Mohon tunggu...
Rudi Dari Rumpin
Rudi Dari Rumpin Mohon Tunggu... -

Sekarang mengajar di SDN Sukasari 04 Rumpin Bogor. Aktip di Pengurus Cabang PGRI Kecamatan Rumpin. Aktif menulis puisi dan Cerpen , serta menjadi blogger di http//www.bloggurudarirumpin.blogspot.com. \r\ndan http//www.rumpinnews.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fini Sayang Mamah

30 Oktober 2016   05:58 Diperbarui: 30 Oktober 2016   07:24 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Fini..!! Fin..!! Bangun Fin.” Tiba-tiba suara mamah terdengar sambil menepukkan telapak tangannya ke pundakku. “Sudah siang Fin. Bangun… nanti kesingan berangkat sekolah,” suara mamah menjadi aneh di telingaku. Kepalaku berat berputar-putar. Telinga terasa panas mendengung.

 “Kamu sakit Fin..?” mamah terdengar khawatir. Panik melihat kondisiku, ”kamu berkeringat dingin Fin. Dan dahimu panas sekali,” kata mamah semakin risau.

“Pah..! Papah, sini pah. Fini sakit pah,” teriak mamah memanggil papah.

“Tuh kan, papah sudah mengingatkan dari tengah malam tadi. Istirahat dulu jangan memaksakan untuk begadang. Tunda dulu pekerjaan menulisnya,” gerutu papah sambil mengangkat tubuhku dan memindahkannya ke tempat tidur. Setelah itu, aku tidak mengingat apa – apa lagi. Semuanya menjadi gelap gulita.

Ketika kembali sadar aku sudah berbaring di sebuah ruangan pasien rumah sakit. Jarum infuse tertancap di pergelangan tangan, kepala masih terasa pening. Samar – samar aku melihat wajah mamah di sisiku, semakin lama semakin nampak jelas. Wajahnya agak pucat, matanya sembab.

“Fini. Alhamdulillah,kamu sadar sayang,” mamah memeluk tubuhku, “ini mamah sayang. Ini mamah,” suara mamah parau nampak bibirnya berusaha tersenyum meski terlihat air matanya mengalir membasahi pipi.

“Iya mamah. Fini kenapa, mah?” tanyaku.

“Sudah tiga hari kamu berbaring lemah tanpa sadarkan diri. Darahmu ngedrop sayang, hanya 70. Kami khawatir terjadi apa – apa atas kamu,” jelas mamah.

Aku menghela napas sangat berat. Sirna sudah impianku mengikuti lomba menulis cerpen itu. Aku kalah sebelum sempat bertanding. Kalah oleh kondisi badanku yang belum kuat melawan ganasnya angin malam.

Di hari ke 5 di rumah sakit teman – teman sekolah dan guru menjenguk, terhibur juga melihat mereka. Ingin rasanya kembali sehat seperti sedia kala, melanjutkan sisa mimpi yang belum kuraih dengan sempurna. Kali ini boleh aku kalah sebelum mulai bertanding, berikutnya aku harus menang, menang, dan menang. Merajai setiap pertandingan dengan segenap kemampuanku.

Sepulang teman dan guruku, papah datang,“coba kamu lihat, siapa orang yang bersama papah ini?” tanya papah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun