Bagian terpentingnya adalah bahwa makhluk-makhluk tersebut tidak boleh dan tidak dapat berhenti untuk melakukan proses metabolisme selama masih memungkinkan, karena ketika mereka berhenti, cepat atau lambat mereka akan berubah menjadi benda fisik yang tidak lagi memiliki energi dan gayanya sendiri, kembali seperti batu dan tanah, dikuasai hukum-hukum fisika permukaan bumi: Mati.
Sumber daya yang dibutuhkan oleh makhluk-makhluk tersebut seringkali hadir dalam jumlah yang berlimpah ruah atau bahkan bisa dianggap tak berhingga, tetapi keberadaannya tersebar luas di ruang yang besar sekali, sehingga secara lokal tampak sangat terbatas jumlahnya. Keterbatasan sumber daya inilah yang kemudian menjadi asal muasal dari relasi ekonomi, dari yang terkecil dan primitif seperti yang dimiliki semut, hingga peradaban manusia yang termegah.
Ketika ada dua atau lebih makhluk yang memiliki kebutuhan sumber daya yang sama dan berada di area lokasi yang sama, dengan sumber daya yang terbatas secara subjektif, di sanalah relasi ekonomi terlahir. Sederhananya, cepat atau lambat akan ada perbenturan kepentingan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Walaupun sumber daya tersebut masih tak berhingga banyaknya, posisi-posisi yang strategis, keberlimpahan serta kualitas yang lebih baik di suatu tempat dan kelangkaan di tempat yang lain, kemudahan untuk didapatkan, dan berbagai parameter yang lain akan mendorong terjadinya persinggungan.
Bahkan yang sebenarnya terjadi adalah seperti apa yang kita pelajari sejak SD, yaitu ketika di antara makhluk-makhluk tersebut terjadi saling memper-sumber-daya-kan antara yang satu dengan yang lainnya. Kasarnya, individu-individu tersebut saling memakan satu dengan yang lainnya, sehingga tercipta urut-urutan saling makan-memakan yang khas: Rantai makanan.
Relasi ekonomi ini akan semakin kompleks ketika masing-masing jenis makhluk, kita sebut saja kelompok, terdiri dari banyak individu. Pertama-tama antar kelompok akan saling bersaing-saingan untuk mendapatkan sumber daya yang terbanyak dan terbaik serta saling memakan satu dengan yang lainnya. Kedua, di dalam masing-masing kelompok itu sendiri akan terjadi persaingan di antara anggotanya untuk mendapatkan yang terbaik, mendapatkan yang terbanyak, menjadi yang paling selamat, dan menjadi yang terunggul.
Dalam relasi ekonomi primitif tersebut, selain akan kita temukan persaingan dan konflik kepentingan, juga sebenarnya bisa kita temukan pula eksploitasi antara yang satu terhadap yang lainnya, baik antar individu, antar kelompok, maupun kelompok di dalam kelompok; bahkan ada pula bentuk-bentuk kerjasama yang sederhana baik disengaja maupun tidak, yang kesemuanya kemudian kita golong-golongkan ke dalam ketiga bentuk simbiosis; mutualisme, komensalisme, parasitisme.
Ketika relasi ekonomi tersebut bergulir ke tingkatan yang lebih kompleks lagi, ia tidak hanya menyangkut 'lidah ini ingin makan apa'. Ia akan mencakupi juga permasalahan masa depan yang cukup jauh, ketersediaan makanan yang lebih berlimpah dan lezat; artinya teritorialitas, potensi alam, keamanan dari pemangsa; demi menjamin kelestarian kelompok, dominasi internal kelompok, pemuasan hasrat menghasilkan keturunan, keterjaminan keturunan, dan lain-lain. Perlahan-lahan, secara sangat sederhana, secara sangat primitif, relasi ekonomi tersebut mulai membentuk relasi sosial yang lebih utuh melalui terciptanya kesepakatan dan kerja bersama, pemimpin, kasta, persaingan, pertentangan, klan, kelompok, dan berbagai rupa dan model perebutan akan masa depan yang lebih baik bagi individu sekaligus bagi kelompok.
***
Karena makhluk-makhluk tersebut hidup, beraktivitas, dan membangun relasi-relasi sosial-ekonomi mereka di dalam dan berinteraksi dengan ruang, maka terjadi gerak dialektis saling mempengaruhi yang sangat rumit di sana. Kondisi objektif ruang mempengaruhi individu, kelompok, serta perilaku dan relasi para penghuninya; yang saling mempengaruhi satu sama lain; dan kemudian berbalik mempengaruhi persepsi subjektif mereka tentang ruang tempat hidupnya; atau bahkan tidak jarang ruang tersebut termodifikasi secara fisik akibat aktivitas dan perilaku penghuninya; yang tentu saja akan kembali mempengaruhi para penghuninya; demikian seterusnya.
Pada dasarnya "konstelasi ruang" bagi sekelompok singa (pride) selalu berubah seiring setiap air kencing yang mereka siramkan di sini dan di sana serta auman-auman keras singa jantan sepanjang malam hingga pagi. Itu semua dalam rangka menandai teritori kekuasaan mereka, ruang kedaulatan mereka, kepentingan ekonomi mereka; yang bisa saja meluas dengan tiba-tiba ketika beberapa ekor singa jantan pengembara bergabung dengan kelompok tersebut dan menambah wilayah cakupan air kencing dan auman tengah malam.
Dan sekawanan gajah memiliki lokasi tertentu, satu lokasi di dalam ruang tempat mereka berada pada saat tertentu, yang secara sosial mereka sepakati sebagai tempat untuk membuang hajat, yang artinya juga secara ekonomis, karena pemisahan antara tempat makan dan tempat membuang hajat adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan kawanan tersebut. Persepsi ruang bagi mereka telah berubah, melalui kesepakatan dibuat menjadi sesuai dengan aktivitas para gajah, bahwa selain dari ruang yang telah disepakati tadi, adalah ruang untuk mencari makan dan berkubang, sehingga haram hukumnya untuk membuang hajat.