Mohon tunggu...
Sose Manewalu
Sose Manewalu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka dengan ketenangan dan saya suka mendengarkan musik setiap harinya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Adat Perkawinan di Maluku, Tradisi dan Keharmonisan dilihat dari Kacamata Semiotika

1 Juli 2024   21:54 Diperbarui: 1 Juli 2024   22:14 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://suaramalukudotcom.wordpress.com/2015/11/29/mau-nikahi-nona-ambon-tau-dulu-tradisi-ini/ 

Adat Perkawinan di Maluku: Tradisi dan Keharmonisan dilihat dari kacamata semiotika


Maluku, Indonesia - Maluku, dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya, juga dikenal karena adat perkawinannya yang unik dan penuh makna. Adat perkawinan di Maluku mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan penghormatan terhadap tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Perkawinan di daerah ini tidak hanya menjadi ikatan dua individu saja, tetapi juga penghubung antara dua keluarga besar.

Prosesi Perkawinan

Lamaran (Patalima/Patalima Patalima)

Sebelum pernikahan dilangsungkan, proses lamaran dilakukan oleh pihak keluarga pria. Lamaran ini disebut "Patalima" atau "Patalima Patalima" di beberapa daerah di Maluku. Pihak dari keluarga pria datang membawa seserahan berupa sirih pinang sebagai simbol penghormatan dan niat baik mereka. Jika lamaran diterima, kedua keluarga ini akan menetapkan tanggal untuk upacara pertunangannya serta tanggal pernikahan.

Teori Semiotika Roland Barthes:

Dalam tulisan ini, penulis ingin menggunakan analisis semiotika untuk menganalisis berbagai tanda, makna, dan simbol-simbol yang digunakan dalam pernikahan di Maluku. Semiotika Roland Barthes menekankan pentingnya memahami makna denotatif (makna literal) dan konotatif (makna yang lebih dalam atau tersembunyi) dari tanda-tanda dan simbol-simbol tersebut.

Pertunangan (Sarat atau Sirih Pinang)

Pertunangan merupakan tahap penting sebelum menuju pernikahan. Pada upacara ini, kedua keluarga bertukar barang-barang simbolis seperti sirih pinang, perhiasan, dan kain adat atau kain tenun khas Maluku, yang menandakan ikatan resmi antara kedua calon mempelai. Selama masa pertunangan, kedua keluarga juga akan saling mengenal lebih dekat dan membahas persiapan pernikahan.

https://timesindonesia.co.id/wisata/467800/pahappa-tradisi-keramahan-nan-autentik-dari-sumba-timur
https://timesindonesia.co.id/wisata/467800/pahappa-tradisi-keramahan-nan-autentik-dari-sumba-timur
  • Denotatif: Sirih pinang dalam prosesi lamaran secara denotatif adalah benda fisik yang digunakan dalam pertukaran antara keluarga pria dan wanita.
  • Konotatif: Secara konotatif, sirih pinang ini melambangkan niat baik, penghormatan, dan permintaan restu dari keluarga pria kepada keluarga wanita. Ini mencerminkan persatuan dan kebersamaan yang diharapkan dalam pernikahan.
  • Mitos: Dalam konteks Roland Barthes, sirih pinang dapat dianggap sebagai mitos yang mengkodifikasi norma sosial dan budaya tentang peran gender dan hubungan antar keluarga. Penggunaan sirih pinang menegaskan nilai-nilai tradisional tentang kehormatan dan komitmen dalam masyarakat Maluku.

Hari Pernikahan (Gaba-Gaba)

Pada hari pernikahan, upacara dimulai dengan tarian tradisional dan iringan musik khas Maluku. Salah satu tradisi yang sering dilakukan adalah "Gaba-Gaba", yaitu tarian dengan menggunakan bambu sebagai alat musiknya. Prosesi pernikahan diadakan di rumah adat atau tempat yang telah disepakati, yang di mana kedua mempelai mengucapkan janji suci mereka di hadapan keluarga dan masyarakat.

  • Denotatif: Tarian Gaba-Gaba dengan bambu adalah ekspresi fisik dari seni dan budaya lokal.
  • Konotatif: Tarian ini melambangkan kebersamaan, kerjasama, dan kegembiraan dalam merayakan ikatan pernikahan.
  • Mitos: Gaba-Gaba tentang kekuatan tradisi dan pentingnya komunitas dalam merayakan peristiwa penting dalam kehidupan. Ini menekankan bahwa pernikahan adalah urusan bersama, bukan hanya pribadi.

Penghormatan Orang Tua (Matapiri)

Setelah upacara pernikahan, kedua mempelai melakukan prosesi "Matapiri", yaitu menghormati orang tua dan anggota keluarga yang lebih tua. Mereka menyentuh kaki orang tua sebagai tanda bakti dan meminta restu untuk kehidupan rumah tangga mereka yang baru. Prosesi ini memperlihatkan betapa pentingnya peran keluarga dalam adat perkawinan Maluku.

  • Denotatif: Menyentuh kaki orang tua adalah tindakan fisik dari memberikan penghormatan.
  • Konotatif: Tindakan ini melambangkan rasa hormat, bakti, dan permintaan restu dari yang muda kepada yang tua.
  • Mitos: Prosesi Matapiri tentang hierarki keluarga dan pentingnya restu orang tua dalam kehidupan pernikahan. Ini mencerminkan nilai-nilai ketaatan dan penghargaan terhadap generasi sebelumnya.

Simbol dan Makna

Setiap tahapan dalam adat perkawinan Maluku sarat dengan simbol dan makna mendalam. Sirih pinang, misalnya, melambangkan persatuan dan kebersamaan, sementara tarian dan musik tradisional mencerminkan keharmonisan dan kegembiraan. Adat ini juga menekankan pentingnya peran komunitas dalam mendukung pasangan yang baru menikah, menunjukkan bahwa pernikahan bukan hanya urusan pribadi tetapi juga sosial.

Teori Komunikasi dalam Adat Perkawinan Maluku

Adat perkawinan di Maluku dapat dianalisis menggunakan beberapa teori komunikasi untuk memahami bagaimana pesan dan makna disampaikan serta diterima dalam konteks budaya ini.

Teori Komunikasi Budaya (Cultural Communication Theory)

Teori ini menekankan bahwa komunikasi tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya di mana ia berlangsung. Adat perkawinan di Maluku adalah contoh nyata bagaimana simbol-simbol budaya (seperti sirih pinang, tarian Gaba-Gaba, dan prosesi Matapiri) digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tentang nilai-nilai kekeluargaan, kesetiaan, dan keharmonisan. Setiap simbol dan prosesi memiliki makna yang dipahami oleh masyarakat setempat, menciptakan kohesi sosial dan identitas budaya yang kuat.

Pelestarian Tradisi

Di tengah modernisasi ini, masyarakat Maluku terus berusaha melestarikan adat perkawinan mereka. Upaya ini terlihat dari banyaknya pasangan muda yang tetap menjalankan prosesi adat dalam pernikahan mereka, serta dukungan dari komunitas lokal dan pemerintah daerah dalam mempromosikan budaya tradisional.

Adat perkawinan di Maluku adalah cerminan dari kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur masyarakatnya. Dengan menjaga dan melestarikan tradisi ini, generasi muda Maluku tidak hanya menghormati warisan leluhur, tetapi juga memperkuat jati diri dan identitas budaya di tengah arus globalisasi.

REFERENSI:

https://exploremaluku.com/tradisi-pernikahan-ambon/

file:///C:/Users/hp/Downloads/mateus-londar%20(1).pdf

https://suaramalukudotcom.wordpress.com/2015/11/29/mau-nikahi-nona-ambon-tau-dulu-tradisi-ini/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun