Mohon tunggu...
Sophia Jasmine
Sophia Jasmine Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Justitiae non est neganda, non differenda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Kebijakan Publik dalam Penggusuran Tanah

17 Desember 2023   10:56 Diperbarui: 17 Desember 2023   11:00 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pemberian ganti kerugian dapat ,diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Dalam banyak kasus, penggusuran masih dilakukan tanpa diimbangi dengan langkah-langkah yang memastikan bahwa masyarakat yang terkena dampak menerima kompensasi yang adil, mendapatkan penggantian tempat tinggal, dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Sehingga apabila penggusuran dilakukan tanpa ganti kerugian, maka masyarakat dapat menggugat pemerintah secara perdata atas perbuatan melawan hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Gugatan atas penggusuran ini pernah dilakukan terhadap pemerintah atas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat cq. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air cq. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadan. Gugatan masyarakat ini didasarkan bahwa masyarakat mengalami kerugian materiil dan imateriil dan tidak mendapatkan ganti kerugian. Masyarakat dimenangkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, selanjutnya Kementerian yang tidak puas melakukan Banding. Namun Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan tidak ada lanjutan upaya hukum dari Para Pihak ke Mahkamah Agung. 

Kenyataannya banyak masalah yang timbul seperti telah dilakukan penggusuran sedangkan masih dalam sengketa, pemukim liar yang telah berpuluh tahun mendiami tanah negara, pengusiran sepihak antar warga dll. Terlihat Tindakan Pemerintah yang didasarkan pada tujuan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat dalam penjabarannya dapat menjadi hal yang tidak diinginkan dan kadang jauh dari yang diharapkan atau dapat dikatakan terjadi dilema efisiensi tujuan dengan penerapan keadilan. 

Di awal dimaksudkan untuk pembangunan dan pemanfaatan tanah demi fungsi sosial, namun kemudian terjadi kenyataan penggusuran paksa. Untuk itu sekali lagi pemerintah sebagai penyusun Kebijakan Publik harus menerapkan langkah-langkah yang baik apalagi berbagai peraturan terkait telah memberikan landasan yang jelas bertindak.

Akhir kata sebagaimana adagium yang menyebutkan ”Gouverner c’est prevoi” atau menjalankan pemerintahan berarti melihat kedepan dan menjalankan apa yang harus dilakukan. Sehingga pada akhirnya diharapkan di masa yang akan datang tidak ada lagi kasus penggusuran yang terkesan sebagai Kebijakan Pemerintah yang justru merugikan masyarakat, tetapi melainkan pemanfaatan yang nyata terasa bagi masyarakat dan dijalankan dengan dasar keadilan dan kesepakatan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun