Hari ini, Rabu 15 Juni 2022 jam 08.30 WIB, adalah pendampingan individu yang pertama untuk saya, Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Sumenep.Â
Untuk pertama kalinya juga, saya kedatangan pengajar praktik saya, Ibu Endrawasih,S.Pd. Beliau adalah Wakil Kepala Seksi Kurikulum di SMA 1 Kalianget.Â
Saya tidak bisa melukiskan bagaimana perasaan saya menghadapi pendmapingan saat ini apalagi saat melihat Beliau sudah datang. Ketakutan itu menurut beliau wajar, karena ini adalah kali pertama saya mendapat pendampingan.Â
Sejak kemarin saya sudah mempersiapkan kunjungan ini, kelas yang menginspirasi sebagai aplikasi dari buah pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang tertuang dalam program yang telah saya ikuti selama kurang lebih 1 bulan ini.Â
Print out aksi nyata dan portofolio manual dan digital, dan beberapa persiapan lain yang saya rasa sudah maksimal meski itu tak mengurangi kegelisahan saya. Bersama beliau dalam pendampingan kali ini sangat menyenangkan, Kegelisahan yang saya takutkan tidak terasa, semua mengalir begitu saja seperti yang beliau sampaikan untuk menenangkan hati saya.
Ada banyak pelajaran baru yang saya dapatkan hari ini bersama beliau, setidaknya dari penyampaian beliau, ada pola pikir yang harus saya perbaiki dan saya rubah. Yang pertama, hasil karya murid yang saya pajang memang akan memberikan dampak positif bagi siswa saya yang hasilnya saya pajang, akan tetapi bagi yang tidak dipajang juga memberikan dampak negatif selain sisi positifnya.Â
Siswi yang hasil karyanya dipajang memang akan merasa bangga, lebih percaya diri, dan menurut saya ini akan menjadi motivasi ekstrinsik untuknya agar lebih baik lagi dalam berkreasi, tapi bagi siswa yang tidak dipajang, disisi positif yang saya pikirkan, mereka akan berupaya untuk lebih baik dalam berkarya sehingga karyanya bisa dihargai, namun disisi negatif, mereka akan merasa kurang percaya diri, patah semangat, bahkan malas untuk berkreasi kembali karena melihat karyanya tidak dipandang baik bahkan cenderung di abaikan.Â
Maka dari itu, solusinya adalah, kita sebagai guru, hal pertama yang harus dilakukan adalah, membuat kesepakatan bersama mereka dalam membuat kolase. Semisal, kolase yang kurang rapi atau bagus tampilannya tidak akan di pajang. Informasi ini menjadi stimulus bagi anak untuk berupaya menampilkan yang terbaik. Kemudian, hal lain yaitu kolase yang kurang bagus tidak seharusnya di taruh di Kardus tapi tetap di pajang dan diletakkan di portofolio.
Dari peristiwa ini,saya berfikir, begitu detailnya pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang anak. Ada nilai-nilai berpihak pada anak  yang terselip dalam kejadian ini, kita sebagai guru harus selalu berupaya mamang benar-benar memihak pada anak.Â
Tidak hanya mendampingi saat proses pembelajaran, memotivasi saat mereka berproses, akan tetapi tetap menghargai hasil karya mereka bagaimanpun hasilnya untuk tetap menjaga agar mereka belajar dengan merdeka dan bahagia. Karena setiap anak berkembang dengan potensinya masing-masing, hidup dengan dunianya masing-masing.Â
Kita sebagai guru bukan merubahnya, tapi memberinya warna supaya tampak indah dengan mengarahkannya pada nilai yang lebih baik lebih bijak agar mereka mampu menumbuhkan karakter positif yang kuar dan melemahkan karakter negatif yang mengakar dalam diri mereka.
Pelajaran kedua yaitu tentang bagaimana saya selama ini sebagai Guru telah melakukan kesalahan terhadap anak didik kita. Bahkan mungkin tak hanya saya yang memberikan  label negatif kepada anak.Â
Pemberian label itu berdasarkan kesimpulan saya sebagai guru dengan melihat karakter kuat yang murid miliki, sehingga label itu akan sering saya ucapkan saat anak melakukan aksi yang menurut saya adalah karakter negatif.Â
Seperti misal, anak nakal, anak bodoh, anak kurang ajar, dan apapun yang itu mendeskripsikan sebagian besar tentang diri mereka. Subhanallah, pencerahan Bu Endra membuat saya tersadar, betapa selama ini saya melakukan kesalahan dengan.Â
Saya adalah guru mereka, setiap ucapan adalah doa, apalgi ucapan yang berulang-ulang saya ucapkan. Bagaimana jika malaikat mencatat ucapan itu dan mengabulkan dao tersebut. Dan jika kita dapati anak dengan lebel tersebut bukan berubah malah makin menjadi, saya sebagai guru ikut andil di dalamnya.
Pencerahan ini merubah pola pikir saya, sedah seharusnya dari hari ini, hal pertama yang saya lakukan adalah mengganti ucapan tersebut menjadi kata positif dengan melihat sisi positif dari yang murid lakukan. Misalnya menyebut siswa aktif, kreatif, komunikatif, percaya diri. Dan perlunya saya sebagai guru untuk terus mengarahkan agar aksi yang kurang tepat tersebut bisa sedikit-sedikit dikurangi jika tak pada tempatnya.
Pelajaran ketiga adalah tentang nilai kolaborasi. Kolaborasi selama ini adalah aktifitas yang sering saya abaikan. Saya lebih senang bekerja sendiri agar hasilnya sesuai dengan ekspektasi saya. Memang agak berat, tapi itu tidak akan banyak menyita waktu saya untuk mengajari orang lain.Â
Bersama program guru penggerak angkatan 5 dan dikuatkan dengan bimbingan Bu Endra, saya harus berubah. Guru penggerak tak hanya aktif menggerakkan orang lain, tapi bagaimana dia mampu menggerakkan orang-orang disekitarnya. Mampu berbagi dan mengajar  orang lain untuk aktif, peduli dan berkembang.Â
Pekerjaan lebih cepat selesai, dan jikapun ada yang kurang sempurna, tak saya sendiri yang menanggung akibatnya. Awalnya saja sedikit meluangkan waktu untuk orang lain mengerti dan tahu apa yang saya harapkan, akan tetapi dari sedikit waktu luang tersebut, akan memberikan banyak manfaat. Orang lain akan tahu satu atau beberapa hal. Bahkan mungkin ini adalah pengetahuan atau ilmu baru. Saya makin dekat dan akrab dengan mereka, dan pekrerjaan lebih efektif dan efisien.
Terimakasih Bu Endra, terimakasih Program Guru Penggerak. Guru Penggerak, menguatkan nilai-nilai posit dan melemahkan nilai-nilai negatif dalam diri saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H