Tahukah perpeloncoan itu? Lebih jelasnya perpeloncoan adalah segala tindakan yang mengandung kekerasan, pelecehan, dan tindakan kasar yang dilakukan senior terhadap juniornya. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat penyambutan mahasiswa baru. Nama resmi kegiatan ini adalah Propti atau tergantung penamaan lainnya di setiap universitas. Namun kegiatan ini biasanya terus berlangsung meski jadwal resmi propti telah usai. Dan pada masa-masa inilah mahasiswa senior berperan besar terhadap kegiatan “Peradaban Mundur” ini.
Bentuk atau tindakan-tindakan nyata dari perpeloncoan ini antara lain:
-Main fisik
Tindakan berupa tamparan, tendangan, tinjuan, atau tindakan yang dengan sengaja menyentuhkan bagian tubuh pelaku atau benda lain dengan tubuh korban, yang menyebabkan korban merasakn kesakitan dan atau dirugikan.
-Hukuman fisik
Segala perintah (dengan paksaan) oleh senior kepada junior yang mempunyai dampak tertentu terhadap tubuh korban. Contoh dari dampak-dampak tersebuit antara lain, lelah, lemas, pegal, kotor, berkeringat dan segala tindakan yang membuat korban merasakan perubahan kondisi tubuh antara sebelum dan sesudah dilakukan hukuman. Contohnya adalah push up, sit up, jalan jongkok, merayap dibumi, masuk kedalam empang, memanjat pohon, dll.
Selain seperti yang disebutkan diatas, tindakan perpeloncoan dapat berupa Membentak tanpa alasan, dan memerintahkan junior untuk mengenakan aksesori atau atribut yang tidak wajar seperti Nametag ukuran besar, pita warna-warni, kaos kaki warna warni, topi dari bola plastik, dan pakaian aneh lainnya.
Yang jelas tindakan-tindakan yang saya sebutkan diatas, jelas tidak ada hubungannya dengan sikap mendidik dan jauh dari unsur pendidikan. Resiko terbesar terhadap kegiatan seperti ini adalah KEMATIAN Si Junior.
Satu-satunya alasan senior melakukan melakukan perpeloncoan adalah untuk menjalin “keakraban”yang tidak mendasar. Bisa dibilang, kegiatan ini dilakukan karena senior ingin dihargai junior.
Dampak berantai dari kegiatan ini adalah justru membuat mahasiswa baru ingin melakukan hal yang sama terhadap mahsiswa baru berikutnya. Hingga akhirnya kegiatan ini menjadi kegiatan yang turun temurun. Bisa dibilang kegiatan seperti ini telah menjadi hukum adat yang pantang untuk untuk ditentang. Sama halnya seperti hukum adat, jika menentang, akan dikucilkan,
“ Mahasiswa baru itu ibarat anak yang baru tumbuh. Jika sejak awal ia disuapi hal-hal buruk, maka dia akan menjadi orang dewasa yang jauh lebih buruk”
Sejatinya motif klasik adalah 'balas dendam', mengerjai junior adalah kesempatan untuk balas dendam atas perbuatan yang dilakukan oleh senior pada tahun sebelumnya. Namun tetap saja, dengan topeng yang bijaksana para senior berbusa-busa mencari pembenaran atas kegiatan tersebut. Alasannya bisa-bisa saja: menjalin kebersamaan katanya, memupuk kedisiplinan katanya, ada-ada sajalah katanya. Tetapi yang jelas, saya tidak melihat korelasi antara tujuan yang mulia itu dengan praktek di lapangan. Malah tampak sumbang. Diluar akal sehat.
Semasa kita masuk SMA, ada yang namanya Masa Orientasi Sekolah (MOS). Dengan bangga kakak senior mempermalukan adik-adiknya yang luguh itu. Ditambah dengan bermacam-macam atribut untuk menyempurnakan kebahagiaan bagi para senior. Masih belum cukup, hingga mental, emosi & kejiwaan pun dipermainkan. Kekerasan fisik? Itu entahlah. Jikapun ada umumnya lebih sempurna—dalam menutupinya.
Itulah sistem rumit karya kita. Salahkah?
Tentu tidak. Tradisi katanya.
Serunya lagi, MOS itu masih ada lagi semasa kita masuk ke perguruan tinggi. OSPEK. Lucunya, seorang yang memiliki title mahasiswa, 'maha' itu besar. Besar. Tapi katanya. Sebab perilaku mereka tidak jauh berbeda dengan siswa. Malah lebih rentan. Yang juga dengan bangga mempermainkan/mempermalukan adik-adiknya seperti membentak, Marah, Mencaci, Memaki. Walau berpura itu sungguh ironi.
Namun dengan segudang alasan, panitia tetap membantah. Karena adanya acara hiburan berupa nyanyian, yel-yel, tepuk tangan yang membahana & sejenisnya dapat menghadirkan senyum di wajah yang lelah. Melihat wajah-wajah tersenyum itu, para diktator (baca: panitia; senior) berdalih bahwa acara ini tidak sepenuhnya memberatkan. Sayang sekali, mereka lupa, seakan euforia menjadi ukuran kesuksesan sebuah kegiatan. Sungguh ironi yang berhasil tersamarkan.
Inilah bangsa yang ingin maju, namun sejatinya pemikiran moral kita mundur.
Harapan saya kedepan untuk sistem masa pengenalan siswa maupun mahasiswa kepada lingkungan barunya dengan cara perpeloncoan tersebut agar segera di tindak lanjuti oleh para pihak yang berwajib seperti KEMENDIKBUD dan yang lebih utama adalah sekolah/universitas itu sendiri, karena hal seperti ini hanyalah merusak karakter penerus bangsa dan akan terusus menerus terjadi. Menurut saya banyak cara untuk melakukan pengenalan kepada dunia baru bagi para siswa SMP, SMA, dan mahasiswa Perguruan Tinggi untuk melakukan tindakan tindakan positif, seperti turun ke lapangan dengan aksi aksi sosial di sekitar atau membuat hal hal yang bernilai jual. Dengan cara tersebut, siswa/mahasiswa dapat berfikir dengan baik atas perbuatan yang telah mereka lakukan dan dapat membangun jiwa sosial & kreatifitas.
"Jika masih ditemukan pelanggaran-pelanggaran maupun adanya kekerasan yang dilakukan, sanksi tegas pun akan diberlakukan, mulai dari sanksi akademik, sampai dikeluarkan dari universitas. Sanksi juga berlaku untuk para rektor"
Mohamad Nasir (Menristek Dikti)
"Saya lihat tujuan OSPEK (perpeloncoan) tidak jelas & diluar negeri kegiatan seperti ini tidak ada."
Fawzia Aswin Hadi (psikolog dari Universitas Indonesia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H