Mohon tunggu...
Rami Musrady Zaini
Rami Musrady Zaini Mohon Tunggu... PNS -

Terkadang meluapkan gagasan ke dalam bait-bait kata terasa sulit, untuk tak dibilang sebagai penulis. Biarlah ku dinilai sedang iseng dalam menyusun sebuah gagasan. Dan inilah saya, yang tak pernah bijak dengan hari sebelumnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rekonstektualisasi Pemikiran dan Pergerakan HMI

18 Maret 2016   10:25 Diperbarui: 18 Maret 2016   10:34 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sehingga berdasarkan latar belakang yang penulis utarakan maka perlu digariskan sebuah rumusan masalah untuk memetakan lanskap kontekstual tersebut.

Bagaimana merekonstektualisasi pemikiran dan pergerakan HMI?
Ikhtiar memenangkan HMI di hati umat adalah Upaya memenangkan Indonesia di Pentas Global, Bagaimanakah?

BAB II

PEMBAHASAN 

Sudah menjadi watak sejarah yang dipentaskan umat manusia selama ini, bahwa setiap peristiwa yang terjadi di sudut manapun belahan bumi tidak bisa dilepaskan dari kondisi makro percaturan kehidupan manusia ditingkat internasional. Peristiwa yang terjadi di wilayah lokal sedikit banyak dipengaruhi oleh situasi makro yang sedang berkembang. Hal ini akan semakin menyata pada perkembangan peradaban umat manusia dalam dekade terakhir ini dan sepertinya akan semakin jelas pada masa-masa yang akan datang.

Kembali ke Khittah, Upaya Rekonstukruktualisasi Pemikiran dan Pergerakan HMI

Dr.syafii Ma’arif mengemukakan bahwa insentif politik bagi HMI jauh lebih besar dari pada insentif intelektual. Dua paradigma besar dalam HMI yakni politik dan intelektual masih sering bercokol dalam sikap HMI. Menurut syafii “keinginan untuk menyeimbangkan dua kutub di HMI, orientasi intelektual dan orientasi politik masih cukup berat bagi HMI.[6] Sedang anas urbaningrum berujar bahwa intelektualisme perlu disuburkan dalam tradisi HMI adalah untuk sejauh mungkin mengurangi reduksi-reduksi kebenaran yang ada dalam HMI. Jika intelektualisme hilang maka terjadilah anomali-anomali dalam HMI yang membuat ambruk organisasi HMI. Suburnya tradisi intelektualisme merupakan lahan subur untuk menghidupkan independensi etis maupun organisatoris. Keterkikisan nilai kebenaran saat terlalu terjebak dalam permainan politik praktis akan semakin kecil terjadi.[7]

Pada posisi ini HMI seharusnya kembali menguatkan wacana-wacana intelektualnya. HMI harus menjadi intelektual tercerahkan ‘rausyan fikr’ meminjam istilah Ali syariati. Kecendrungan HMI dalam berpolitik sebenarnya adalah sebuah penghianatan intelektual. Seperti yang diungkap Julian benda ‘kalau intelektual bercampur dengan atau menjadi bagian dari kekuasaan, ia telah berkhianat. Intelektual harus setia pada nilai-nilai abadi yang non kepentingan (politik). Sementara politik adalah sesuatu yang sangat terkait atau sarat dengan kepentingan.[8]

Muatan intelektual yang sarat dengan pergulatan pemikiran dan keberpihakan kepada kebenaran seharusnya menjadi nafas gerakan HMI serta jiwa kemahasiswaan yang penuh semangat perjuangan dan kritisisme menjadi ruh gerakan HMI sebagai kekuatan organisasi pemuda terbesar di Republik Ini.[9]       Meskipun dalam Negara modern, hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada individu atau kelompok yang dapat melepaskan diri dari pengaruh politik. Setidaknya dalam beberapa bentuk proses politik, seperti konflik, manipulasi sumber kekuasaan, paksaan dan tawar menawar politik yang mempengaruhi individu atau kelompok dalam waktu tertentu. Intensitas keterlibatan individu dan kelompok dalam proses politik tergantung pada posisi dimana para aktor politik berada. Artinya HMI harus mampu memainkan politik ‘nilai’ sesuai mahzab HMI yang kiranya tidak mempengaruhi independensi organisatoris.

Argumentasi Akbar Tandjung cukup merepresentasikan politik ‘nilai’ tersebut. Akbar menganjurkan agar HMI menjadi organisasi yang dapat melahirkan kader-kader politik yang mandiri baik dari kepentingan partai politik tetapi juga mandiri dari kepentingan para alumninya. Menurut Akbar bahwa kader-kader HMI diharapkan bisa muncul dalam perpolitikan nasional sehingga bisa turut membangun wajah politik nasional yang mempunyai etika dan rasa solidaritas yang tinggi.[10]

Dalam konteks keislaman HMI pun sudah mengalami pendangkalan. Hanya sedikit karya ilmiah yang menguraikan HMI adalah bagian integral dari pergerakan islam. Meski dalam catatan sejarahnya HMI lahir dari keresahan atas kondisi keislaman, kebangsaan dan perguruan tinggi kemahasiswaan. Artinya meski tidak ditemukan suatu ketimpangan sosial yang sedemikian parah pada anatomi HMI dipandang perlu untuk menghadirkan HMI sebagai institusi yang tersemangati oleh ideologi tauhid untuk membumikan risalah-risalah tuhan. Dengan kata lain HMI harus menginternalisasi indeologinya seperti yang tertuang dalam konstitusi HMI, ‘organisasi ini berasaskan Islam’ artinya Islam jangan dijadikan sebagai slogan pemanis bibir melainkan harus diinternalisasi oleh setiap kader-kadernya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun