke laci di bawah mejamu ?!” Tegur Pak Sahrul sambil tersenyum.

“Siap pak, laksanakan !!” Lagi – lagi Dimas berdiri dan memberi hormat meniru layaknya seorang tentara. Dimas memang sangat mencita – citakan untuk menjadi tentara. Makanya Dimas paling senang jika diberikan tugas menjadi pemimpin upacara bendera.

“Saya pak !” Soleh mengangkat tangannya tinggi – tinggi. Rupanya Soleh sudah memiliki jawaban atas pertanya pak Sahrul tadi.

“Baik Soleh, menurut kamu, sudah berapa tahun negara kita merdeka ?” Pak Sahrul mengulangi pertanyaannya.

“Karena Indonesia merdeka pada tahun 1945, sedangkan sekarang sudah tahun 2015, maka 2015 diambil 1945 sama dengan 70 tahun pak.” Jelas Soleh dengan lengkap.

“Bagus, betul sekali jawaban Soleh.” Puji pak Sahrul. “Jadi, negera kita ini sudah merdeka selama 70 tahun. Lama juga juga yah ?”

“Lama pak.!!” Potong Odih yang terkenal suka melucu di kelas. “Kalau sudah 70 tahun berarti dia sudah pensiun dari pegaiwai negeri, pak.” Lanjut Odih.

“Huuuuuhhhhh…!!!” Seru teman – teman sekelas memberi respon atas jawaban Odih yang ngawur.

“Itu bagi pegawai negeri, kalau dia sudah berumur 60 tahun, bahkan ada yang berumur 58 tahun, dia sudah pensiun dari tugasnya sebagai pegawai negeri. Tapi walau usia Indonesia 70 tahun, tidak mungkin negera kita ini pensiun.” Pak Sahrul tetap tersenyum menanggapi jawaban murid – muridnya itu.“Terus apa arti kemerdekaan bagi kalian..?”

“Merdeka itu berarti sudah tidak dijajah lagi, pak.” Jawab Karim.

“Betul, merdeka itu artinya kita sudah terlepas dari kekuasaan kaum penjajah. Kita sudah bebas melakukan apa saja. Sudah tidak ada larangan – larangan yang membatasi kita untuk menentukan nasib negera kita sendiri.” Jelas Pak sahrul.

“Jadi, merdeka itu artinya sudah tidak ada larangan lagi yah, pak?” Odih angkat bicara lagi. “Tapi kenapa kita dilarang makan dan minum di siang hari pada bulan Ramadhan ?” Lanjut Odih sambil garuk – garuk kepalanya.

“Kalau itu bukan larangan dari penjajah, Odih. Itu mah larangan ketika kita berpuasa, karena kalau puasa itu kan memang harus menahan lapar dan haus.” Protes Dewi.

“Nah…betul kata Dewi.” Puji Pak Sahrul.

“Tapi ada satu lagi pak larangan yang saya tidak mengerti, yaitu larangan yang ditulis di tempat umum dengan tulisannya dilarang membuang sampah pada tempatnya.” Sakir ikut bicara juga.

“Dimana ada tulisan seperti itu, Sakir..? Kamu pernah baca dimana ?”Tanya Soleh.

“Di terminal bus, di supermarket, bahkan di pinggir – pinggir jalan raya juga banyak tulisan seperti itu.” Jelas Sakir.

“Kamu salah baca barang kali. Setahu aku, tulisannya bukan begitu tapi seperti ini.” Soleh memohon izin pada Pak Sahrul untuk menulis sesuatu di papan tulis. “Mungkin tulisannya seperti ini…” Kata Soleh sambil menulis kalimat larangan yang berbunyi dilarang membuang sampah sembarangan, buanglah sampah pada tempatnya. “Seperti ini mungkin.”

“Iya seperti itu….iya seperti itu…”Seru semua murid – murid mendukung Soleh.

“Bapak sangat senang kalian bisa saling berdiskusi seperti ini. Boleh bertepuk tangan.” Pinta Pak Sahrul sambil tersenyum bangga.

Semua murid – murid pun segera bertepuk tangan penuh rasa gembira, karena tanpa terasa walau pun nampak banyak jawaban – jawaban yang tidak nyambung, tapi dari jawaban – jawaban itu tergambar wawasan murid – murid kelas VI yang berkembang sesuai dengan usianya. Peka terhadap sekitarnya dengan daya tangkap sesaui kemampuan akal budinya. Dari tema kemerdekaan saja, banyak sekali hal baru yang mereka sampaikan yang membuat Pak Sahrul merasa bangga terhadap mereka.

“Jadi siapa yang bisa menyimpulkan sedikit saja materi yang sudah kita bahas dalam diskusi kita tadi?” Pak Sahrul memancinga murid – murid untuk menganggkat tangannya.

“Saya pak..!” hampir semua siswa mengangkat tangannya.

“Coba kamu Dimas..!!” Pak Sahrul menunjuk ke arah Dimas yang mengangkat tangannya lebih tinggi dari yang lainnya.

Dimas segara maju ke depan kelas.

“Indonseia dijajah belanda 350 tahun, kemudian dijajah Jepang selama 3,5 tahun. Karena merdekanya tahun 1945, maka usia kemerdekaan Indonesia sekarang sudah 70 tahun. Arti merdeka menurut hasil pembicaraan tadi adalah…..” Dimas menggaruk – garuk kepalanya karena lupa tentang kelanjutan pembicaraannya yang sebenarnya tadi sudah ada di dalam kepalanya.

“Bagus sekali penjelasan Dimas. Berika tepuk tangan untuk Dimas…!!” Puji Pak Sahur membuat Dimas bahagia karena meski pun penjelasannya tadi tidak tuntas, pak Sahrul tetap menghargainya.

“Ayo siapa yang mau menambahkan ?” Pak Sahrul kembali memancing murid – muridnya untuk melengkapi jawaban Dimas tadi.

“Saya pak…saya pak..!! “ Serempak semua murid mengangkat tangannya.

“Coba kamu Ari. Bapak lihat kamu paling tinggi mengangkat tangannya.”

Pak Sahrul mempersilahkan Ari untuk maju ke muka kelas.

“Arti kemerdekaan adalah sudah tidak ada lagi larangan – larangan dari kekuasaan negera penjajah.” Ari menambahkan jawaban dari Dimas yang tadi belum selesai.

“Bagus…bagus. Murid – murid bapak memang pandai – pandai. Sebagai hadianya, bapak akan putarkan film perjuangan tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia.”

“Asiiiikkkkkk…!!!” Semua siswa bersorak sorai dengan gembira.

Pak Sahrul pun segera menayangkan film tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia melalui proyektor. Semua siswa sangat berantusias menyaksikannya.

----------------- SEKIAN ---------------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun