Surat surat yang narasinya penuh "nyawa", surat surat yang menyeru, mengajak menuju dunia baru, dari dunia kaum perempuan yang penuh kegelapan, menjalani domestifikasi total, menunju dunia terang, perempuan yang mendapatkan kemajuan kemajuan; pikiran, kiprah sosial, dan berbagai peran publik.
Barangkali pikiran Ibu Kartini yang memperjuangkan emansipasi perempuan pada masanya bukanlah pikiran yang otentik dari dirinya.Â
Di Eropa, deklarasi atas hak hak kaum perempuan sudah muncul pada 1791, melalui Declaration of The Rights of Women and The Female Citizen, dan terus berkembang hingga kini.
Namun, pikiran pikiran atas emansipasi kaum perempuan yang di baca oleh Ibu Kartini dari buku buku itu, ia refleksikan langsung atas keadaan zaman dimasanya, di kontemplasikan dan ia perjuangkan langsung dari praktik yang dijalaninya.Â
Jadi, Ibu Kartini adalah pemikir sekaligus pejuang. Pengalaman mahal telah ia jalani sebagai "korban" langsung dari nilai nilai yang ia perjuangkan.
Dunia begitu memberi tempat bagi Ibu Kartini atas surat surat "antropologisnya". Namun bangsa kita, anak anak sekolah malah belum mendapatkan endapan mendalam atas surat surat berharga itu.Â
Pendidikan kita atas pikiran pikiran Ibu Kartini, dan tokoh tokoh pergerakan perempuan masih sangat dangkal. Walau sangat terlambat, saatnya arsip itu di pelajari lebih dalam oleh anak anak kita, dari setiap generasi.
Selamat Hari Kartini, yakni penanda perjuangan kaum perempuan belum usai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI