Rasisme merupakan permasalahan sosial yang kerap terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di Indonesia. Dengan keberagaman budaya, ras, suku bangsa, bahasa, dan agama yang Indonesia miliki, hal ini tentu saja menjadi nilai tambah dalam keindahan bangsa Indonesia, sekaligus dapat menjadi pemicu terjadinya konflik di masyarakat salah satunya yaitu rasisme.
Menurut Britannica, rasisme merupakan keyakinan bahwa manusia dapat dibedakan berdasarkan ciri biologis yang disebut dengan “ras”. Perbedaan tersebut diyakini mempengaruhi kepribadian, intelektualitas, moralitas serta ciri budaya. Dengan demikian, muncul anggapan bahwa beberapa ras secara alami lebih unggul dari yang lainnya.
Rasisme dapat terjadi kepada siapapun, baik dari ras, budaya, maupun agama. Biasanya tindakannya berupa penghinaan (warna kulit, penampilan), diskriminasi, intoleransi, kekerasan langsung yang berujung pada pelanggaran HAM dan kesenjangan sosial karena terbatasnya akses di berbagai bidang.
Apa sih yang menyebabkan munculnya sikap rasisme?
Dilansir dari situs Australian Human Rights Commission, faktor utama yang membuat seseorang bertindak rasis yaitu :
- Hanya bergaul dengan orang-orang yang memiliki kesamaan latar belakang
- Bergaul dengan kelompok maupun individu dari latar belakang ras, budaya, bahasa, dan agama yang sama (lingkungan homogen) memang baik, karena akan terciptanya rasa kebersamaan. Namun, kelemahannya adalah jika kita masuk ke lingkungan yang berbeda dengan karakteristik orang-orang yang berbeda pula maka kita akan merasa sulit untuk menerima perbedaan dan membuat kita menganggap ras maupun budaya lain lebih rendah.
- Mudah menghakimi dengan pemberian label, stigma dan stereotip
- Hanya karena latar belakang ras yang berbeda, seseorang sering melabeli suatu ras dengan pandangan negatif maupun positif (stereotip), yang menyebabkan munculnya stigma di masyarakat. Oleh karena itu, jangan mudah menghakimi seseorang dari kelompok atau ras tertentu dan menggeneralisir nya secara luas.
Dengan begitu tindakan rasisme sangat berbahaya karena prasangka buruk yang diberikan kepada suatu kelompok ini kerap berujung pada penyiksaan, perlakuan buruk, kesenjangan dan pembatasan dalam mendapatkan akses (pendidikan, pekerjaan, fasilitas publik, dan kesempatan lainnya), yang berujung pada konflik terbuka yang menjadi awal banyak peristiwa mengerikan dalam sejarah dunia (amnesty, 2021). Tentu saja hal ini jauh dari konsep perdamaian dunia.
Apa itu Perdamaian Dunia? dan bagaimana menciptakannya?
Menurut Johan Galtung, seorang pemikir perdamaian asal Norwegia dalam karyanya Peace by Peaceful Means: Peace and Conflict, Development and Civilization, 1996, membagi makna perdamaian menjadi dua jenis yaitu Perdamaian positif dan Perdamaian negatif.
Bagi Galtung perdamaian positif adalah kondisi dimana terciptanya keadilan sosial, ekonomi dan terhapusnya segala bentuk kekerasan secara sturktural maupun kultural. Sedangkan perdamaian negatif adalah kondisi dimana tidak terjadinya kekerasan secara langsung, seperti peperangan.
Dengan demikian, jika kita ingin menciptakan dan menjaga perdamaian dunia, kita harus saling menghormati dengan tidak memandang ras, suku, agama sehingga dapat mencegah dan menghilangkan konflik yang dapat menghancurkan stabilitas dan kesejahteraan manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, untuk menciptakan perdamaian dunia sangatlah sulit jika faktor-faktor penghambat tersebut masih terjadi hingga saat ini.