Mohon tunggu...
Sosiana Dwi
Sosiana Dwi Mohon Tunggu... -

Architecture ITB 2011

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita Saya, Korupsi, dan Polisi Bali

5 April 2013   23:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:39 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pekan lalu aku ke rumah nenek yang berada di Pekanbaru. Alasan utamanya bukan untuk berlibur namun untuk menghadiri pernikahan kakakku di rantau sana. Masalahnya pekan itu pula aku tidak sedang libur sehingga secara otomatis statusku selalu absen di setiap daftar hadir di kelas. Jadwal ke bolosankuu ternyata bentrok pula dengan jadwal  penandatanganan surat bermaterai yang diadakan oleh Lembaga Kemahasiswaan (LK) kampus untuk beasiswa yang aku terima, Bidik Misi.

Mendapat informasi mengenai agenda itu sedangkan aku sudah mengagendakan kegiatanku jauh-jauh hari seolah tak ingin repot. Catat ya, bermula karena TAK INGIN REPOT. Aku pun mengamanahkan teman dekatku untuk berpura-pura menjadi aku dan menandatanganisurat bermaterai tersebut. Aku yang sedang berada di seberang pulau tentu tidak tahu menahu keadaan kampus. Yang aku tahu tanda tanganku tidak akan bermasalah dan tentu saja tidak akan membuat masalah bagi para penerima beasiswa lainnya. Karena biasanya ada keterlambatan satu orang saja maka seribu orang akan menunggunya. Yang jadi masalah tunggu-menunggu ini masalah UANG kuliah dan UANG hidup. Intinya masalah UANG sih yang akan selalu jadi akar permasalahan d segala bidang.

Singkat cerita saja ternyata karena kesalahpahaman maka rencana picikku tidak berhasil lancar. Karena ada dua temanku yang ternyata bersedia bertanda tangan untukku sehingga aku memiliki dua tanda tangan yang berbeda dan kedua-duanya bukan berasal dari tangan si empunya yaitu aku. Niat ini tercium. Mereka tentu saja berang dengan sikapku ini sampai akhirnya hampir saja beasiswa yang telah menghidupku selama berbulan-bulan di kampus yang katanya "Termahal" bangsa ini dicabut. Mendengar kabar itu hatiku kecut namun aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku merasa antara tak beruntung karena operasi kecil-kecilan ini gagal dan merasa berdosa juga. Semua lebur jadi satu yang menjadikan aku hanya diam termenung.

"Kamu sudah memalsukan data, memalsukan tanda tangan, membuat beasiswa terlambat," ujar Ketua LK. Sampai akhirnya aku diharuskan menuliskan surat pernyataan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan apabila iya aku harus rela beasiswa ini dicabut.

"Adek kalau misal ada masalah bilang saja ke sini. Yang penting mah komunikasi. Kita mah nggak bakal ngelarang adek mau kemana juga. Kemarin ada yang ke Cisarua tapi mereka ngomong ke kita dulu," bapak di LK yang lain menasehati. Aku hanya menganggukan kepala bertanda iya. Dalam hati aku menyimpan sesal, malu, dan yang paling dalam adalah rasa bodoh tak terkira.

"Bukan apa-apa dek. Ini kan kampus pendidikan. Kita gak cuma mengurusi administrasi saja tapi juga mendidik perilaku mahasiswa. Salah satunya ya ini." lanjutnya.

JLEB.

Rasanya ada pahu godam yang memukul kesadaranku. Menuliskan satu demi satu kata membuat aku menyadari aku telah berbuat salah yang sangat tolol. Menulis satu per satu kata si surat permohonan maaf itu membuat aku menuliskan daftar panjang hal yang paling memalukan dari diriku. Seakan baru sadar dari sisa mabuk aku terbangun dan merasa menyesal dari hati paling dalam. Air mataku meleleh namun ku tahan.

--

Esoknya tak sengaja aku melihat tayangan di Youtube yang menayangkan tentang video rekaman seorang polisi yang tertangkap sedang menilang seorang bule yang tidak mengenakan helm. Alih-alih menilang dengan alasan hukum ia malah mengantongi sejumlah uang dari pekerjaan tersebut. Bahkan ia mengajak sang bule untuk minum bir di pos saat sang polisi sedang bertugas. Naasnya bule tadi adalah seorang jurnalis Rusia yang sedang melakukan liputan mengenai acaranya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di video ini

Tindakan sang polisi tadi adalah suatu hal biasa di tengah masyarakat Indonesia.  Orang ditilang lalu membayar uang kompensasi yang ujung-ujungnya bukan ke kas negara malah bisa jadi masuk ke perut buncit petugas. Kongkalikong  sudah tertutup dengan label keramah tamahan. Bagi kita inilah yang kita nilai dari perilaku kita. Suatu bal yang BIASA terjadi dan tidak terlalu menggoyah zona nyaman kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun