Van der Hoop, menyebutkan bahwa tinggalan megalitik Pasemah memiliki pengaruh kuat dari budaya perunggu. Oleh karenanya manusia pendukung kebudayaan megalitik Pasemah dipercaya telah menggunakan peralatan yang terbuat dari logam. Dan perkiraan megalitik pasemah dimulai pada abad ke-3 Masehi.
Pada penelitian oleh Arkeolog RR Tri Wuryani mengatakan Berdasarkan bentuknya, arca Pasemah dapat dikategorikan atas arca manusia, arca hewan, dan arca manusia dengan hewan Penggambaran arca yang sangat bervariasi ini juga menunjukkan tingkat kepandaian yang cukup tinggi dalam bidang seni rupa atau seni pahat yang dimiliki pendukung budaya Pasemah pada waktu itu.
Dengan demikian, komunitas pendukung budaya Pasemah adalah suatu masyarakat yang sudah tertata mampu membuat seni arca yang cukup maju, mampu menyesuaikan dengan bahan materialnya sehingga terkesan menimbulkan gerak miring ke samping, maju ke depan atau tegak, dan mengesankan adanya suatu aktivitas.
"Yang paling penting karakter kuat dari tatahan, yang disesuaikan dengan bentuk batu, sudah menjadi karakter khas dari megalith pasemah. Seperti pada batu datar yang dibuat goresan,relief, tatahan ini," ungkap RR Tri Wuryani dalam wawancara dengan penulis.
Daftar Pustaka :
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/batu-tatahan-negeri-celeng-situs-talanggardu/
RR Tri Wuryani, Arca-Arca Megalitik Pasemah, Sumatera Selatan: Kajian
Semiotik, 2015, UI.
Van Der Hoop, Meghalitic Remains in South Sumatera (terjemahan), 1932.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H