Di Indonesia, pada tahun 2021 jumlah UMKM sekitar 64 juta di mana 64,5 persen pelaku UMKM adalah perempuan. Kontribusi kelompok usaha ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun.
Sayangnya, masih banyak perempuan yang sulit mengakses layanan keuangan. Misalnya, karena mereka tidak memiliki aset atas namanya. Selain itu, tingkat literasi perempuan terhadap layanan keuangan formal masih tergolong rendah.
Dikutip dari laman Tirto.id, indeks literasi perempuan terhadap keuangan sebesar 36,13 persen. Sedangkan inklusi keuangan untuk perempuan mencapai 75,2 persen. Artinya, dari 100 perempuan ada 75 orang yang memiliki akses layanan keuangan formal. Akan tetapi hanya 36 orang saja yang memiliki tingkat literasi tinggi.
Selain perempuan, pemuda juga memiliki peranan penting dalam peningkatan ekonomi dunia. Mereka adalah agent of chage, aset suatu bangsa yang sangat berharga. Sebanyak 16 persen dari populasi dunia adalah pemuda.
Pemuda merupakan kelompok usia yang melek teknologi digital, kreatif, dan multitasking. Berdasarkan data Sakernas, pada Februari 2021 jumlah penduduk Indonesia usia 15-34 tahun yang bekerja mencapai 47 juta orang atau 36,5 persen dari total penduduk yang bekerja.
Namun, anak muda masih banyak yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Kurangnya dokumen identitas atau perlunya persetujuan wali untuk membuka rekening bank membuat pemuda sering dibedakan. Padahal, mereka adalah usia produktif yang memiliki potensi besar dalam ekonomi suatu negara. Â
Kelompok lain yang masih mengalami kesenjangan dalam akses ke lembaga keuangan adalah penyandang disabilitas. Pada tahun 2021, jumlah penduduk dunia tercatat sebanyak 7,7 miliar. 15 persen dari jumlah tersebut merupakan penyandang disabilitas. Sebagian besar penyandang disabilitas atau 80 persennya tinggal di negara berkembang. Â
Di Indonesia, data Sakernas Agustus 2020 menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja yang merupakan penyandang disabilitas tercatat sebanyak 7,68 juta atau 5,98 persen dari total penduduk Indonesia yang bekerja. Saat menerima upah kerja, tidak semua diberikan secara tunai. Opsi pemberian upah juga dilakukan melalui transfer bank.
Namun, kaum disabilitas sering dipersulit dalam mengakses layanan perbankan. Misalnya, para penyandang tuna netra tidak dapat tanda tangan secara identik, maka pihak bank atau lembaga keuangan akan melakukan diskriminasi. Padahal, dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, mereka memiliki hak keadilan dan perlindungan hukum untuk memperoleh akses terhadap pelayanan jasa perbankan dan nonperbankan.
Kesenjangan yang dialami oleh underserved community ini harus segera menemukan solusinya. Karena mereka adalah kelompok yang juga berperan penting terhadap kemajuan ekonomi suatu negara.
Teknlogi Keuangan untuk Mengentaskan Kesenjangan