Di akar rumput lebih parah lagi, penyebar luasan sebuah informasi di media sosial seperti gelas yang pecah, terserak sehingga sulit tuk dicari puing-puingnya. Mana yang benar mana yang salah.Â
Pembuatan argumentasi dan simpulan yang lebih menekankan kecepatan di jari ke timbang kecepatan otak menjadi etalase sendiri. Ditambah lagi Mekanisme kopi dan paste argumentasi sudah menjadi hukum yang umum. Tak diolah langsung ditelan, parahnya lagi disebarkan.
Fenomena seperti ini semakin mewabah di ajang pemilu yang baru saja selesai. Tebar dan lempar argumentasi yang tak berdasar menjadi lumrah. Alhasil Fitnah dan Hoax mendapat tempat yang damai.
Kita telah kehilangan nilai-nilai, orisinalitas dan kekaryaan kita perlahan-lahan mulai sirna. Benar kata Coen yang penulis itu, masyarakat kita selalu membicarakan hal-hal yang tanpa data, yang tak punya validitas.Â
Lanjutnya, itu disebabkan oleh masyarakat kita yang malas membaca dan menulis. Najwa, si pemilik Mata Najwa dan duta baca Indonesia itu, dengan lirihnya menyebut minat baca negeri kita memang paling rendah dibanding negara lain.
Kiranya, disitulah semua bermula, rendahnya minat baca dan kualitas membaca pada akhirnya menuntun seseorang mengesampingkan orisinalitas mulai dari pikiran hingga tindakan.
Guru SD ku dan Ayahku adalah pengingat bahwa orisinalitas adalah jang oetama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H