“Boro-boro. Ada razia.” Herma nyamber dari kursi tengah. Dengan mata terpicing kena sinar lampu, gue coba melihat sekeliling., rame. Beneran ada razia.
“Fili sama Ryo mana?” tanya gue saat lihat kursi pengemudi kosong.
“Lagi sama polisi. Udah 15 menitan.” Sungut herma lagi.
“Awas jatoh bibir lo herma, manyun mlulu” Lanang nyeletuk.
“Kok lama? Tinggal kasih STNK aja kan? Fili kan ada SIM” gue mencoba mencari dimana fili dan ryo berada lewat kaca tengah, karena kaca belakang kan diLAKBAN .
“Ga lengkap surat-suratnya” herma monyong-monyong lagik. “ga ada STNK nya.”
“What? Nang?” gue nengok ke lanang menuntut penjelasannya sebagai pihak yang merental mobil. “STNK nya ga ada?”
“kalo lo ngerental mobil mana dikasih yang STNK asli, pe’ak. Dikasihnya fotocopian. Polisinya ga mau terima alasan, mau lihat STNK aslinya.”
“damn it.” Mau ga mau akhirnya turun mobil.
Singkat cerita kami tertahan lumayan lama karena Pak Polisi bertahan, sementara mamang rentalnya ada di Bandar lampung, dua jam jarak perjalanan. Sudah was was cemas tapi setelah para cewe ikut turun dan minta tolong pasang muka melas anak panti akhirnya kami dilepas dengan damai. Menyeberangi Selat sunda, sumatera menuju pulau jawa, dari jaman ke jaman ya kapal ferry. Jaman purba dulu ada kapal cepat, tapi tumbang , padahal perbedaan jarak tempuhsebrang nya lumayan berbeda jauh, 45 menit untuk kapal cepat dan 2,5 s.d 5 jam untuk kapal ferry, telak kan perbandingannya? Menyeberangi selat sunda yang pada titik tersempit lebarnya tiga puluh km ini menyenangkan, kalau kapalnya bagus itu lebih menyenangkan, ditambah perjalanan dengan gerombolan si berat, triple menyenangkan.
Beberapa pulau kecil terletak di selat ini, salah satunya Pulau Vulkanik Krakatau. Di kapal ferry kami tidur hanya sebentar, karena setiap orang sibuk dengan ulah masing-masing. Herma yang awalnya mencoba tidur akhirnya dengan ikhlas harus terbangun karena kami sibuk membahas (dan memfoto) jari kakinya yang kata lanang “seperti terong bogor, gede semua”.